[Kalimeris]

1.2K 112 80
                                    


- Inilah saatnya -


•○•


Mulut Gempa terbuka lebar, wajahnya melongo tak terima dengan pemikiran adiknya.

Ia menutup mulutnya, menggelengkan kepalanya pelan lalu menghampiri adiknya yangsedang tersenyum kearahnya.

Telapak tangannya terhenti pada surai adiknya, mengelusnya dengan penuh perhatian. 

"Hm, sayang sekali ya Ice. Adikku ini sangat tampan, namun sayang otaknya tidak mendukung" ucap Gempa penuh prihatin.

Ia sangat menyayangkan kepintaran adiknya, mungkin efek negatif dari pelatihan di negeri seberang yang terlalu berat.

Hilang sudah senyuman Ice, secara tidak langsung kakaknya itu mengatakan dirinya bodoh.

"Oh, Ice bodoh eh?" gumamnya pelan.

Gempa yang tak mendengar gumaman adiknya hanya memiringkan kepalanya, ia bahkan ikut menunduk untuk melihat wajah adiknya yang tertunduk kebawah.

"Ice ngomong apa?" Gempa masih mengusap rambut adiknya, seperti anak kecil yang sedang dipujuk oleh temannya.

Sekali gerakan, Ice mencengkram pinggang Gempa kuat lalu melemparnya ke atas seperti sedang menghibur anak kucing.

Gempa berteriak kencang, nyawanya seakan keluar dari mulutnya. 

Tak hanya sekali, adiknya itu terus menerus melemparnya keatas. Perutnya yang hanya berisi teh tadi sore pun, bergejolak ingin keluar melalui mulutnya.

"Icee! Stop, berhenti. A-aku ingin muntah" Gempa memukul kepala adiknya dengan sekuat tenaga sesaat ia berada di gendongan Ice.

Ice langsung menghindari pukulan kakaknya, cengiran miliknya ia perlihatkan pada Gempa yang tengah menahan pusing.

"Hahaha, tahu takut. Cepat ganti baju dan layani aku sampai 2 hari kedepan" Ice lalu menurunkan tubuh kakaknya.

Gempa menutup mulutnya, rasa ingin muntah masih menghantui perasaannya.

"Sialan Ice, adik tidak tahu sopan santun" gerutu Gempa pelan. 

Ia tak mau makiannya didengar oleh adiknya, sudah cukup ia menerima hukuman dari Ice.

Mengabaikan rasa malunya yang sudah menjera wajahnya, ia mulai melepaskan jubah hitam yang menyelimuti tubuhnya sejak tadi.

Ice menutupi sebagian wajahnya dengan tangannya, ia tak bisa menahan senyumannya ketika melihat kakaknya mulai melepaskan satu persatu pakaian yang dipakainya.

"Damn" Ice menelan ludahnya dengan sukar.

Sebelum melepaskan baju tidurnya, ia sempat melirik adiknya yang sedang rebahan di kasurnya dengan posisi menumpu kepalanya dengan lengannya.

Ia tak bisa melihat ekspresi adiknya, karena sang empunya menutupi wajahnya dengan tangan es miliknya.

Entah sejak kapan, Ice sudah merubah tangannya dengan kekuatannya.

"Apa, ingin aku bantu melepaskannya?" ujar Ice dengan suara yang merayu.

Gempa berjengit, ia menatap tajam wajah adiknya. "Diam dan tutup matamu, dasar mesum",

Tawa Ice semakin terdengar riang, menggoda kakaknya memang menyenangkan.

Menarik nafasnya pelan, tangan Gempa mulai membuka baju kaosnya. Memperlihatkan tubuhnya yang proposional dan langsing.

𝑩𝒆𝒏𝒕𝒂𝒍𝒂 | 𝘌𝘭𝘦𝘮𝘦𝘯𝘵𝘢𝘭 𝘗𝘳𝘪𝘯𝘤𝘦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang