12 - Hari Libur

14 2 0
                                    


Hari ini, Ivander bertekad tidur sepanjang hari, rasa lelah yang terabaikan telah meluap. Tidur adalah pelarian yang ia dambakan, namun sinar matahari yang menelisik masuk lewat celah jendela seolah tak mengizinkannya untuk bermalas-malasan, mengusik ketenangan yang diidam-idamkannya. Begitu juga dengan kicauan burung saling bersahutan memenuhi telinganya, membangunkannya yang enggan beranjak.

Setelah peperangan berakhir, istirahat yang tenang seakan mustahil; pemberontakan masih menggema di sekelilingnya, diiringi suara pedang dan jeritan rakyat yang tak bersalah, memilukan. Wilayah Kerajaan Astoria yang sangat luas dan melimpah akan anugerah alam, menimbulkan rasa iri di beberapa kerajaan lain. Alih-alih mengurus rakyatnya untuk mencapai kesejahteraan, mereka justru memilih jalan peperangan, terpesona oleh hasrat akan kekuasaan yang tak kunjung padam.

"Hhh," Ivander menghela napas pendek, terduduk di atas ranjangnya. Dengan perlahan, ia mengerjapkan mata, menyadari bahwa sinar matahari telah menjangkau puncak langit, menandakan bahwa sudah tengah hari.

Dengan kesadaran yang belum terkumpul sempurna, Ivander bangkit dan melangkah mengambil segelas air, meneguknya dengan rakus. Tak lupa ia membasuh muka dan menyiapkan hidangan untuk makan pagi yang terlambat. Di tengah kesibukannya memasak, suara ketukan pintu yang keras menggema dari luar, sangat mengganggu!

"Ada urusan apa kau datang ke rumahku?!" tanya Ivander malas, menatap sosok yang mengetuk pintu rumahnya dengan kasar.

"Aku jenuh, dan ingin berkunjung ke rumahmu," jawab Galar, tanpa menunggu persetujuan pemilik rumah, langsung melangkah masuk dengan seenaknya.

"Kau tidak pergi ke rumah Jack?" tanya Ivander.

Galar menggeleng, "Dia sedang pergi bersama istri dan anaknya."

"Jika begitu, carilah wanita untuk menghibur dirimu."

"Dan bagaimana denganmu? Mengapa kau tidak mengunjungi kekasihmu itu?"

"Kekasih? Siapa?"

"Jangan berpura-pura tidak mengingatnya; jika kau bersikap demikian, aku akan merebutnya," ucap Galar, mengoloknya.

"Cih!" Ivander mendecak kesal.

"Apa yang kau masak? Baunya sangat enak!" seru Galar, kembali menyelinap ke dapur tanpa izin.

"Kau sungguh tak beradab!"

"Hey, bukankah aku ini saudaramu?"

"Siapa yang ingin menganggapmu sebagai saudara?" balas Ivander dengan nada penuh ejekan.

"Akhir-akhir ini, kau sering menunjukkan kemarahan padaku. Ketahuilah, ketika seseorang merindukan kekasihnya, ia bisa menjadi sangat menyebalkan."

"Bisakah kau menahan lidahmu? Jika kau terus mengucapkan omong kosong, aku tidak segan memotongnya!"

"Baiklah, baiklah," Galar mengangguk, menyerah, lalu mengambil alih dapur, melanjutkan memasak. Ternyata, hari libur yang diberikan kepada mereka tidak membawa kebahagiaan; mereka justru bingung harus melakukan apa. Kini, setelah kedua kesatria itu menghabiskan makanan, mereka bersandar sambil melamun, terhanyut dalam pikirannya masing-masing.

"Apa kau tidak memiliki sesuatu untukku?" tanya Galar.

"Sesuatu apa yang kau maksud?" balas Ivander.

"Perintah atau sesuatu yang serupa, aku merasa bosan," jawab Galar.

"Bagaimana jika pergi berburu?"

"Aku lelah jika harus menunggang kuda," sahut Galar dengan enggan.

"Lalu, apa yang kau inginkan?" tanya Ivander, sedikit kesal.

Waiting For Lover (Menanti Kekasih)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang