Hari yang melelahkan, namun cukup memberi rasa lega yang mendalam untuk Riana. Ia berhasil mendapatkan tiga potong pakaian milik pamannya—cukup untuk Ivander, pikirnya, setidaknya ia bisa berganti pakaian beberapa kali. Setelah memastikan penjaga gerbang tidak lagi memperhatikannya, Riana segera menoleh ke kanan dan kiri, mencari sosok Ivander sambil menunggang kuda dengan pelan. Tiba-tiba, bayangan laki-laki itu mencuri pakaian pamannya melintas di pikirannya. "Tidak! Tidak mungkin dia melakukan hal itu," Riana berujar sambil menggelengkan kepala, berusaha menghapus bayang-bayang itu dari benaknya.Mata hijaunya berkeliling, mencari sosok Ivander. Ia tidak berniat untuk segera pulang, melainkan berencana mengajak Ivander pergi ke pasar untuk membeli beberapa bahan makanan tak lupa daging yang segar.
"Kau mencariku?" Suara lembut yang tiba-tiba muncul dari sisi kiri Riana, tidak membuatnya terkejut. Kehadirannya terasa halus, seolah sudah dinantikan.
"Dari mana saja, kau? Aku sudah mencarimu!"
"Aku tidak pergi ke mana-mana. Bukankah kau menyuruhku untuk menunggumu di luar?"
Riana mengangguk. "Aku sudah mendapatkan pakaianmu, tapi kita tidak akan segera pulang."
"Kau ingin pergi ke suatu tempat?"
Riana kembali mengangguk. "Aku akan pergi ke pasar. Ada beberapa bahan makanan yang harus aku beli, termasuk daging."
"Kau tidak perlu membelikanku daging," ucap Ivander.
"Siapa yang akan membelikannya untukmu? Itu untukku!" Riana dengan tegas menekankan ucapannya di satu kata terakhir yang membuat Ivander tertawa.
Ivander baru menyadari betapa lamanya ia tidak tertawa dengan begitu santai. Dalam empat tahun terakhir, ia selalu terjebak dalam urusan yang bersinggungan dengan kematian, bahkan ia telah kehilangan rasa takut terhadapnya. Baginya, tidak ada lagi alasan untuk mempertahankan hidup, terutama setelah melihat orang-orang tercintanya pergi meninggalkannya.
"Malam ini, kau mau makan apa?" tanya Riana, memecahkan lamunan Ivander.
"Kau mau makan apa?" balas Ivander, berbalik bertanya.
"Itu pertanyaanku!"
"Baiklah, apa pun itu aku bisa memakannya."
"Kalau begitu aku akan masak empanada, kau suka?" tanya Riana yang mendapati anggukan dari Ivander.
"Tapi, aku tidak begitu yakin kalau uangku cukup membeli daging," tambahnya sambil tertawa kecil.
Empanada adalah pastri panggang yang berisi daging atau sayuran, biasanya berbentuk setengah bulan. Makanan ini cukup terkenal di kerajaannya dan sering ditemukan di kedai-kedai, meskipun sebenarnya empanada lebih umum dijumpai di musim dingin daripada di musim semi seperti sekarang.
****
Suasana pasar begitu ramai, dengan berbagai barang yang dijajakan rapi di sepanjang jalan. Dari kejauhan tampak kerumunan orang-orang saling berlalu-lalang dan berbincang, suaranya begitu riuh seolah sedang ada pertunjukan. Mereka sudah menempuh perjalanan cukup lama, hingga rasa lapar mulai menggerogotinya. Kedatangan Riana kemari hanya untuk membeli beberapa bahan makanan dan langsung kembali, tetapi sepertinya ia harus makan sesuatu, perutnya tidak bisa menahan rasa lapar lebih lama.
"Aku lapar, sepertinya kita harus mencari tempat makan," seru Riana sambil menoleh ke kanan dan kiri, mencari keberadaan kedai.
"Apakah ada tempat makan yang kau sukai?"
Riana menggeleng. "Aku belum pernah makan di tempat seperti ini."
"Apakah ini pertama kalinya bagimu?" tanya Ivander, menatap Riana dengan rasa ingin tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waiting For Lover (Menanti Kekasih)
RomanceDILARANG KERAS PLAGIAT⚠️ Senja kala itu menjadi awal pertemuan yang tak terduga, seolah takdir mengisyaratkan bahwa dialah Sang Penyelamat bagi Kesatria Barat. Sebagai satu-satunya yang tersisa, hatinya tergerak untuk memberikan pertolongan kepada s...