Setelah perjalanan panjang menembus hutan lebat, Ivander akhirnya tiba di ujung jalan. Ia turun dari kuda, melangkah pelan sambil menuntun kudanya yang lelah. Detak jantungnya berdenyut cepat, mengguncang ketenangan, menimbulkan sedikit keraguan untuk bertemu dengan Riana. Dari kejauhan, bangunan yang ia rindukan terlihat anggun di balik kebun yang melimpah. Sekelebat kenangan bersama gadis itu muncul, menggetarkan jiwanya.Tampak seorang pria paruh baya, membawa beberapa keranjang berisi hasil panen, meletakkannya di depan bangunan itu. "Siapakah dia?" tanya Ivander.
Dengan langkah yang sedikit terburu-buru, Ivander berusaha memastikan bahwa ia tidak salah menjejakkan kaki di Kota Zyra. Bangunan berbentuk rumah tinggal itu tidak berubah sama sekali, Ivander sangat yakin dengan ingatannya. Namun, sosok Riana tidak terlihat di mana pun di sekitar sana, hanya ada pria paruh baya itu yang saat ini sedang mengangkut beberapa keranjang buah ke atas gerobak. "Maaf saya mengganggu anda, Tuan, tapi apakah ini rumah anda?" tanya Ivander sopan.
Pria itu menoleh kepada Ivander, lalu menggelengkan kepalanya. "Aku hanya bekerja di sini. Apakah kau sedang mencari penginapan?" Penampilan Ivander tampak jelas menunjukkan bahwa ia baru saja menyelesaikan perjalanan yang panjang, terlihat dari raut wajahnya yang kelelahan. "Aku akan mengizinkanmu beristirahat sejenak di sini, tapi tidak dengan tinggal semalam. Setelah aku selesai bekerja, aku akan tunjukkan penginapan terdekat untukmu," ucapnya lagi, tanpa menunggu jawaban dari Ivander.
Ivander bisa melihat bahwa pria itu memang sedang sibuk bekerja, sepertinya ia baru saya memetik hasil panen di kebun. Ivander juga tidak menolak tawaran untuk beristirahat sejenak, dirinya benar-benar sangat kelelahan. Benar saja, baru beberapa saat ia terpejam, suara dengkuran halus mulai terdengar. Wajahnya yang lelah tampak tenang, seakan-akan semua pikiran yang selama ini mengacaukan benaknya tak pernah datang. Angin berhembus lembut seolah sedang menyanyikan lagu tidur untuknya, membuatnya semakin terlelap dalam damai yang menyelimuti.
"Bangunlah! Kau harus segera mencari penginapan sebelum gelap," seru pria itu, membangunkan Ivander dari tidurnya.
Entah sudah berapa lama Ivander tertidur, hingga matanya melihat semburat oranye senja sebagai pemandangan pertama, seolah menyapanya. Ia menoleh ke arah kudanya yang tampak segar, sedang memakan beberapa buah yang tampaknya diberikan secara cuma-cuma oleh pria itu. Keadaan rumah tidak berubah, masih tampak sepi tanpa ada tanda-tanda kehadiran Riana.
"Bersiaplah! Kita akan harus segera pergi!" serunya lagi, menyadarkan Ivander sepenuhnya dari rasa kantuk.
"Apakah anda akan mengantarkan saya ke penginapan terdekat?"
Pria itu mengangguk, dan kembali merapikan keranjang-keranjang di dalam gerobaknya sebelum ia dan Ivander meninggalkan rumah. Ivander tak tinggal diam melihat pria yang ada di depannya mendorong gerobak sendirian, ia menawarkan kudanya untuk membantu menarik gerobak. "Tuan, izinkan kuda saya membantu anda."
"Tidak perlu, aku bisa membawanya sendiri, lagi pula ini tidak berat," tolaknya.
Ivander mengerutkan dahinya, ia bisa melihat bahwa pria itu cukup kelelahan. Karena tawarannya ditolak, Ivander lalu membantunya dengan ikut mendorong gerobak dari belakang. Sebelum pria itu kembali menolak bantuannya, Ivander lebih dulu mengajaknya berbincang. Lebih tepatnya ia ingin segera mengetahui keberadaan Riana. "Tuan, apakah anda mengenal pemilik rumah itu?" tanyanya.
"Ya, dia adalah orang yang baik."
"Apakah anda tahu siapa namanya, sepertinya saya harus berterima kasih kepadanya karena sudah beristirahat sejenak di sana."
"Aku kurang mengenalnya, yang aku tahu namanya adalah Parlo Ramos, dia sangat sibuk jika kau ingin bertemu dengannya."
Parlo Ramos? Ivander kira yang akan disebutkan adalah nama Riana, tetapi nama asinglah yang terucap dari mulut pria itu. "Apakah rumah Tuan Ramos tidak jauh dari sini?" tanya Ivander, mencoba kembali mendapatkan kabar mengenai Riana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waiting For Lover (Menanti Kekasih)
RomanceDILARANG KERAS PLAGIAT⚠️ Senja kala itu menjadi awal pertemuan yang tak terduga, seolah takdir mengisyaratkan bahwa dialah Sang Penyelamat bagi Kesatria Barat. Sebagai satu-satunya yang tersisa, hatinya tergerak untuk memberikan pertolongan kepada s...