BAB 16 : ANTARA CANDA DAN TAWA

96 77 6
                                    

Tiba-tiba, dalam kegelapan, Altair mendengar suara langkah kaki yang semakin dekat. Hatinya berdebar-debar karena dia tidak tahu siapa yang datang.

Namun, saat cahaya kembali menyinari jalanan, Altair melihat sosok dengan rambut pirang yang terkenal. Dia langsung mengenali orang itu sebagai Faraz.

Dengan senyum lebar, Faraz berkata, "Aku hanya bercanda, Altair!" Altair pun merasa lega dan tertawa bersama Faraz.

"Kamu memang selalu bisa membuatku tertawa, Faraz. Tapi jujur, kalau kamu sedang ngambek, rasanya sangat ngeselin. Pengen tak pukulin wajahmu!" kata Altair sambil tertawa.

Faraz hanya mengangkat bahu dan tersenyum. Dia mengajak Altair untuk pulang. "Ayo, kita pulang," ucap Faraz.

Namun, Faraz terkejut saat Altair mengatakan bahwa Fauzul sudah pulang lebih dulu. "Kok Abi tidak memberitahuku?" tanya Faraz bingung.

Altair menggelengkan kepala. "Tadi aku melihat Abi pulang bersama Pak Zuhair. Mungkin mereka ada urusan penting," jelas Altair. Faraz mengerti dan berkata, "Oh, begitu ya."

Mereka berdua melanjutkan perjalanan pulang dengan penuh canda dan tawa. Semua kesalahpahaman pun terlupakan, dan mereka kembali menikmati momen kebersamaan yang penuh semangat.

Setelah sampai di rumah, Faraz dan Altair berpamitan di lorong kompleks. Faraz melanjutkan perjalanan ke rumahnya sendiri.

Setelah sampai di rumah, Faraz memberi salam kepada Fauzul dengan senyum yang hangat, dan Abi membalas sapaan tersebut.

Namun, Faraz melihat sebuah koper yang terletak di samping meja. Rasa penasaran pun muncul dalam pikirannya.

"Abi, mau kemana? Kenapa ada koper di sini?" tanya Faraz dengan rasa ingin tahu yang tak terbendung.

Fauzul, yang awalnya terkejut dengan pertanyaan tersebut, menjawab dengan sedikit kebingungan, "Hah? Abi tidak mau kemana-mana, kan sudah malam."

Faraz tertawa kecil melihat reaksi Fauzul yang bingung. Dia semakin penasaran dengan koper tersebut dan terus menatapnya dengan rasa ingin tahu yang semakin besar.

"Terus, itu koper untuk apa, Abi?" tanya Faraz dengan wajah penuh rasa penasaran. Fauzul, yang masih terpaku menatap televisi, akhirnya mengalihkan pandangannya ke arah koper.

Dia terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab dengan bijaksana, "Oh, itu pemberian dari Pak Zuhair. Dia memberikan koper ini untuk sekolahmu minggu depan."

Faraz terkejut mendengar penjelasan Fauzul. Dia merasa senang dan berterima kasih kepada Pak Zuhair.

"Pak Zuhair memang sangat baik. Selalu memberikan hadiah dan perhatian padaku. Aku bingung harus membalasnya dengan apa," kata Faraz sambil menghela nafas.

Fauzul mengangguk setuju sambil mengagumi tetangga mereka yang luar biasa, Pak Zuhair.

"Betul, Faraz. Pak Zuhair memang orang yang luar biasa. Dia selalu memberikanmu hadiah di ulang tahunmu atau di hari-hari istimewa lainnya. Kamu beruntung memiliki tetangga seperti Pak Zuhair," kata Fauzul sambil tersenyum.

Faraz mengangguk setuju, senyumnya semakin lebar. "Aku benar-benar bersyukur memiliki tetangga seperti Pak Zuhair. Dan yang aneh, dia belum menikah. Padahal, dari segi penampilan, Pak Zuhair sudah tampan, ramah, dan sukses. Perempuan mana yang tidak tertarik?" ujar Faraz sambil tertawa.

Fauzul tertawa mendengar komentar Faraz. "Ya, memang benar. Pak Zuhair adalah sosok yang sangat baik dan mengagumkan. Tapi, Faraz, kita harus ingat bahwa tidak baik membicarakan orang lain, terutama menjelang bulan suci Ramadan. Kita harus menjaga sikap dan ucapan kita."

FARAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang