Faraz keluar dari tenda pendaftaran yang dipenuhi oleh siswa-siswa yang sibuk mengantri.
Ia memilih untuk duduk di luar, mencari tempat yang tenang untuk merenung sejenak. Dengan mata yang penuh harapan, ia melihat sekelilingnya.
Suara tawa dan obrolan gembira siswa-siswa mengisi udara, menciptakan suasana yang hidup di sekitarnya.
Tiba-tiba, ponsel Faraz berdering. Ia yakin itu adalah panggilan dari ayah angkatnya, dan saat ia memeriksa ponselnya, benar saja.
Faraz dengan gembira mengangkat panggilan tersebut dan menyapa, "Assalamu'alaikum, Abi."
"Wa'alaikumsalam, Faraz," jawab Fauzul dengan hangat. "Bagaimana pendaftarannya? Semuanya lancar?" lanjut Fauzul dengan penuh perhatian.
"Alhamdulillah, Abi. Semuanya berjalan lancar," jawab Faraz dengan senang hati. "Aku sudah mendapatkan informasi yang diperlukan dan sekarang sedang duduk di luar tenda pendaftaran."
Fauzul merasa lega mendengar kabar baik tersebut. "Alhamdulillah. Oh ya, Faraz, Abi sudah di luar dan siap menjemputmu. Ayo, cari Abi di depan."
Faraz melihat ke depan, mencari Abinya, namun tidak melihatnya. Dengan bingung, Faraz bertanya, "Di mana Abi?"
Fauzul menjawab dengan penjelasan, "Maaf, Faraz. Abi tidak bisa masuk karena banyak orang di pelabuhan. Datanglah kemari."
Faraz pun langsung memutuskan teleponnya dengan mengucapkan salam dan bangkit dari tempat duduknya.
Faraz berjalan di tengah kerumunan yang semakin padat, merasakan dirinya terjebak di tengah orang-orang yang semakin banyak.
Ia merasa terhimpit dan kesulitan untuk berjalan dengan lancar. Namun, semangatnya tidak surut.
Faraz tetap gigih berusaha melangkah maju, memutar tubuhnya di antara orang-orang yang bergerak di sekitarnya.
Dalam kerumunan yang ramai, tiba-tiba Faraz secara tidak sengaja menabrak seseorang. Ia buru-buru meminta maaf dengan wajah yang penuh penyesalan.
Orang yang ditabrak awalnya menunduk, tetapi kemudian mengangkat kepalanya dan menatap Faraz dengan tatapan tajam.
Faraz, dengan rasa terkejut yang terpancar jelas di wajahnya, bertanya dengan penasaran, "Jasper? Apa yang kau lakukan di sini?"
Jasper menatap Faraz dengan ekspresi sinis, dan jawabannya singkat, "Itu bukan urusanmu." Raut wajah Faraz berubah menjadi bingung.
Ia ingin tahu apa yang sedang dilakukan oleh Jasper di pelabuhan ini, namun Jasper jelas tidak ingin berbagi informasi lebih lanjut.
Meskipun penasaran, Faraz memutuskan untuk menghormati privasi Jasper dan tidak bertanya lebih lanjut.
Jasper, dengan nada yang sedikit ketus, bertanya balik, "Seharusnya aku yang bertanya mengapa kau ada di sini." Faraz memilih untuk tidak menjawabnya.
Sambil melihat kapal-kapal sekolah teknologi yang berlabuh di pelabuhan, Jasper berkata dengan nada merendahkan, "Hmm, kau diterima di sekolah teknologi ya? Pasti kau tidak masuk di sekolah Shadetech, soalnya aku tidak melihatmu di sana."
Faraz menjawab dengan rasa bangga, "Tentu saja." Jasper tersenyum sinis dan menambahkan, "Asal kau tahu, Faraz, dari sekian banyaknya sekolah teknologi, cuma Shadetech yang terbaik."
Faraz tidak terpengaruh dengan komentar sinis Jasper. Dia ingin menunjukkan keyakinannya bahwa sekolah teknologi tempatnya belajar juga memiliki keunggulan.
Namun, sebelum Faraz dapat menjawab lebih lanjut, Jasper terlihat jengkel dan berkata dengan nada tajam, "Sudahlah, Faraz. Kau selalu merasa paling hebat, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
FARAZ
AcakCerita ini mengisahkan tentang seorang anak laki-laki bernama Faraz yang terbangun dari mimpi menakutkan. Dia bercerita kepada ayah angkatnya, Fauzul, tentang mimpi tersebut dan pertanyaan-pertanyaan yang menghantuinya. Mereka berdua mencoba mencari...