[ Nararya ]

1.2K 111 9
                                    


- Apapun kata mereka,
kau yang kami muliakan -

•○•

Gempa mengerjapkan kelopak matanya beberapa kali, berusaha memfokuskan dirinya ketika dipandang begitu dekat oleh saudaranya.

Ice terkekeh pelan, ia sedari tadi telah menahan dirinya untuk tidak mencium kakaknya.

Entah kakaknya sadar atau tidak, sedari tadi tindakannya telah berhasil megikis pertahanan dirinya untuk tidak mengigit kedua pipi Gempa.

"Ehhhh, jangan dibunuh" pekik Gempa yang sedari tadi diam karna mencerna ucapan adiknya.

Pecah sudah tawa Ice, ternyata sedari tadi kakaknya diam untuk memprotes perkataannya.

Gempa mengembungkan kedua pipinya, kesal dengan adiknya yang sedang menjahilinya.

Melihat tawa adiknya, luntur sudah pertahanan Gempa untuk marah. Akhirnya, dia juga ikut tertawa.

"Gemgem kenapa bisa lucu banget sih?" Ice menggosok hidung Gempa dengan hidung mancungnya.

Merasa geli, Gempa mendorong kedua pundak Ice dengan sekuat tenaga.

Bukannya menjauh, Ice semakin gencar menggelitik leher kakaknya. Melampiaskan rasa gemasnya, Ice menggigit leher Gempa pelan.

"Jangan di gigit dong Ice, nanti ada bekas nya" keluh Gempa.

Ice menatap hasil gigitannya, senyuman licik terpantri diwajahnya.

"Tadi Gem mau janji apa?" tanya Ice selagi mengeratkan pegangannya.

Melupakan kekesalannya pada bekas gigitan adiknya, Gempa langsung menyodorkan kembali jari kelingkingnya.

"Janji sama Gem, kalau Ice engga laporin ke Ayah apalagi Abang Hali. Ihh serem" ujar Gempa.

Kalau Ayahnya pasti akan menuruti permintaan ataupun alasan yang ia buat, tapi masalah besarnya ada pada kakak sulungnya.

Di benaknya, sudah terbayang dengan jelas.

Ketika kakak sulungnya mengumpulkan semua perdana mentri, dan memenggal kepala mereka dengan pedang merah miliknya.

Belum lagi saudaranya yang lain, Gempa yakin mereka tidak akan membiarkan para perdana mentri meninggal dengan tenang.

Gempa tidak mau itu terjadi, cukup untuk pelayan yang menggosipinya.

"Ayolah Ice, nurut sama Gemgem yah?" pinta Gempa dengan mata yang membulat besar.

Tak mau terkena bujuk rayuan saudaranya, Ice mengalihkan pandangannya ke samping.

Tidak ingin melihat wajah penuh harap dari kakaknya, jurus itu selalu berhasil padanya sejak mereka kecil.

Tak mau kalah, Gempa terus menatap adiknya kemanapun arah pandangannya.

Ice ke kanan, maka ia juga ke kanan.
Ke kiri, ia juga ke kiri.

Terus begitu berulang kali, hingga membuat arah terbang Frostine menjadi goyang.

"Gem jangan banyak gerak, kalau Gem jatuh nanti kepalaku dipenggal Abang Hali" pekik Ice selagi menyeimbangkan laju terbang hewan spritualnya.

Menghiraukan peringatan adiknya, Gempa tetap kekeuh dengan pendiriannya. "Janji dulu",

Ice menghela nafasnya, "Baiklah baiklah, tapi ada syaratnya",

"Syarat?" beo Gempa, ia memiringkan kepalanya.

Ice menelan ludahnya dengan kasar, sungguh menggoda iman batas keiimutan.

"Gem harus menang lawan Ice, kalau Gem menang berarti Ice akan diam" tantang Ice selagi tersenyum.

𝑩𝒆𝒏𝒕𝒂𝒍𝒂 | 𝘌𝘭𝘦𝘮𝘦𝘯𝘵𝘢𝘭 𝘗𝘳𝘪𝘯𝘤𝘦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang