Bab 14

144 10 0
                                    

⊂◉‿◉つ Puppy Love  ⊂◉‿◉つ

Kaiden tak mengantarkan Lenora begitu mereka selesai menatap sunset tadi. Pemuda yang lebih tua itu mengajak Lenora untuk pergi makan bersama di salah satu restoran yang biasanya ia dan keluarganya singgahi. Kalau dilihat-lihat, keduanya tak terlihat seperti seorang guru dan murid melainkan seperti pasangan kekasih yang sedang berkencan. Apalagi Kaiden juga tak terlihat terlalu tua, ia bahkan terlihat masih sepantaran dengan Lenora. Apalagi gadis itu terlihat begitu cantik, seperti gadis remaja yang sudah cocok untuk bersanding dengan seorang pemuda tampan, layaknya Kaiden.

“Pesanannya, Tuan.” Pelayan meletakkan pesanan mereka di atas meja dengan tersenyum ramah khas pelayan pada umumnya. Lenora tersenyum ketika pelayan itu menanyakan apakah mereka butuh yang lain lagi. Kaiden mengatakan bahwa ia butuh tambahan garpu karena pelayan tadi tak sengaja melupakan membawakan garpu.

“Dimakan, Nora. Kamu suka pasti,” ucap Kaiden sambil menatap Lenora dengan tatapan manis. Lenora tercekat kecil dan mengangguk malu-malu sambil menyantap makanannya dan pelayan datang membawakan garpu untuk Kaiden sebelum kemudian meninggalkan mereka.

Kaiden tersenyum melirik Lenora sampai akhirnya ia mengusap lembut sudut bibir gadis itu. Lenora tercekat kaget seolah-olah tak bisa bernapas. Kaiden yang melihat itu tersenyum geli dan menarik tangannya sambil berkata, “ada saos di mulut kamu.”

Lenora langsung mengambil tissue dan mengusap mulutnya dengan malu. Kaiden terkikik gemas dan berkata, “gapapa. Udah Kakak bersihin kok. Makan lagi aja.”

Lenora meletakkan tissue itu di samping piringnya dan kemudian melanjutkan makannya. Ia sesekali melirik Kaiden dan tanpa sadar membuat Kaiden menyadari tingkahnya. Pemuda itu tersenyum geli dan bertanya, “kenapa?”

“Gapapa.” Lenora membalas dengan pelan. Ia malu.

“Oh, ya. Kakak liat kamu deket banget sama Angel. Temenan dari kecil, ya?” tanya Kaiden mencoba mencairkan suasana.

Lenora mengangguk. “Iya ... dari TK. Angel baik dan selalu ada buat aku curhat,” ucapnya.

“Wah, seru dong. Kakak jadi pengen punya sahabat deket juga. Cuma, ya ... gitu deh. Temen-temen terdekat Kakak pada misah semua. Ada yang kerja keluar kota, lanjut S2 ke tempat lain bahkan udah ada yang nikah. Astaga, kenapa malah bahas itu? Kakak jadi keliatan banget tuanya, ya?” ucap Kaiden sambil terkekeh menertawakan dirinya sendiri.

Lenora langsung menggeleng cepat. “Enggak kok! Kak Kaiden enggak tua. Masih muda, masih ... ganteng,” ucap Lenora sambil mengecilkan suaranya ketika ia menyebut kata ‘ganteng’ dalam kalimatnya tadi.

Sayangnya, Kaiden mendengarnya. Ia tersenyum senang saat Lenora memujinya. Rasanya menyenangkan dipuji padahal ia terbiasa dipuji tampan, tapi pujian dari Lenora rasanya lebih menyenangkan.

“Makasih ya, Nora. Kamu memang adek yang baik deh,” ucap Kaiden.

Adik. Kata itu tanpa sadar mencubit perasaan Lenora. Perasaannya kepada Kaiden tak hanya terhalang oleh usia mereka yang lumayan jauh, tapi juga sepertinya bertepuk sebelah tangan. Kaiden tak memandanginya sebagai seorang perempuan, tapi sebagai seorang adik. Berbeda dengan Lenora yang memandang Kaiden layaknya seorang laki-laki dan menyukainya sebagai seorang perempuan yang menyukai seorang laki-laki.

Dalam hati Lenora meruntuki dirinya sendiri. Harusnya ia mendengarkan kata Angel untuk menjaga jarak dengan Kaiden agar prosesnya melupakan Kaiden akan semakin berhasil. Namun, hati Lenora selalu goyah ketika Kaiden memberinya senyuman manis nan tampan yang membuat hati Lenora meleleh dibuatnya.

“Nora cantik deh, pasti di sekolah banyak yang naksir,” ucap Kaiden. Lenora hanya terpaku pada bagaimana Kaiden menyebutkan kata ‘cantik’ dan tak mempedulikan kata-kata yang lain. Ia merasa senang ketika dipuji apalagi oleh Kaiden.

“E—enggak kok. Biasa aja,” ucap Lenora menolak. Biar bagaimanapun ia harus tetap rendah hati, bukan?

Kaiden menautkan alisnya dan berkata, “bener kok. Nora cantik tau. Pasti banyak murid-murid cowok yang suka. Cuma Nora harus inget, fokus sama sekolah dulu. Jangan pacaran. Apalagi Nora masih kelas 1 SMA. Semester depan bakal kelas 11. Lima bulan lagi mau ulangan kenaikan kelas. Jadi, harus banyak-banyak belajar yang mana juga jangan terlalu memforsir diri sendiri secara berlebih-lebihan. Nanti sakit. Mama sama Papa kamu enggak bakal suka kalo anaknya yang cantik ini sakit. Belajar semampunya aja, ya?”

Lenora mengangguk kecil. “Pasti kok. Nora bakal belajar dengan giat dan untuk cowok, Nora mungkin enggak bakal dapat pacar kok sampe lulus. Kayaknya,” ucapnya dengan nada lirih dan tak bersemangat.

Kaiden yang mendengar pun menatapnya bingung. “Kenapa?” tanya Kaiden tak mengerti.

Lenora menggenggam erat sendok di tangannya dan menggigit bibirnya. “Nora, gapapa. Bilang aja sama Kakak,” ucap Kaiden mencoba membujuk.

“Kayaknya dia enggak suka sama Nora kayak Nora yang suka sama dia,” jawab Lenora.

Kaiden tersenyum kecil dan mencoba memberikan semangat. “Gapapa. Mungkin dia bukan jalan kamu. Semangat aja dalam belajar kamu dan buktikan kamu bisa jadi seseorang yang kamu mau di masa depan. Siapa tau dia nanti sadar betapa kerennya Nora-nya Kakak ini dan malah ngejar kamu balik,” ucapnya.

Lenora menatapnya ragu. “Begitu ya, Kak?” tanya Lenora. Kaiden mengangguk. “Iya. Kamu tau? Kalau Kakak nih ya, lebih suka sama perempuan yang bisa berdiri sendiri. Kakak suka banget kalau perempuan itu enggak melulu bergantung sama Kakak dan bisa menjadi dirinya sendiri tanpa harus butuh dorongan atau bantuan laki-laki. Lagipula, perempuan yang begitu tuh biasanya bikin laki-laki penasaran buat ditaklukan,” ucapnya.

Lenora mengangguk paham. “Jadi, Kakak suka perempuan yang begitu? Perempuan yang bisa berdiri sendiri dan enggak terlalu bergantung sama laki-laki?”

Kaiden mengangguk. “Kalo bergantung seadanya aja sih gapapa, Kakak merasa dibutuhkan jadinya. Cuma kalo berlebihan ya Kakak bakal ngerasa dimanfaatin. Jadi, secukupnya aja. Dia tau kapan bisa bergantung sama Kakak dan tau kapan bisa jadi sandaran buat Kakak kalo lagi butuh dia. Saling membutuhkan,” jelas Kaiden.

Lenora tiba-tiba teringat Camila. Apakah Camila termasuk perempuan yang seperti Kaiden inginkan? Camila cantik dan telah mempunyai gelarnya juga punya pekerjaan sendiri. Camila juga kadang terlihat begitu mandiri dan percaya diri. Camila juga dekat dengan Kaiden karena katanya mereka satu kampus dulunya.

Lenora langsung menatap Kaiden dan bertanya dengan nada ragu, “Kak?”

Kaiden menatapnya seolah menunggu Lenora ingin mengatakan apa. “Kalau Kakak sekarang udah deket sama perempuan enggak?” tanya Lenora.

Kaiden terlihat berpikir sejenak sebelum menjawab, “enggak sih. Kakak masih terlalu fokus sama kerjaan dan lagi mana ada waktu buat mikirin yang begituan. Mending Kakak mikirin RPP sama materi yang bakal selalu jadi tugas buat guru kayak Kakak. Belum lagi kalau ada pelatihan atau workshop buat guru. Kayaknya belum ada waktu buat nyempilin cewek. Kenapa nanya gitu?”

Lenora langsung menggeleng panik. “E—enggak kok! Cuma kepo aja! Kakak juga tadi nanyain Nora gitu! Biar imbang dong!” ucapnya membela diri.

Kaiden terkekeh geli. “Iya deh. Habisin makanan kamu gih. Abis ini biar Kakak anter pulang,” ucap Kaiden.

Lenora mengangguk dan langsung kembali menyantap makanannya walau sesekali menatap Kaiden dengan senyuman kecil. Pemuda itu tak menyadari tatapan Lenora. Ia asyik makan dengan tenang sampai Lenora tanpa sadar menyebutnya ‘lucu’ di dalam hati.

Ah, cinta masa muda. Begitu indahkan?

⊂◉‿◉つ Puppy Love  ⊂◉‿◉つ

⊂◉‿◉つ Bab 14
⊂◉‿◉つ ditulis oleh girlRin

[05] Puppy Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang