Dalam kegelapan malam, Faraz terbangun dengan mata terbelalak. Dia melihat sekelilingnya dan menyadari ada keributan di sekitar hutan. Orang-orang berlalu-lalang dengan cepat, terlibat dalam pertarungan yang sengit.
Detak jantung Faraz berdegup kencang di dadanya saat suara tembakan bergema di udara malam. Kilatan cahaya dari tembakan membuatnya terkejut.
Dengan hati-hati, dia memperhatikan seorang anak laki-laki yang tampak mirip dengannya dari jarak yang jauh. Rasa ingin tahu memenuhi pikirannya, dan dia merasa terdorong untuk mendekat dan melihat lebih lanjut.
Semakin dekat dia mendekat, semakin jelas dia melihat sosok seorang wanita yang berdiri di samping anak laki-laki itu.
Dia merasakan kehangatan saat melihat wanita itu, dan dalam hatinya, dia yakin bahwa itu adalah ibunya.
Dengan harapan yang membara, Faraz melanjutkan langkahnya dan mendekati mereka dengan hati-hati. Saat dia semakin dekat, dia mendengar suara anak laki-laki itu memanggil, "Ibu, aku takut!"
Wanita itu tersenyum lembut, mencoba menenangkan anak laki-laki tersebut. "Jangan khawatir, sayang. Ibu akan selalu melindungi mu."
Namun, tiba-tiba, suara tembakan yang keras terdengar dan mengenai tubuh wanita itu. Hatinya terasa seperti berhenti berdetak, dan rasa takut melanda dirinya. Dia berusaha berteriak, tetapi suaranya tercekik dan tidak keluar dengan jelas.
Namun, saat itu juga, Faraz terbangun dari tidurnya dengan teriakan dan keringat dingin menutupi tubuhnya. Dia merasa lega melihat bahwa semuanya hanya mimpi.
Napasnya terengah-engah saat dia mencoba menenangkan dirinya sendiri. Namun, ketakutan dan kecemasan masih menghantuinya.
Fauzul, ayah angkat Faraz yang berusia 57 tahun, masuk ke dalam kamar faraz dengan wajah penuh kekhawatiran. Dia melihat Faraz yang tampak ketakutan dan segera mendekatinya.
Dengan penuh perhatian, Fauzul meraih tangan gemetar Faraz dan bertanya, "Apa yang terjadi, Faraz? Kenapa kamu begitu ketakutan?"
Faraz menatap mata Fauzul, suaranya gemetar saat dia menceritakan mimpi menakutkan yang baru saja dialaminya.
Dia menjelaskan tentang mimpi yang menghantui tidurnya, suara tembakan yang mengenai tubuh wanita yang menurutnya adalah ibunya. Fauzul mendengarkan dengan penuh perhatian.
Faraz: "Aku bermimpi tentang tembakan, Abi. Aku melihat ibu terkena tembakan di dalam mimpi itu. Aku sangat takut."
Fauzul menghela nafas dalam-dalam saat mendengar penjelasan Faraz. Dia duduk di samping Faraz, memegang tangannya dengan lembut. Air mata mengintip di sudut matanya saat dia berbicara, suaranya penuh dengan kelembutan dan rindu.
"Sarfaraz Zahir," bisik Fauzul dengan suara yang hampir tak terdengar. "Setiap kali Abi memanggilmu dengan nama itu, Abi merasakan kehadiran anakku yang sedang merantau dan belum pulang sampai sekarang. Aku merindukannya setiap hari, tidak tahu apakah dia masih hidup atau tidak."
Isak tangis Fauzul memenuhi udara, mencerminkan luka yang mendalam di hatinya. Dia melanjutkan, "Ketika sapi Abi menemukanmu di gua, terluka dan lemah, hati Abi terguncang. Abi melihatmu seperti anak yang tersesat, yang perlu ditemukan dan dirawat."
Fauzul menghapus air mata yang mengalir di pipinya, lalu melanjutkan dengan nada lembut. "Jika orangtuamu masih hidup dan kamu tahu di mana mereka, Abi akan mengantarmu kembali kepada mereka. Abi bukan ayahmu, tapi Abi ingin memberikanmu kasih sayang dan keamanan yang seharusnya kamu miliki."
Penuh harapan, Fauzul menatap Faraz. Dengan lembut, Fauzul bertanya, "Faraz, bagaimana dengan ingatanmu? Apakah kamu sudah mengingat masa lalu mu? Ketika Abi menemukanmu lima tahun yang lalu, Abi memperkirakan usiamu sekitar lima tahun. Apakah itu benar? Entahlah. Mungkin sekarang usiamu sudah sepuluh tahun."
KAMU SEDANG MEMBACA
FARAZ
RandomCerita ini mengisahkan tentang seorang anak laki-laki bernama Faraz yang terbangun dari mimpi menakutkan. Dia bercerita kepada ayah angkatnya, Fauzul, tentang mimpi tersebut dan pertanyaan-pertanyaan yang menghantuinya. Mereka berdua mencoba mencari...