Matanya terpejam untuk waktu yang lama. Tangannya yang disimpan di balik punggung seolah menguatkan dirinya sendiri.
Semilir angin menerbangkan rambut berkilaunya yang memanjang hingga melewati alis.
Dia bisa merasakan suara langkah kaki yang kian mendekat. Membuatnya menghela napas sembari membuka mata.
Mata ungu safir itu menangkap seorang pria tua yang dibalut dengan setelah tuxedo. Membuatnya terlihat berwibawa.
"Duke of Airith sudah menunggu anda, Yang Mulia." Pria tua ini membungkukkan badannya di depan Kyle.
"Baiklah. Kita tidak boleh membuat Duke menunggu, kan?" Kyle berjalan melewati pria tua itu.
"Yang Mulia," panggilnya.
"Hm? Anda apa, Hans?" tanya Kyle hanya dengan menolehkan kepala.
"Apakah ... ada sesuatu yang sedang menganggu pikir anda?"
Kyle menarik senyumnya. Dia terkekeh sekaligus mendengus geli. "Kau memang kepala pelayan yang kompeten, Hans. Kau sangat peka," sanjungnya.
Kyle kembali menghadap lurus ke depan. Kelopak matanya sedikit turun. Tampak sayu sekarang.
"Aku merasakan, angin di barat berhembus sedikit lebih kencang." Kakinya kembali melangkah. "Aku punya firasat," monolognya.
Hans--kepala pelayan itu menyusul Kyle. Dia tetap berjalan mengekori Kyle. "Saya harap, firasat anda kali ini adalah sebuah pertanda yang baik, Yang Mulia."
Kyle menaikkan kepalanya. Jika bola hitam pekat yang hinggap di ranting pohon adalah cermin. Tentu saja, dia bisa melihat siluet dirinya sendiri di dalam mata burung gagak hitam di atas sana.
"Aku, juga berharap seperti itu," ucapnya. Tapi, sayangnya ... firasatku yang ini, adalah firasat buruk.
~~*~~
Iris matanya melebar juga gemetar. Killian membalikkan tubuhnya dengan cepat. Wajahnya berpaku pada Seanthasia.
Wanita itu pasti melihat wajah Killian yang tampak kacau karena deraian air mata yang tak kunjung surut.
Dan, Seanthasia tidak buta. Dia bisa melihat tubuh Ayah dan Ibunya yang hanya bersisa sebuah cangkang tanpa isi.
Bau menyengat dari penjara ruang bawah tanah itu semakin menusuk hidung. Bau amis mendominasi ruangan sempit ini.
Hati juga mata Seanthasia kian mendidih. Kepalanya naik menatap Killian. Dia memikirkan satu kata yang tepat untuk Killian. "Pembunuh," ucapnya.
Jantung Killian mencelos. Dia tidak menduga Seanthasia akan kembali ke mansion pada waktu yang tidak tepat seperti ini.
"Seanthasia, bukan seper-"
"Jangan sentuh aku dengan tanganmu itu, Killian." Sengaja atau tidak, sebutan Kakak tidak lagi disematkan pada nama Killian.
Bahkan sebelum tangan pria itu berhasil meraih Seanthasia. Dia sudah terlebih dahulu menepisnya.
"Kau jelas-jelas adalah pembunuh," ucap Seanthasia lagi dengan penuh penekanan di setiap katanya.
Mendengarnya, Killian seolah tidak peduli lagi dengan air mata yang tidak sempat ia seka. Alisnya dengan jelas tampak berkerut.
"Sudah aku bilang, ini tidak seperti yang kau pikirkan," kata Killian.
"Lalu apa?!" balas Seanthasia cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANGAN TERLALU MENYUKAIKU [END]
Fantasy[REINKARNASI KE DALAM NOVEL BL] Seanthasia sedari awal sudah bertekad untuk hidup damai tanpa memperdulikan para tokoh utama dalam novel tempat ia mendapatkan kehidupan keduanya. Semuanya berjalan dengan baik, sampai Duke of Vardion--Ayahnya, membaw...