Perang melawan Emperaton telah berlangsung selama berbulan-bulan. Dan aku, sebagai anak dari seorang Duke of Airith hanya bisa menerima surat yang berisi tentang perkembangan dari peperangan ini saja, batinnya.
Shion yang sedari tadi memperhatikan keluar jendela kini menundukkan kepalanya. Sikutnya bertumpu pada meja yang hanya berisi buku juga pena.
Pria ini memijat pangkal hidungnya. Ibu jari juga kadang telunjuknya bergerak untuk menghapus air mata yang ingin menerobos keluar.
Di atas kondisinya yang seperti sekarang, Shion masih sempat berpikir, sebagai bangsawan, aku gagal karena hanya bisa memantau tanpa bisa berbuat apapun saat tanah tercintaku berusaha untuk ditaklukkan, pikirnya.
Matanya melirik ke samping kiri. Tempat di mana ia meletakkan pedang yang selalu dirinya gunakan. Tapi sekarang, pedang yang kian menumpul itu bahkan belum pernah Shion sentuh lagi.
Selain pedang, semua hal yang berbau tantang seorang kesatria mulai ia tinggalkan satu persatu. Kubur saja semua mimpi ini di dalam tidurku, Dewa.
Shion menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi roda. Wajahnya sedikit mengadah ke atas dengan kelopak mata yang rasanya semakin berat.
Dia menghela napasnya lewat mulut. Padahal, matanya baru terpejam selama beberapa detik. Namun harus kembali terbuka ketika mendengar langkah kaki seseorang mendekat.
"Ada apa? Apakah ada surat yang dikirimkan oleh Ayahku, lagi?"
Pelayan terdekat Shion menggelengkan kepalanya. "Yang Mulia Duke tidak akan mudah mengirimkan surat saat di medan perang, Yang Mulia. Tapi, untuk surat kali ini mungkin sedikit berbeda." Pelayan itu menunjukkan raut wajah kegirangan. Dia sangat bersemangat memberikan surat dengan stempel pada Shion.
"Surat itu berasal langsung dari utusan kerajaan. Saya juga berpikir bahwa semua bangsawan sudah menerima surat ini," tambahnya lagi.
Shion hanya mengangguk. Perlahan, dia mulai membuka dan membaca isi dari surat itu.
Matanya kian melebar. Dia terus terpaku pada surat yang mengumumkan tentang kemenangan Kerajaan Constantine ini.
Shion tersenyum tipis. Aku sudah menduga. Pada akhirnya, Killian akan menyerah. Entah pada kekuatan ataupun pada Seanthasia.
~~*~~
Seanthasia memberhentikan akitivitas yang sedari tadi tengah bergulat dengan dokumen. Bahkan saat hari sudah sangat larut.
Pena yang ia gunakan terlepas begitu saja dari tangan dan menggelinding di atas meja.
Dirinya yang duduk memunggungi kaca besar yang terpasang di ruang kerjanya tiba-tiba menoleh ke belakang saat mendengar suara ringkikan kuda.
Lalu, Seanthasia lantas berdiri dan menyelimuti bahunya dengan kain. Dirinya berjalan menuju balkon.
Dari balkon mansionnya, dia bisa melihat seseorang yang tengah menunggangi kuda hitam menuju ke kediamannya dengan kecepatan sedang.
Malam ini bulannya cantik. Secantik orang yang rambut peraknya terus mengembang karena dibawa berlari oleh kuda gagah itu.
Seanthasia dengan cepat meninggalkan balkon dan turun ke bawah menuju halaman depan mansion.
Tanpa menunggu Seanthasia memberikan perintah, beberapa pelayan dengan cekatan segera membuka gerbang mansion. Memberikan jalan bagi kedua orang ini untuk bertemu.
"Kyle," gumam Seanthasia.
Kuda yang ditunggangi oleh Kyle berhenti tepat di depan Seanthasia. Seolah tahu, kuda hitam milik Kyle sedikit menunduk, membiarkan Seanthasia membelainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANGAN TERLALU MENYUKAIKU [END]
Fantasy[REINKARNASI KE DALAM NOVEL BL] Seanthasia sedari awal sudah bertekad untuk hidup damai tanpa memperdulikan para tokoh utama dalam novel tempat ia mendapatkan kehidupan keduanya. Semuanya berjalan dengan baik, sampai Duke of Vardion--Ayahnya, membaw...