⊂◉‿◉つ Puppy Love ⊂◉‿◉つ
Kaiden menghentikan motornya di depan sebuah toko kue. Ia melepaskan helmnya dan membantu Lenora turun dari jok belakang. Anak kecil itu menyambut tangan Kaiden dengan malu-malu dan kemudian segera berlari masuk ke dalam toko kue meninggalkan Kaiden yang kebingungan dengan tingkahnya.
Kaiden berjalan mengikuti Lenora yang sedang menunggu kue pesanan Alisha untuk dikemas. Kaiden melirik etalase toko dan sesekali melirik Lenora yang menunduk sambil memainkan kakinya, mencoba mengusir kebosanan. Kaiden memanggil seorang penjaga toko dan membeli dua cupcake yang memiliki topping cokelat yang ditaburi glitter cantik.
Kaiden berjalan menuju Lenora dan menyerahkan dua cupcake itu kepada anak kecil manis itu setelah membayar. Lenora menatapnya dengan tatapan gugup. Kaiden tersenyum kecil dan menyamakan tinggi badannya dengan Lenora.
“Nih, buat Nora. Supaya enggak bosen nunggunya. Mau enggak? Nora suka cokelat, ’kan? Kalo enggak suka, nanti abang belikan yang rasa lain.” Lenora menerima cupcake itu dengan malu-malu. Kaiden bersyukur, itu artinya Lenora tidak menolak dengan rasa cupcake yang ia pilih.
Lalu Kaiden menautkan alisnya heran karena Lenora hanya mengambil satu dan menyisakan satu lainnya di tangan Kaiden. “Kok cuma satu? Abang belikan dua buat Nora,” ucap Kaiden.
Lenora menggeleng. “Satunya buat Kak Kaiden,” ucapnya malu-malu.
Kaiden tersenyum geli dan kemudian mengusap lembut puncak kepala Lenora. “Wah, Nora pinter banget. Pasti Mamanya yang ngajarin buat berbagi, ya? Baik banget.” Lenora merona ketika Kaiden memujinya. Padahal itu hanyalah pujian biasa dari anak remaja untuk anak kecil sepertinya, tapi entah kenapa rasanya jantung Lenora berdegup kencang dibuatnya.
Kaiden mengajak Lenora duduk di kursi sembari menunggu kue pesanan Alisha dikemas. Lenora menurut dan memakan kuenya dengan malu-malu. Ia harus menjaga image di depan Kaiden. Siapa tau nanti Kaiden suka kepada orang yang bersikap manis dan anggun. Namun, Kaiden malah terkekeh geli melihat Lenora yang makan kuenya dengan gigitan kecil seolah-olah mencoba bersikap manis di depan Kaiden.
“Kok makannya gitu? Enggak suka, ya?” Iseng, Kaiden bertanya.
Lenora menggeleng panik. “Suka kok!”
“Trus kenapa makannya gitu? Kalo suka makannya kayak Abang dong. Nih, liat!” Kaiden membuka mulutnya lebar-lebar dan melahap kuenya dalam sekali gigitan hingga pipinya menggembung. Lenora yang melihat itu tanpa sadar tersenyum.
Kaiden merasa puas saat bisa membuat Lenora tersenyum. Rasanya menyenangkan bisa menyenangkan anak kecil. Kaiden selalu menyukai anak-anak apalagi yang bersikap manis seperti Lenora. Beda cerita kalau anak kecil yang suka membuat onar, Kaiden suka sakit kepala dibuatnya. Lenora meletakkan kuenya di atas meja dan kemudian mengambil tissue yang memang disediakan di atas meja dan menyerahkan tissue itu kepada Kaiden dengan malu-malu.
Kaiden menautkan alisnya heran seolah bertanya untuk apa tissue itu. Lenora menjawab, “krim kuenya meleber di mulut Kakak.”
Kaiden tersedak ludahnya dan kemudian menerima tissue itu dengan malu. Duh! Bisa-bisanya dia malah bertingkah bodoh di depan anak kecil. Ia menyapu setiap sudut di bibirnya dengan buru-buru sampai Lenora terkikik kecil. “Masih ada enggak?” tanya Kaiden.
Lenora menghentikan tawanya dan kemudian menunjuk sudut bibirnya sendiri seolah memberitakan Kaiden kalau masih ada sedikit noda krim di sudut bibirnya. Kaiden mengambil ponselnya dan membuka fitur kamera dimana dia bisa melihat pantulan dirinya sendiri dengan sempurna. Kaiden akhirnya bisa membersihkan mulutnya yang masih ada noda krim.
“Dek, ini kue pesanan Mamanya.” Lenora menoleh dan segera turun dari kursi untuk menghampiri petugas toko yang menyerahkan plastik hijau berisi kue pesanan Alisha yang telah selesai dikemas.
Kaiden pun menyimpan kembali ponselnya dan mengikuti Lenora. Saat keduanya akan keluar toko, Kaiden menawarkan untuk memegangi kuenya karena Lenora mungkin akan kesulitan menaiki motornya Kaiden.
Saat Kaiden akan membantu Lenora menaiki motornya, ia tak sengaja mendengar bunyi motor lainnya tiba di sampingnya. Ketika ia menoleh, ia mendapati sosok temannya yang sepertinya baru selesai latihan basket.
“Eh, kok bisa ketemu lo di sini sih? Sama siapa lo?” tanya temannya, Jevan.
“Lha, gue yang kudunya nanya. Kok lo di sini? Abis latihan basket, ya?” tanya Kaiden membalas.
“Pake nanya lagi? Jelas dong. Kagak liat nih seragam basket? Basah kuyup pula nih gue mandi keringat.” Jevan membalas dengan nada sewot.
Kaiden memutar bola matanya jengah. “Santai aja kali. Udah tau basah keringetan gitu malah motoran. Nyebar bau badan tau enggak?” balasnya.
Jevan mendelik kesal dan kemudian menatap Lenora yang tengah menatap mereka dengan tatapan mata yang menurut Jevan lucu. “Hai, dek. Siapanya Kaiden nih?” tanya Jevan kepada Lenora.
Kaiden memutar bola matanya jengah begitu mendengar nada manis Jevan. “Sadar umur, njirr. Bocah mau lo godain juga? Pacar lo noh di sekolah putusin dulu satu. Punya pacar kok malah lima? Laki bukan lo?” sindir Kaiden.
Jevan membalas, “selagi gue ganteng. Apa salahnya enggak dimanfaatin? Iya enggak, dek?” Lenora yang ditanya begitu langsung menatap Jevan dan berkata, “enggak boleh gitu. Nanti kena karma tau. Kata Nenek, Papa dulu juga suka mainin cewek, makanya pas mau nikahin Mama dipersulit sama Kakek.”
Kaiden tertawa terbahak-bahak begitu mendengar Jevan diceramahi oleh Lenora. Jevan sendiri sudah memasang wajah masam. “Tuh, dengerin!” ucap Kaiden.
Jevan melirik sadis ke arah Kaiden. “Iya deh, iya. Gue mau beli kue buat pacar gue. Duluan nih, ya?” Jevan pamit untuk masuk ke dalam toko, meninggalkan Kaiden yang masih tertawa kecil dan Lenora yang melambaikan tangannya kepada Jevan sampai sosok Jevan menghilang di balik pintu.
“Dah. Kita balik sekarang atau gimana?” tanya Kaiden. Lenora menatapnya bingung. “Memang selain pulang, kita bisa kemana?” tanya Lenora dengan nada yang terdengar imut di telinga Kaiden.
“Mau beli sempol enggak?” tawar Kaiden. Lenora mengangguk malu-malu. “Yuk! Abang traktir sempol sama cendol deh. Sekalian Abang healing bentar soalnya soal-soal yang dikasih Mama kamu bikin Abang pusing.”
“Jadi anak SMA enggak enak, ya?” tanya Lenora.
Kaiden menaiki motornya dan kemudian berpikir sebentar sebelum memasang helmnya. “Tergantung.”
“Pegangan ya, Nora?” Suara Kaiden yang terendam helm masih bisa di dengar oleh Lenora. Gadis mungil itu langsung memeluk erat jaket Kaiden dan tersenyum malu-malu. Syukurlah, Kaiden tak bisa melihatnya.
“Oke, Kak!”
“Oke! Meluncur!” Kaiden menutup kaca helmnya dan kemudian menghidupkan mesin motornya. Lenora terkikik kecil saat pemuda yang lebih tua mulai melajukan motornya mengarungi jalanan yang ramai itu. Merasakan angin menerpa wajahnya dan kemudian betapa hangatnya punggung Kaiden yang bisa dia rasakan dalam posisinya seperti memeluk begini adalah salah satu mimpi indah bagi Lenora. Tolong jangan bangunkan Lenora. Jika bisa menghentikan waktu, maka Lenora akan dengan senang hati melakukannya selama bisa bersama dengan Kaiden.
⊂◉‿◉つ Puppy Love ⊂◉‿◉つ
⊂◉‿◉つ Bab 3
⊂◉‿◉つ ditulis oleh girlRin
![](https://img.wattpad.com/cover/358721912-288-k104660.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[05] Puppy Love ✔
Teen FictionStory 05. [ Puppy Love ] By : @girlRin @Tslnica_ ▪︎▪︎▪︎ Apa yang salah dengan jatuh cinta sama orang yang umurnya lebih tua daripada kita? Perbedaan umur hanyalah sebuah perbandingan angka yang takkan mengganggu bagaimana kamu mencintai seseorang...