Bab 15

141 10 0
                                    

⊂◉‿◉つ Puppy Love  ⊂◉‿◉つ

Keesokan harinya tidak seperti biasanya, senyuman terpampang sangat jelas di wajah Lenora, bahkan sedari tadi ia tudak mendengarkan sama sekali cerita Angel mengenai doinya yang mengungkapkan perasaannya. Angel sedang meminta pendapat dari Lenora, tapi ketika Angel menyadari tidak ada tanggapan sama sekali dari Lenora, ia mulai kesal.

"Awhhh, awhhh!" Lenora mengaduh kesakitan ketika Angel menjitak kepalanya.

"Apa-apaan sih lo, Ngel? Sakit tau."
Angel hanya mendengus kesal.

"Andai lo tau kalau apa yang gue ceritain sedari tadi itu tuh udah bisa di jadiin novel kali, ya? By the way, apa-apaan? Lo yang apa-apaan senyam-senyum gak jelas. Males gue lihat lo," dengus Angel.

"Eh, maaf-maaf. Lo mau tau gak?" Lenora bertanya sambil tersenyum, yang mana di mata Angel itu sangat-sangat aneh.

"KAGAK, GUE GAK MAU TAU!" teriak Angel kesal sambil pergi meninggalkan Lenora. Kali ini Angel benar-benar kesal.

⊂◉‿◉つ Puppy Love  ⊂◉‿◉つ

Ting

Suara handphone Lenora berbunyi memecahkan keheningan di kamarnya. Namun, Lenora tidak menggurbisnya. Ia tetap melanjutkan kegiatannya. Dia berpikir notifikasi itu paling hanya Angel yang tiba-tiba meminta maaf karena tadi di sekolah.

Ting

Lagi. Namun, tetap saja notifikasi tersebut tidak Lenora pedulikan. Lenora sangat malas menghadapi tingkah Angel yang seperti itu. Seperti baru kenal saja, batin Lenora.

Mereka memang sudah sangat sering begini, bahkan tanpa meminta maaf atau membujuk pun mereka akan tetap bersama dan kembali seperti biasa. Sungguh Aneh. Lenora memutuskan untuk membiarkan dan membaringkan dirinya di kasur sambil membaca novel yang dia beli sepulang sekolah tadi.

⊂◉‿◉つ Puppy Love  ⊂◉‿◉つ

Kaiden bingung, apakah ini bukan nomor WhatsApp Lenora?  Tidak mungkin, ini nomor yang bergabung dengan grup kelas Lenora. Apa gue buat salah ya semalam? batin Kaiden.

Ia hanya ingin mengingatkan Lenora kalau mereka akan mengadakan kuis dadakan besok, Kaiden ingin Lenora mempersiapkan diri. Kaiden akan menepati janjinya untuk membantu Lenora belajar seperti apa yang di lakukan oleh Alisha pada beberapa tahun yang lalu saat Kaiden persiapan untuk penerimaan kuliah di luar negeri.

Kaiden memutar-mutar handphonenya menunggu notifikasi.

Ting

Dengan buru-buru Kaiden membuka sandi handphonenya. Namun, notifikasi tersebut bukan dari seseorang yang dia tunggu-tunggu.

Itu Aldo. Sahabat Kaiden. Aldo baru saja pulang dari Negeri Sakura. Dia baru saja menyelesaikan pendidikannya.

Aldo : Skuy :)

Huh dasar, batin Kaiden.

Namun, perlahan Kaiden menyadari. Buat apa dia menanti notifikasi seorang Lenora. Bukankah dia hanya ingin mengingatkan Lenora, bukan untuk saling berbalas pesan? Kaiden menggelengkan kepalanya. Lebih baik ia mengikuti ajakkan Aldo.

Kaiden : Ok.

Kaiden membelah jalanan dengan motornya. Suara knalpot menderu menghilangkan keheningan malam. Penampilan Kaiden dengan celana pendek dan baju kaos, tidak lupa dengan topi serta sepatu serba hitam membuatnya tampak lebih berkharisma. Sungguh, orang - orang akan berpikiran Kaiden ABG yang ingin nongkrong-nongkrong tidak jelas di taman kota.

"Apa kabar Bapak guru?" ledek Aldo saat Kaiden ingin duduk.

"Apaan dah? Lama juga lo nyelesain kuliahan lo." Kaiden meletakkan handphonenya di meja.

"Selow Mas bro, cuma beda 3 bulanan dari lo. Gak telat-telat amat." Aldo mendelik mendengar Kaiden yang seakan-akan mengejeknya.

"Tetap aja gue lebih cepat," lanjut Kaiden.

Tidak berapa lama seorang pelayan menghampiri meja tempat mereka sedang berbagi pengalaman tetang masa perkuliahan. Yap, mereka memilih universitas yang berbeda dan tentu dengan jurusan yang berbeda. Aldo memutuskan untuk menjadi seorang dokter. Bahkan Aldo belum melanjutkan mengambil spesialis.

"Gimana? Udah ada calon lo?" tanya Aldo bercanda.

"Calon apaan?" tanya Kaiden dengan muka sedikit masam.

"Yee, calon binilah, mantu." Aldo semakin senang menggarai Kaiden.

"Dih, apaan?! Gue baru tamat kuliah, baru di terima kerja juga. Masih mikirin masa depan." Kaiden menjawab dengan nada sedikit kesal, ia tau pasti Aldo ingin menggodanya.

"Itukan masa depan juga, Mas. Apa jangan-jangan lo masih nungguin itu bocil yang pernah kita tolongin? Anak sahabat Bunda lo itu?" tanya Aldo.

Seketika Kaiden ingat dengan pesan singkat yang Kaiden kirim tadi kepada Lenora. Belum mendapat balasan juga.

"Dih, malah bengong. Kok bisa si lo jadi guru dengan daya fokus yang begitu?" ledek Aldo.

"Hah, yakali gue nungguin anak-anak. Umur gue sama dia tuh beda jauh, tolong ye lo jangan berpikiran begitu." Kaiden menggeser duduknya sedikit.

"Umur? Alah, Man ... sekarang tuh umur nah biasa aja mau jarak berapa kek, lu gak pernah lihat nenek-nenek nikah sama anak muda? Atau kakek-kakek nikah sama anak gadis belia? Sekarang tuh umur mah gak patokkan kali, sekarang mah asal sor dan cocok aja, jleb jadi." Aldo memprakteknya seakan-akan dengan tangannya sepeeti gerakkan ikan menyosor.

Kaiden yang mendengarkan dengan cermat tanpa sadar mengiyakan perkataan Aldo di dalam hatinya. Namun, Lenora? Bagaimana mungkin seorang Kaiden malah memilih Lenora yang saat ini bahkan masih baru menginjakkan kakinya di sekolah menengah atas.

Kaiden menyesap kopi di depannya perlahan.

"Eh, tapi by the way ni sekarang lo ngajar di mana Den?" tanya Aldo

"Sekolah kita dulu. Gue ngajar di kelas anak sahabat Mama yang pernah kita tolongin. Ingat gak lu?" jelas Kaiden sembari menjelaskan kalau Kaiden mengajar di kelas Lenora.

"Oh yang digangguin om-om itu kan? Wih udah gede aja dia," kata Aldo sembari mengecek notifikasi yang baru saja masuk ke handphonenya. Aldo tersenyum salting.

"Siapa?" tanya Kaiden yang heran dengan tingkah Aldo.

"Doi," jawab Aldo singkat sembari membalas pesan yang dikirim oleh doi-nya.

"Yang mana?" Kaiden penasaran. Selama ini Aldo sangat anti dengan yang namanya perempuan. Bukan, bukan berarti dia homo. Hanya malas saja mendekati kaum perempuan karena sikap manja yang dimiliki. Namun hari ini Aldo bahkan menyebut perempuan itu dengan jelas sebagai 'DOI'.

"Ada, gemes lagi." Aldo menjawab sembari senyum menutup mata membayangkan dia mencubit pipi doi-nya.

"Kampret lo. Gak usah senyum-senyum gitu." Kaiden melemparkan tisu ke arah Aldo yang di mata Kaiden terlihat menjijikkan dengan ekspresi begitu.

"Eh melihat reaksi lo, apa jangan-jangan lo homo, Den? Gak ada cewe gitu yang dekat sama lo? Masa gak ada cewek yang bisa meluluhkan atau membuat lo suka?" tanya Aldo sembari meledek Kaiden.

"Hmm, gak tau deh," jawab Kaiden singkat. Namun, jauh di dalam hatinya dia juga mempertanyakkan hal itu. Dekat? Kaiden bahkan dekat hampir ke seluruh cewek yang dikenalnya. Camila? Ah, Kaiden hanya memperlakukannya sebagai teman. Lenora dan Angel? Mereka bahkan hanya murid di sekolah tempatnya mengajar? Eh, Kenapa Kaiden mengikut sertakan Lenora dan Angel di daftar orang yang dekat dengannya? Mereka bahkan masih dikategorikan remaja baru gede yang tidak mungkin bersanding menjadi pasangannya bukan?

⊂◉‿◉つ Puppy Love  ⊂◉‿◉つ

⊂◉‿◉つ Bab 15
⊂◉‿◉つ ditulis oleh Tslnica_

[05] Puppy Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang