24. Melewatkan Pesta

459 38 4
                                    

Pria asing itu mendengkus seraya tersenyum penuh ejekan. "Ucapan standar yang biasa diucapkan oleh orang yang tertahan di sini, padahal tadinya aku berharap kamu memiliki kata-kata yang lebih berkesan.”

Ucapan pria itu membuat Beatrix bingung, tetapi dia memilih diam. 

"Selanjutnya pasti kamu akan bertanya kenapa aku menahanmu di sini, ada masalah apa antara aku dengan kamu, lalu apa tujuanku?” ujar pria itu lagi dengan nada sangat yakin. “Benar begitu, bukan?"

"Kalau sudah tahu apa yang akan aku tanyakan, kenapa tidak langsung saja kamu jawab?" balas Beatrix berlagak tenang.

Pria itu tersenyum licik. "Tentu saja karena aku senang mempermainkan para tawananku. Aku ingin kamu mencoba menebak dulu sebelum aku memberi penjelasan."

Namun, Beatrix hanya diam. Enggan rasanya menanggapi permainan pria ini.

"Ayo, jangan diam saja!" desak pria itu tidak sabar.

"Apa kamu anggota sindikat penjualan manusia?"

"Kamu terlalu merendahkan aku.” Pria itu terbahak kencang. “Coba tebak lagi."

"Kamu orang yang menaruh dendam kepadaku?" 

"Jawabanmu hampir mendekati, tapi masih belum tepat."

Kening Beatrix berkerut dalam.

“Aku menaruh dendam, tapi bukan kepada kamu,” ujar pria itu memberi petunjuk.

Beatrix berpikir keras, kemudian menyadari sesuatu. "Apa mungkin kamu orang yang bermusuhan dengan River dan kamu ingin menggunakan aku sebagai alat untuk membalas dendam?"

Pria itu kembali terbahak kencang. "Ternyata kamu memang pandai. Tidak heran kamu berhasil membuatnya jatuh cinta."

"Aku rasa kamu salah sangka.” Beatrix menggeleng cepat. “Dia tidak mencintaiku."

"Apa pun itu, yang pasti kamu penting baginya." Pria itu beranjak dari kursi, lalu mendekati Beatrix.

"Jadi, apa yang akan kamu lakukan?" Beatrix mulai merasa gentar membayangkan hal yang mungkin pria ini lakukan.

"Baiklah karena kamu sudah bisa menebak dengan tepat, aku akan langsung saja mengatakan tujuanku." Pria itu berjongkok di hadapan Beatrix. "Aku berniat mengajukan sebuah penawaran untukmu.”

“Penawaran apa?”

“Aku akan memberikan sebuah kebebasan untukmu."

"Maksudmu?" Beatrix memicing curiga.

Pria itu membelai pipi Beatrix perlahan. "Aku akan membebaskanmu dari jerat River." 

"Lalu apa yang harus aku lakukan sebagai gantinya?" tanya Beatrix. Setelah mengenal River, Beatrix mempelajari satu hal penting dalam dunia ini bahwa segala sesuatu ada harganya.

"Kamu memang cerdas!" Pria itu terkekeh. "Hal yang harus kamu lakukan sangat mudah. Kamu hanya perlu hidup bersamaku dan menjadi wanitaku."

Beatrix tersenyum manis. "Lalu apa yang akan terjadi jika aku menolak tawaranmu?"

Pria itu berpikir sesaat dan mengangkat bahunya tidak peduli. "Mungkin melenyapkan kamu karena hal yang aku inginkan adalah membuat dia merasa kehilangan orang yang penting baginya. Kalau bukan merebut, berarti membunuhnya."

"Kalau begitu lakukan saja,” balas Beatrix berani. “Tidak akan ada yang berubah jika aku mati. Dia tidak akan merasa kehilangan, malah mungkin kamu sudah membantunya untuk melenyapkan sampah yang paling ingin dia singkirkan dari kehidupannya.”

Jujur saja, mati tidak lagi menjadi hal yang menakutkan bagi Beatrix. Hidup bersama manusia-manusia ini jauh lebih mengerikan dibanding sebuah kematian.

The Symphony of RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang