“Ops, hati-hati!”
Seorang pria dengan sigap menahan tubuh Beatrix yang limbung ketika membawa beberapa standing barrier sekaligus.
“Maaf,” ujar Beatrix kaget. Cepat-cepat dia berusaha kembali berdiri tegak, tetapi standing barrier yang tengah dibawanya malah lepas semua dari pelukan.
“Biar aku bantu.” Pria itu segera membungkuk dan memungut semua standing barrier yang Beatrix jatuhkan.
Tidak enak hati menerima bantuan dari orang asing, Beatrix segera mengulurkan tangan untuk mengambil barang bawaannya kembali. “Biar aku saja.”
“Tunjukkan saja ke mana kamu ingin membawa semua ini,” tolak pria itu ramah.
Antara sungkan, tetapi juga bersyukur, Beatrix akhirnya menerima bantuan pria itu. Jujur saja, kaki dan tangannya sudah pegal bukan main.
“Terima kasih,” ujar Beatrix ketika pria itu meletakkan standing barrier di jalur yang telah ditentukan.
“Di mana rekan-rekanmu yang lain?”
“Hm?”
Pria itu mengedarkan pandangan ke sekeliling ballroom. Memang masih ada beberapa orang tampak di sana, tetapi yang mengenakan seragam seperti Beatrix tidak ada lagi. “Kenapa sejak tadi kamu mengerjakan semuanya sendirian?”
“Mereka sudah pulang.”
Pria itu mengernyit heran. Saat ini sudah lewat tengah malam, tetapi Beatrix tampak masih sibuk. “Kalau begitu kenapa kamu masih di sini?”
“Pekerjaannya belum selesai,” ujar Beatrix sambil tersenyum miris.
“Itu berarti, mereka meninggalkanmu.” Pria itu menyimpulkan dengan gamblang. “Benar begitu?”
Perlahan Beatrix mengembuskan napas seraya mengangguk. “Bisa dibilang begitu.”
Beatrix tidak tahu butuh berapa lama lagi sampai pekerjaan timnya rampung, padahal besok pagi rangkaian acara sudah dimulai. Seharusnya, pekerjaan ini diselesaikan bersama oleh seluruh tim manajemen yang bertanggung jawab mengurusi event, bukan dia saja. Namun, semua rekannya meninggalkan Beatrix. Mereka pergi lebih awal, membebankan semua kepada Beatrix, dan bersenang-senang menikmati malam di Manhattan Beach.
Pagi tadi, Beatrix bersama rekan-rekannya tiba di Manhattan Beach. Mereka mendapat tugas untuk membantu mengurus acara di De Luca Suite Hotel cabang Manhattan Beach selama sepekan. Acara besar yang digelar setiap tiga tahun sekali itu mencakup lelang barang antik, pameran lukisan, workshop merangkai bunga, gala dinner, dan masih ada beberapa rangkaian kegiatan lainnya. Jadi, bisa dikatakan pihak penyelenggara akan sangat sibuk selama rangkaian acara berlangsung.
“Apa kamu anak baru sampai mereka mengerjaimu?” tanya pria itu heran.
Beatrix tersenyum sedih sambil menggeleng pasrah. “Mereka hanya tidak menyukaiku.”
“Alasannya apa?”
Meski baru bertemu dan tidak saling mengenal, entah mengapa Beatrix merasa nyaman berbicara dengan pria ini. Dia bahkan bisa bercerita dengan mudah. “Mereka menganggap aku mendapatkan posisiku sekarang ini dengan cara curang.”
“Curang bagaimana?”
Beatrix meringis seraya mengembuskan napas. “Merayu pemilik hotel tempatku bekerja.”
Mata pria itu tampak berbinar janggal.
“Aku rasa namamu Beatrix,” ujar pria itu ragu-ragu. “Apa benar?”
Beatrix sontak terbelalak. “Bagaimana kamu bisa tahu?”
“Aku sering mendengar cerita tentangmu dari Zion,” sahut pria itu ceria.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Symphony of Revenge
RomanceBeatrix Smith memiliki kehidupan sederhana yang menyenangkan. Manis, berwarna, dan tanpa riak. Namun, suatu hari Beatrix mendapati dunianya seakan-akan berada di sisi kebalikan. Dalam semalam, Beatrix menjadi milik River De Luca, seorang CEO muda d...