17 - Harvis George

10 2 0
                                    


Ketika Vilda mendapati kehadiran Victor di tengah perjamuan yang meriah itu, hatinya bergejolak. Segera, ia mendekatinya dengan langkah terburu-buru, meluapkan kemarahan yang terpendam. "Bagaimana kau dapat datang tanpa menyapa kembaranmu setelah hampir setahun aku tidak melihatmu?!"

Dengan tatapan yang masih penuh kekesalan, Vilda pun menanyakan perihal hubungan Victor dengan Belinda Montena, berharap mendengar penjelasan yang mendinginkan amarah. Namun, alih-alih mendapatkan kejelasan, jawaban Victor justru menambah bara di dadanya.

"Apa yang kau perbuat terhadap Nona Montena di belakangku?" Vilda menuntut, suaranya bergetar penuh emosi.

"Lebih baik kau tanyakan langsung padanya. Aku tidak merasa telah berbuat salah," Victor menjawab dengan ketenangan yang mengesalkan.

"Bohong! Seandainya kau tak berbuat salah, Nona Montena tidak mungkin menghadapiku dengan kemarahan," Vilda menyanggah, rasa curiga semakin membara di dalam hati.

"Mungkin dia tertarik padaku," ujar Victor dengan nada penuh percaya diri.

Mendengar perkataan itu, Vilda segera memukul bahu Victor dengan marah. "Perhatikan kata-katamu, Victor!"

"Apa yang perlu aku perhatikan? Lagi pula, aku tidak berbuat salah. Seharusnya dia berterima kasih padaku."

"Berterima kasih? Apa sebenarnya yang terjadi di antara kalian?" Vilda bertanya, kebingungan meliputi wajahnya.

"Jangan tanyakan padaku, sebaiknya kau tanyakan langsung kepada nona muda yang berada di sana," Victor menjawab, matanya mengarah ke Belinda yang dengan anggun menyesap segelas minuman anggur, tampak tak terganggu oleh keributan dua bersaudara yang terjadi di seberangnya.

Victor benar-benar mengabaikannya, bahkan secara terang-terangan meninggalkan Vilda yang masih berusaha mengungkapkan ketidakpuasannya. Dengan berat hati, Vilda terpaksa mengalah pada sifat keras kepala adiknya. Ia pun beranjak kembali menemui Riana, namun sahabatnya itu sudah tidak ada di tempat.

"Di mana Riana?" Tanya Vilda, manik birunya melirik ke sekeliling, berusaha menemukan sosok yang dicarinya.

Vilda terus mencari di aula pesta, namun tidak menemukan Riana di antara keramaian. Dengan rasa khawatir yang terus menggelora, ia melangkah keluar. Saat berkeliling, pandangannya tertuju pada seorang wanita bergaun hijau, serupa dengan gaun pesta yang dikenakan Riana. Wanita itu tampak anggun menari bersama seorang pria di dekat air mancur.

Saat mendekat, jantung Vilda berdegup kencang. Betapa terkejutnya ia ketika menyadari bahwa Riana baru saja berdansa dengan Harvis George. Pikirannya berputar dengan cepat, beberapa hari lalu Riana menceritakan tentang seorang pria yang ia selamatkan dan pria itu adalah kesatria barat, itu dapat disimpulkan bahwa pria yang Riana tolong waktu itu adalah Harvis George. Kabar mengejutkan itu membuatnya melupakan sedikit kekesalannya pada Victor, kembarannya.

Suara alunan musik dari dalam aula pesta terdengar sayup-sayup di telinga Riana, melangkah sangat hati-hati, merasakan getaran kegembiraan di dalam hatinya. Ini bisa dikatakan sebagai dansa pertamanya. Tubuhnya yang ringan seolah terangkat ke udara, menari mengikuti irama musik yang mulai mereda.

"Terima kasih atas ajakan anda, Tuan" ucap Riana, merasa lega karena kekhawatirannya akan membuat masalah saat berdansa tidak terjadi.

"Senang bisa berdansa dengan anda, Nona," balas Harvis dengan senyuman.

Setelah itu, mereka kembali duduk di tepi air mancur. Pandangan Riana mengarah ke aula pesta yang masih ramai, tetapi seketika terhenti saat melihat seorang wanita bergaun merah gelap dengan surai hitam mengkilap di balkon lantai dua. Wanita itu adalah sosok yang sempat menyita perhatiannya. Dengan cepat, Riana memutuskan pandangannya, namun jantungnya berdegup kencang saat manik matanya bertemu dengan Vilda, entah sejak kapan sahabatnya itu sudah berada di luar.

Waiting For Lover (Menanti Kekasih)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang