⊂◉‿◉つ Puppy Love ⊂◉‿◉つ
Lenora menatap Angel dengan tatapan bertanya. “Kita samperin jangan?”
Angel membalas dengan cepat, “samperinlah! Kok bisa cowok gue sama Pak Kaiden? Kita kudu tanyain kalo perlu interogasi sampe tuntas! Ayo! Buruan samperin!” Angel menarik Lenora untuk segera mendekati meja dimana ada Kaiden dan Aldo, pacarnya Angel.
“Kebetulan banget ketemu di sini. Duduk sini,” ucap Aldo sambil menepuk kursi di sampingnya, mengisyaratkan kepada Angel untuk duduk di sana.
Angel segera duduk di samping Aldo dan disusul dengan Lenora yang duduk di samping Kaiden, satu-satunya kursi yang tersisa di meja itu.
“Kok di sini? Kenal guru aku dari mana?” tanya Angel tanpa basa-basi kepada Aldo, sedangkan yang ditanyai pun langsung menatap Angel dengan tatapan heran. “Ha? Kaiden guru kamu?” tanya Aldo.
Angel merengut kecil sambil menggembungkan pipinya yang mana membuat Aldo gemas ingin mencubit pipi pacarnya itu. “Iyalah! Kamu lupa ya waktu itu aku minta ajarin kerjain PR Matematika aku trus aku curhat kalo nama guru Matematika aku itu Pak Kaiden? Kok lupa sih?” ucap Angel mengomeli Aldo.
Aldo, bukannya takut karena dimarahi oleh Angel malah gemas. Menurutnya Angel ini sangat lucu apalagi jika mencoba terlihat galak di depannya yang malah jatuhnya tuh menggemaskan di mata Aldo. Alhasil, ia pun mengusap lembut kepala Angel yang membuat gadis itu merona malu.
“Gemes banget sih. Maaf, ya. Aku lupa soalnya aku kira yang namanya Kaiden tuh banyak enggak cuma temen aku. Nah, karena ketemu di sini, yaudah aku kenalin aja. Dia Kaiden Zaferino, temen SMA aku dulu sekarang sih katanya ngajar di SMA kami dulu cuma aku enggak expect bakal jadi guru kamu. Kamu juga enggak bilang nama sekolah kamu ke aku, jadi aku enggak tau kalo kamu muridnya temen aku, maaf ya.” Aldo menjelaskan kepada Angel.
Angel mengangguk kecil dan menepis tangan Aldo di atas kepalanya. Ia malu apalagi dilihat oleh Kaiden yang notabenenya adalah gurunya di sekolah. Kalau hanya Lenora yang melihat ya Angel takkan merasa malu, tapi ini ada Kaiden. Malulah dia.
“Ekhem. Lo lupa ya sama bocah yang dulu kita tolongin di depan minimarket? Dia tuh Lenora,” ucap Kaiden sambil menunjuk ke arah Lenora yang duduk di sampingnya. Aldo langsung menatap Lenora dengan tatapan takjub.
“Ha? Seriusan? Duh, kamu dulu padahal kecil banget sampe natap kami kayak takut gitu. Mana inget banget dulu kamu tuh nangis trus dikasih permen sama Kaiden baru deh diem,” ucap Aldo.
Lenora yang mengingatkan masa kecilnya itu pun langsung merona malu. Ia menundukkan kepalanya hingga membuat surainya terkulai menutupi wajahnya. Kaiden yang melihat itu menahan kening Lenora dan kemudian mengangkatnya agar Lenora menatap mereka dan tak menunduk.
Lenora menatap Kaiden dengan tatapan malu bahkan pipinya memerah hingga ke telinga. Netranya membulat seolah-olah tak ada objek apapun selain Kaiden di depannya saat ini. Kaiden mengambil helai rambut Lenora dan menyelipkannya ke telinga gadis itu.
“Nah, gini jadinya enggak nutupin muka. Biar keliatan cantiknya,” ucap Kaiden memuji Lenora yang mana membuat gadis itu merona semakin merah.
Angel melongo melihat dan mendengarnya. Ia sekarang tahu kenapa Lenora susah sekali disuruh move on, rupanya Kaiden ini selain tak peka juga sangat handal dalam membuat baper anak orang. Bahaya juga ya si Kaiden ini.
“Duh, Den. Anak orang sampe merah gitu mukanya. Malu tau,” ejek Aldo.
Kaiden menggeleng kecil dan bertanya kepada Lenora, “malu ya?” Lenora menggigit pipi bagian dalamnya dan kemudian menjawab dengan nada gugup, “e—enggak kok.”
“Oke. Eh, kalian kok bisa ada di sini? Mau ngerjain tugas ya?” tanya Kaiden kepada Lenora juga Angel.
Lenora menggeleng kecil dan Angel menjawab, “mau nongkrong aja, Pak. Eh, Bapak kok tadi enggak ada di sekolah? Katanya ada urusan gitu kok sekarang malah di sini? Bolos kerja, ya?”
Kaiden menggeleng dan menjawab, “tadinya mau disuruh ikut sosialisasi guru khusus guru Matematika gitu ke luar kota, tapi tiba-tiba aja panitianya bilang dibuat daring aja, jadinya via zoom doang. Mau balik ke sekolah juga udah jam pulang juga, yaudah deh gitu. Toh, juga udah dikasih izin sama Kepala Sekolah. Lagi satu, panggil Kak Kaiden aja, kita udah di luar jam sekolah.”
“Memang beda kelas ya, Pak Guru.” Aldo kembali mengejek Kaiden sampai pemuda itu menatapnya tajam. “Udah deh, Do. Gue tendang juga lo lama-lama,” ucap Kaiden kepada Aldo.
“Eh, masa guru begitu sih? Nanti diliat murid-murid lo trus ditiru lho. Guru tuh harus jadi panutan buat murid-muridnya,” balas Aldo.
“Lo juga orang dewasa, harusnya jadi contoh juga buat yang lebih muda. Kuliah selesaikan bener-bener bukannya malah nambah semester mulu,” balas Kaiden.
Aldo mendelik malas. “Iya deh yang udah lulus trus udah dapet kerjaan mah beda. Apalah daya gue yang masih belum lulus juga. Mahasiswa abadi gue mah,” ucapnya malas.
Angel yang mendengar itu terkikik geli dan kemudian pesanan Angel juga Lenora pun tiba di meja mereka. Rupanya pelayan tadi melihat kalau mereka pindah meja, maka pesanan mereka pun diantar ke meja Kaiden juga Aldo berbarengan dengan pesanan kedua pemuda itu.
“Makasih, Mas.” Kaiden mengucapkan terima kasih kepada pelayan yang membawa pesanan mereka. Usai pelayan itu pergi, Kaiden langsung meletakkan gelas milik Lenora ke depan gadis itu dan Aldo juga melakukan hal yang sama kepada Angel.
“Oh, ya. Kalian kali dikasih tugas sama Kaiden gitu suka kesulitan enggak? Biasanya tuh ya Matematika contoh yang dikasih sama guru sama Matematika tugas tuh suka beda jauh cara jawabnya padahal gurunya bilang sama aja rumusnya.” Aldo membuka pembicaraan.
“Aldo,” tegur Kaiden yang tak digubris oleh Aldo.
“Kak Kaiden ngajarin soal sama contoh sama kok. Kak Kaiden juga jelasinnya jelas banget dan mudah dimengerti,” ucap Lenora yang mencoba membela Kaiden.
Aldo menatap Lenora dengan tatapan bingung sebelum akhirnya tersenyum penuh arti. Ia paham apa yang dicoba dilakukan oleh Lenora.
“Ya kadang kalo ngasih kuis katanya soalnya dikit aja cuma lima, tapi satu soal tuh beranak-pinak.” Angel menambahkan. Lenora menatap Angel dengan tatapan tak setuju. “Enggak kok. Matematika tuh emang gitu,” ucap Lenora.
Angel menautkan alisnya heran. Aldo terkekeh kecil dan berkata, “kayaknya bakal ada calon penerus Kaiden jilid dua nih. Maniak Matematika.”
Lenora yang disebut demikian pun tanpa sadar malah merona malu. Ia senang disamakan dengan Kaiden, tapi tak menutup kemungkinan juga ia malu jika disebut begitu di depan Kaiden langsung. Ia takut kalau Kaiden risih. Ia melirik Kaiden dengan tatapan takut.
“Bagus kok. Matematika tuh ilmu pasti,” ucap Kaiden. Aldo yang mendengar itu langsung mendelik malas, “pasti apanya? Masa urusan X sama Y kudu kita yang selesain? Enggak bisa gitu mereka selesain sendiri?” balas Aldo kesal. Ia sejak dulu memang kemusuhan sekali dengan pelajaran Matematika.
“Tanya aja ke Rene Descartes.” Kaiden menjawab.
Angel menatap Kaiden dan bertanya, “dia siapa?”
“Rene Descartes adalah orang yang mencetuskan pengganti variabel X, Y Z dan yang lainnya pada tahun 1637 dalam bukunya yang berjudul ‘La Géométrie’ untuk merepresentasikan variabel yang tidak dikenal. Rene Descartes juga Matematikawan dari Prancis,” jelas Kaiden.
Angel dan Aldo langsung mendatarkan tatapannya mereka, berbeda dengan Lenora yang menatap Kaiden dengan tatapan kagum.
“Ini di luar lho, Den. Lo malah ngasih mereka materi begituan. Maniak Matematika emang lo!” ucap Aldo.
Kaiden mengangkat bahunya tak peduli. Lenora di dalam hati memuji betapa cerdasnya Kaiden bahkan di luar jam sekolah.
⊂◉‿◉つ Puppy Love ⊂◉‿◉つ
⊂◉‿◉つ Bab 21
⊂◉‿◉つ ditulis oleh girlRin
KAMU SEDANG MEMBACA
[05] Puppy Love ✔
Teen FictionStory 05. [ Puppy Love ] By : @girlRin @Tslnica_ ▪︎▪︎▪︎ Apa yang salah dengan jatuh cinta sama orang yang umurnya lebih tua daripada kita? Perbedaan umur hanyalah sebuah perbandingan angka yang takkan mengganggu bagaimana kamu mencintai seseorang...