Beatrix berdiri ragu di depan area laundry De Luca Suite Hotel & Casino. Dia tengah mengamat-amati kesibukan di dalam sambil berusaha mencari seseorang. Setelah beberapa saat, Beatrix menemukan sosok yang dicarinya. Seorang wanita cantik yang pernah sangat bersinar di kalangan pegawai hotel lain, tetapi kini hari-harinya dihabiskan di sudut yang tidak banyak tersentuh orang bersama tumpukan seprai, seragam pegawai lain, dan cucian para tamu.
Hati-hati Beatrix mendekati wanita itu, lalu menyapa, “Hai, apa kamu Jennie?”
Wanita itu menghentikan pekerjaan, lalu menoleh ke arah Beatrix dengan tatapan tajam penuh curiga.
“Aku dengar kamu pernah bersama Tuan River, apa itu benar?”
Beberapa hari terakhir, Beatrix mencari informasi dari rekan-rekan lamanya mengenai pegawai wanita yang pernah menjadi simpanan River sebelum ini. Ternyata ada dan banyak yang tahu, mungkin dia saja yang terlalu buta selama ini. Wanita itu bernama Jennie dan sampai hari ini masih bekerja di De Luca Suite Hotel & Casino.
Jennie memandangi Beatrix dari atas hingga ujung kaki, lalu bertanya sinis, “Kamu wanita barunya, bukan?”
Beatrix meringis mendengar pertanyaan Jennie. Ingin rasanya dia membantah. Jujur saja predikat itu bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan. Namun, Beatrix tidak bisa membantah dan terpaksa mengangguk pasrah. “Bisa dibilang begitu.”
"Apa kamu datang untuk mengolokku?"
Cepat-cepat Beatrix menggeleng. “Sama sekali tidak.”
“Kalau begitu, apa tujuanmu?” Jennie masih menunjukkan sikap waspada karena sejak dirinya didepak oleh River, begitu banyak orang yang datang kepadanya hanya untuk memberikan cibiran.
"Aku ingin tahu tentang kehidupan River."
"Maksudmu?"
"Seberapa besar kekuasaannya dan seberapa menakutkan dia?"
Jennie mengernyit heran. “Apa kamu tidak mencari tahu dulu sebelum mencoba mendekatinya?”
“Aku tidak pernah mendekatinya.”
Jennie menaikkan alis tanda tidak percaya, lalu mendengkus geli. “Kalau memang tidak, bagaimana kamu bisa terjebak bersama dia?”
“Aku sendiri tidak mengerti.” Beatrix menggeleng lesu. “Dia tiba-tiba memintaku datang ke griya tawang miliknya, lalu mengatakan jika aku harus menjadi wanitanya.”
Jawaban Beatrix kembali membuat Jennie mengernyit dan wanita itu bertanya penuh nada tidak percaya, “Dia membawamu ke griya tawangnya?”
“Kamu tidak pernah ke sana?” balas Beatrix heran.
“Tidak pernah ada perempuan yang menginjakkan kaki di sana kecuali para pelayan pribadinya,” sahut Jennie sangat yakin. “Dia selalu mengajak para simpanannya bermain-main di banyak tempat, tapi tidak dengan griya tawang miliknya.”
“Seberapa banyak perempuan yang pernah bersamanya?” tanya Beatrix penasaran.
“Tidak ada yang pernah menghitungnya, yang pasti sangat banyak,” ujar Jennie sambil mengangkat bahu. “Ada yang hanya singgah beberapa jam, ada yang semalam, ada yang bertahan beberapa hari, kalau beruntung mungkin beberapa minggu. Jika hitungannya sampai beberapa bulan, sudah dikatakan hebat.”
“Bagaimana dengan kamu?”
Raut wajah Jennie berubah bangga ketika menjawab, “Aku berhasil bertahan sampai hampir dua bulan bersamanya.”
“Bagaimana kamu bisa berakhir menjadi …?” Beatrix tidak bisa melanjutkan kata-katanya.
“Simpanannya,” lanjut Jennie tenang, kemudian tersenyum sumbang. “Tidak perlu ragu menyebut kata itu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Symphony of Revenge
RomanceBeatrix Smith memiliki kehidupan sederhana yang menyenangkan. Manis, berwarna, dan tanpa riak. Namun, suatu hari Beatrix mendapati dunianya seakan-akan berada di sisi kebalikan. Dalam semalam, Beatrix menjadi milik River De Luca, seorang CEO muda d...