JTMS2 | Aku mengantarmu

2.4K 206 4
                                    

Seanthasia memperhatikan pantulan dirinya pada cermin. Ini sudah lewat satu Minggu sejak Kyle membawa anting Seanthasia pulang untuk diperbaiki.

Terasa kosong. Apakah mungkin memerlukan waktu selama itu untuk memperbaiki sebuah anting?

Seanthasia juga tidak tahu. Dia menggerakkan kakinya keluar dari kamar.

Wanita itu hari ini akan membantu Cecil berkemas. Pelayan yang sudah berkeriput itu akan resmi pensiun dan keluar dari mansion ini untuk menikmati masa senja.

"Cecil," panggil Seanthasia sembari membuka pintu.

Wanita tua itu berbalik. Dia menatap Seanthasia yang berjalan dari ujung pintu menuju samping kasur dengan senyum yang pudar.

Bibir Seanthasia mengerucut. "Yah ... kamu sudah selesai berkemas. Padahal aku sudah buru-buru datang kemari kerena ingin membantu," katanya dengan nada lesu.

Cecil menghela napasnya. Tangannya yang sudah berkeriput juga tampak lebih berurat itu dengan cepat melipat baju terakhir untuk dimasukkan ke dalam tas. "Ada bicara seolah bisa membereskan dan mengemasi saja." Itu terdengar seperti ejekan bagi seorang Seanthasia.

Tapi tidak masalah, karena sejak menjadi Seanthasia, dia memang tidak pernah melakukan bersih-bersih rumah.

"Aku pasti akan merindukan omelanmu Cecil," jelas Seanthasia sembari memeluk Cecil.

Tangan wanita tua ini naik. Jari-jarinya menepuk lembut rambut Seanthasia, sementara tangannya yang lain membelai punggung Nona Muda itu. "Tidak sopan sekali, anda belum pernah memanggil saya dengan sebutan Kakak atau yang lainnya."

Dia protes, tapi dia juga tersenyum. Membuat Seanthasia terkekeh pelan. "Itu karena Cecil sudah seperti temanku." Dia masih membenamkan dagunya pada bahu Cecil. "Lagipula, kau juga sudah terlalu berkeriput untuk dipanggil Kakak."

"Dasar anak ini." Cecil masih heran kenapa Seanthasia masih bisa mengejeknya disaat seperti ini.

Wanita tua itu duduk setelah Seanthasia melepaskan pelukannya.

"Kau sudah berpamitan dengan yang lain, Cecil?" tanya Seanthasia sembari duduk di lantai dingin itu.

Dia meletakkan kepalanya di atas kasur yang biasa digunakan Cecil untuk berbaring.

Cecil hanya membiarkan itu. Dia tahu betul Nona Mudanya ini keras kepala. Dia akan bersikukuh untuk tetap duduk di lantai yang dingin itu jika dia mau.

"Hmph! Anak-anak muda itu bahkan merayakan perpisahan kecil-kecilan untukku."

Seanthasia tersenyum mendengarnya. Dia memang tahu bahwa para pelayan melakukan itu kemarin. "Tapi, kau senang, kan?" Mata Seanthasia terpaku pada wajah itu.

Sementara, Cecil memutar bola matanya. "Hh! Itu hanya membuat pinggang wanita tua ini semakin sakit saja."

Seanthasia semakin melebarkan senyumnya saat Cecil masih menyangkal fakta itu. "Tapi kamu suka, tuh! Aku tahu kamu sedari tadi tengah menahan senyum, Cecil."

Kelompok mata Seanthasia reflek tertutup ketika telapak tangan Cecil mendekati kepalanya. Dia bisa merasakan tangan itu mendarat tepat di kepalanya. Lagi-lagi Seanthasia mendapatkan belaian lembut dari Cecil.

"Terserah Nona saja."

Senyumnya tak kunjung pudar. Dia bahkan lebih menikmati belaian ini saat matanya terus terpejam.

Cecil kembali menghela napasnya. "Aneh mengatakannya. Tapi, saya terkadang merindukan saat-saat dimana anda memanggil saya Emy." Dia kembali melanjutkan kalimatnya, "itu mengingatkan saya pada saat saya, masih bisa berlari dengan bersemangat."

JANGAN TERLALU MENYUKAIKU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang