Panas terik matahari yang menyengat tak lantas membuat kegiatan menjemur selimut dan pakaian tertunda. Panti Asuhan ini bisa dikatakan tempat dimana kenyamanan terindah bagi anak-anak yatim piatu yang tidak memiliki keluarga tinggal. Heejin dan Hani adalah salah satunya, mereka sudah menempati panti ini sedari Heejin berumur lima tahun dan Hani tiga tahun. Hingga sekarang di delapan tahun umur Heejin, dia merasa semua anak-anak di panti—baik yang baru saja masuk atau sudah akan keluar adalah keluarga yang berharga bagi dirinya.
Sampai ketika ibu pengurus panti tiada dan sepupu laki-laki beliau lah yang mengambil alih. Pada awalnya cukup canggung karena mereka mendapat pengurus baru yang mana pengurus panti sebelumnya sudah mereka anggap sebagai ibu mereka.
Beberapa bulan semua terlihat baik-baik saja, tetapi seiring berjalan nya waktu makanan untuk anak-anak mulai berkurang porsi nya. Nasi berubah menjadi kentang, lalu setelahnya lauk mulai ditiadakan. Dengan alasan keuangan yang macet serta para donatur yang berkurang, makanan mereka kini hanyalah ubi dan kentang.
Para tenaga pendidik yang mengampu anak-anak untuk belajar membaca dan menulis mulai tidak hadir. Serta Heejin mendengar tenaga kerja pembersih di pecat sepihak oleh bapak pengurus. Panti mulai tidak stabil dan anak-anak disana ditugaskan melakukan pekerjaan berat yang tidak bisa mereka lakukan karena masih kecil dan tenaga yang kurang kuat. Padahal sebenarnya Heejin tahu betul jika bapak pengurus panti telah menggunakan uang donatur untuk berjudi dan mabuk-mabukan. Gadis delapan tahun itu memergoki bapak kepala panti mengumpat dalam mabuknya jika semua uang yang dia pertaruhkan diambil.
"Kak lapar." Hani berkata sembari memegang perut dengan kedua tangan. Mereka sedang berada di halaman panti, memilih tempat yang agak jauh untuk menghindari bapak pengurus karena pada jam segini biasanya dia pulang dengan mabuk-mabukan, dia akan memukul anak-anak yang lewat di depan matanya.
"Iya Kakak akan cari makanan dulu, kalian tunggu disini." Heejin berdiri lalu berjalan menuju pintu belakang letak dapur berada.
"Aku pernah lihat Kak Dongha menyembunyikan roti di tungku itu." ia terkejut melihat bocah lelaki sebaya adiknya dengan kedua mata terbelalak sambil menghela nafas.
"Ternyata kau ikut Gu." ia mendekati tungku tersebut dan mulai meraba nya. Dan benar saja, disana terdapat dua buah roti kering yang disembunyikan anak-anak yang lebih tua dari mereka.
Gumam Heejin berkata bolehkah ia mengambilnya, lantaran remaja-remaja itu cenderung memisahkan diri dari mereka. Semenjak keadaan panti mulai seperti ini, mereka tidak lagi bisa tertawa bersama. Anak-anak yang lebih tua darinya selalu sigap menggantikan diri untuk terkena pukulan atau kemarahan bapak panti yang hadir tanpa sebab, mereka juga mencari kerja untuk bisa mendapatkan uang agar setidaknya kami bisa makan sehari sekali. Sangat berat bagi mereka untuk menanggung banyak anak kecil di bawah rengkuhan perlindungan mereka, karena kami juga tidak bisa bekerja karena masalah umur yang terlalu kecil. Oleh karena itu, sebisa mungkin kami tidak akan membuat para remaja itu lagi-lagi menjadi pelindung menggantikan kami yang seharusnya terkena pukul.
"Tidak masalah kita mengambilnya, mereka Menyimpan ini juga sebagai jaga-jaga." begitulah yang Gu katakan dengan ekspresi datar yang begitu kentara. Ia yang masih ragu mau tidak mau memilih untuk tetap mengambil roti tersebut sebelum bapak pengurus panti tiba.
Sebuah roti dibagikan untuk delapan orang tidak termasuk dirinya dan Gu—bocah itu berlagak bilang dirinya tidak lapar, padahal Heejin tau dia hanya ingin memberikan bagian nya kepada yang lain.
"Oy."
Satu kata itu bernada menyebalkan yang mana begitu menakutkan terdengar di telinga mereka. Bapak pengurus panti telah pulang. Raut wajah memerah karena alkohol itu belum hilang saat kali kedua kalimatnya berdengung di telinga.
KAMU SEDANG MEMBACA
HYPIUM
FanficJeon Jungkook Dia benar, aku yang memulai semuanya. Aku yang mengencarkan segala hal untuk menuntut keadilan adikku. Tapi urusan jatuh cinta yang kami rasakan. Semua tidak pada rencana. Aku yang membutuhkan dia, dan dia yang menginginkan aku.