BAB 8 : PERJUANGAN FARAZ UNTUK MEMBUKTIKAN KEMAMPUANNYA

221 181 10
                                    

Faraz merasa sedikit bingung karena dia belum pernah bertemu dengan orang itu sebelumnya. Namun, dengan senyum ceria, Hibban memberikan saran kepada Zayden, "Mungkin kamu bisa pergi ke lapangan sekarang, Techlegacy Zayden. Kamu tidak mau terlambat menjalankan tugasmu sebagai CyberCoQ kan?" Barulah Faraz menyadari bahwa nama remaja itu adalah Zayden.

Zayden menjawab dengan bangga, "Aku adalah seorang TechLegacy. Aku bisa saja datang terlambat." Dengan sikap yang tegak dan penuh kebanggaan, Zayden merapikan pakaiannya.

Ia kemudian memberi perintah kepada Hibban, "Hibban, tolong tinggalkan kursi ini. Aku yang akan mengurusnya sebagai TechLegacy." Tanpa ragu, Hibban berdiri dan menjawab, "Tapi, techlegacy bi.."

Zayden memotong pembicaraan Hibban dan bertanya, "Apakah salah seorang TechLegacy mengenal seorang calon siswa baru?" Hibban terdiam, tidak tahu harus menjawab apa.
Zayden menatap wajah Faraz dengan tajam, dan tiba-tiba ekspresi wajahnya berubah.

Dengan rasa ingin tahu yang besar, Zayden bertanya, "Siapa namamu?" Faraz dengan tegas menjawab, "Namaku Faraz, Sarfaraz Zahir." Zayden mengangguk dan berkata, "Baiklah, Zahir sep..."

Namun, Faraz memotong dan berkata, "Panggil saja aku Faraz." Zayden langsung menatap tajam Faraz dan menjawab, "Terserah, aku akan memanggilmu dengan nama apa pun yang kumau."

Zayden melihat sebuah berkas di meja dan langsung mengambilnya. Dengan penuh rasa ingin tahu, ia menunjukkan berkas tersebut kepada Faraz dan bertanya, "Apakah ini berkasmu?" Faraz mengangguk sebagai jawaban.

Zayden memeriksa berkas tersebut dan fokus pada salah satu dokumen yang menyatakan bahwa Faraz adalah anak angkat.

Tanpa ragu, Zayden bertanya pada Faraz, "Apakah orang tuamu menjualmu?" Faraz menggelengkan kepala dan menjawab dengan sedih, "Orang tuaku membuangku di gua."

Mendengar itu, senyum Zayden berubah menjadi senyum miring saat ia berkata, "Jadi, kamu bukanlah anak yang mereka inginkan, atau mungkin kamu adalah anak haram."

Emosi Faraz seketika memuncak, dan ia bangkit dari kursinya sambil beristighfar. Hibban terkejut melihat reaksi Faraz yang begitu kuat.

Zayden, tanpa merasa bersalah sedikitpun, segera berkata, "Aku hanya bercanda, ini karena pengaruh novel yang aku baca."

Zayden melihat bahwa Faraz masih berdiri, lalu mengisyaratkan agar Faraz duduk dengan tangannya. Faraz langsung menuruti dan duduk kembali.

Zayden meletakkan berkas kembali dan pandangannya langsung tertuju pada sebuah benda. Ia bertanya apakah itu adalah proyek milik Faraz. Faraz mengangguk sebagai jawabannya. Zayden mengambil proyek tersebut dan berkomentar, "Ini sampah."

Suara ejekan Zayden membuat Faraz merasa marah.
Zayden yang melihat ekspresi wajah Faraz langsung berkata, "Apakah ada yang salah? Bukankah ini memang sampah?"

Faraz mengakui bahwa memang itu adalah sampah, lalu dengan tegas menjawab, "Lebih tepatnya, ini adalah green tech bin." Zayden balas menjawab, "Terserah, aku mau menyebutnya apa, entah itu sampah atau tong sampah, itu terserah saya."

Dalam hati, Faraz merenung tentang betapa kata-kata Zayden bisa begitu menyakitkan. Ia berharap Zayden bisa lebih peka dan memikirkan dampak dari kata-katanya sebelum mengucapkannya.

Zayden segera bertanya apakah proyek tersebut sudah diuji coba. Faraz mengangguk sebagai jawabannya. Zayden ingin mencoba sendiri apakah benda tersebut hanya seperti tempat sampah biasa atau tidak.

Ia mengambil sebatang permen karet dari saku seragamnya, membuka kemasannya, memakan permen itu, dan membuang sampahnya ke dalam green tech bin tersebut.

FARAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang