BAB 7 : PENDAFTARAN DI SEKOLAH ZELEMENTECH

216 189 8
                                    

Minggu berikutnya, di pagi hari yang cerah, Faraz sudah berpakaian rapi dan siap untuk mendaftar. Senyum bahagia menghiasi wajahnya saat melihat dirinya yang rapi di cermin.

Ketika Faraz keluar dari kamarnya, Fauzul tersenyum bangga melihat wajah Faraz yang begitu bersemangat. Dengan semangat, Faraz berkata, "Ayo kita pergi, Abi. Aku sudah siap."

Fauzul memandang Faraz dengan perhatian, matanya terfokus pada wajah Faraz yang penuh keyakinan. "Apakah semua berkasnya sudah siap?" tanya Fauzul dengan suara lembut. Faraz menjawab tanpa ragu, "Tentu saja sudah, Abi."

Fauzul mengangguk puas, namun kemudian dia menanyakan tentang proyek yang harus dibawa oleh Faraz.

Wajah Faraz tiba-tiba terlihat panik, dan tanpa sadar, dia menepuk jidatnya. "Astaga, hampir saja aku lupa mengambil barang tersebut," ucapnya dengan suara lega. "Syukurlah Abi mengingatkanku."

Mereka berdua naik motor dan melaju dengan semangat menuju pelabuhan tempat pendaftaran.

Sesampainya di sana, pandangan mereka tertuju pada empat kapal besar yang gagah berjejer, dengan nama-nama Blizzardtech, Zelementech, Shadetech, dan Volttech yang terpampang di sisi kapal. Kerumunan orang memenuhi area tersebut, menciptakan suasana yang hidup.

Fauzul, yang melihat kerumunan tersebut, merasa perlu untuk melanjutkan pekerjaannya di kebun. Dia memberitahu Faraz bahwa dia bisa meneleponnya jika sudah selesai.

Sebelum Fauzul pergi, dia memberikan sebuah amplop tebal kepada Faraz. Wajah Faraz terlihat bingung, namun Fauzul dengan bijak membisikkan bahwa itu adalah uang untuk pendaftaran Faraz.

Faraz tersenyum dengan penuh rasa terima kasih, dan Fauzul membalas senyuman tersebut sebelum pergi. Dengan hati yang penuh semangat dan rasa syukur, Faraz memasuki tenda besar yang bertuliskan Zelementech. Dia duduk di kursi antrian, menunggu dengan penuh antusiasme.

Setelah setengah jam berlalu tanpa gilirannya tiba, Faraz merasakan kegabutan mulai mengisi pikirannya. Dia merasa gelisah dan ingin mengisi waktu dengan sesuatu yang bermanfaat.

Dengan hati yang tenang, dia memulai zikir dengan penuh khushu', mengucapkan kalimat-kalimat pujian kepada Allah. Suaranya yang lembut dan khidmat, membawa ketenangan dan kedamaian dalam hatinya.

Setelah dua jam menunggu dengan sabar, Faraz akhirnya dipanggil oleh seorang pria yang mengenakan seragam satpam dengan nametag "Fayyad" dari sekolah Zelementech.

Pria itu mendekati Faraz dengan senyuman hangat di wajahnya. Dengan ramah, dia memberitahu Faraz bahwa gilirannya telah tiba.

Hatinya berbunga-bunga dengan kebahagiaan, dan dengan cepat, Faraz mengambil tasnya dan melangkah menuju tirai yang mengarah ke ruangan berikutnya.

Ketika memasuki ruangan yang tenang, Faraz melihat seorang pria yang berjanggut putih duduk di depannya. Pria itu memancarkan aura kebijaksanaan yang terpancar dari matanya yang bijak.

Dengan senyuman yang ramah, pria itu menyambut Faraz, menunjukkan sikap yang penuh keramahan dan kehangatan. Faraz dengan sopan mengucapkan salam, "Assalamu'alaikum."

Pria itu menjawab salam Faraz dengan penuh kehangatan, "Wa'alaikumussalam. Silakan duduk," sambil menunjukkan kursi kosong di depannya.

Faraz dengan sikap yang tertib dan rapi langsung duduk di kursi tersebut. Pria tersebut memperkenalkan dirinya sebagai Hibban dan melanjutkan dengan bertanya dengan ramah, "Siapa namamu?"

Faraz dengan bangga menjawab, "Namaku Faraz, Sarfaraz Zahir." Hibban tersenyum dan memberikan pujian, "Nama yang bagus." Senyuman terpancar dari wajah Faraz, memperlihatkan kebahagiaan dan rasa percaya diri yang membara di dalam hatinya.

FARAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang