Ketakutan adalah suatu hal yang wajar-lumrah jika terjadi. Ketakutan pula membuat beberapa kondisi dimana detak jantung mereka beretak dengan cepat, seolah seseorang sedang mengincar nyawa mereka dan lari adalah pilihan terbaik. Ketakutan seolah tombak apik dimana ujung runcingnya menusuk terlalu dalam ulu hati, hingga rasanya untuk berdiri dengan tegak seolah bukanlah suatu keharusan. Dan jika memang hal mendesak turut hadir diantaranya, bukankah seharusnya kita berusaha melawan sebisa mungkin? Tidak peduli seberapa besar tubuh gemetar serta keringat dingin bermunculan, jika memang hal lain lebih penting, akankah hal tersebut sendiri seharusnya digunakan sebagai pendorong akan rasa ketakutan.
Seharusnya seperti itu, tetapi pada dasarnya, Jungkook bukanlah seorang lelaki yang menggampangkan segala hal (Bersikap acuh dan tidak peduli seperti kebanyakan lelaki lainnya). Jungkook sangat peduli akan hal sekecil apapun, ia hanya bersikap seolah tidak mementingkan tetapi sangat mendetail dalam survey yang lelaki itu buat dengan sendirinya. Ingatan Jungkook tajam, bahkan kalimat peringatan yang kecam di tunjukkan padanya mengenai kondisi psikis seolah menjadi ketakutan yang menyatu dalam renungan kalbu. Kerisauan tanpa batas yang tak akan hilang dengan hal lain sebagai pelampiasan.
Situasi baru, jati diri baru. Kondisi di sekitamu sebagai pendorong, bersikaplah tenang apapun yang terjadi.
Kalimat tersebut adalah perintah mutlak, dan Jungkook harus mengarahkan perhatian lebih dan lebih-menjalankan sebagaimana mestinya ia memperlakukan semua kepribadian di batas normal. Jika Jungkook marah, kecewa, dan berada dalam keadaan kencekam yang mempengaruhi nyawanya, maka Jeon akan muncul. Dan jika dirinya bahagia dengan sesuatu hal yang baru, menyenangkan, hingga menggembangkan senyuman, maka Jeykey akan muncul dan ingin merasakan juga apa yang dirasakan Jungkook. Ia hanya bersyukur, semua kepribadian yang ada tidaklah membahayakan-mengingat, ada Jeon sebagai pelindung tubuhnya dan Jeykey sebagai pengalih kesedihan.
Dan saat ini, situasi berbeda. Jungkook tidak bisa mengontrol emosinya. Jung Heejin terluka, seseorang berusaha mencelakai gadis itu. Ini semua di luar pemikiran Jungkook, ia benar-benar kacau luar biasa saat ini.
Berulang kali lelaki bermarga Jeon itu mengambil nafas dengan sekali tarikan, membuangnya perlahan berharap ketenangan sedikit memperkuat dirinya. Jungkook tau ia tidak boleh seperti ini, tetapi mengingat bagaimana raut kesakitan Heejin beberapa jam lalu terus saja terngiang-membuat Jungkook kembali mengerang, berfikir keras bagaimana bisa seperti ini. Siapa yang melakukannya? Ia sangat yakin, penikaman Heejin dilakukan oleh orang yang sama dengan kejadian penyerangan mereka beberapa waktu lalu.
Hooller bukan lagi ancaman, dia bukanlah penjahat yang sesungguhnya. Sebenarnya apa yang orang itu incar? Apa yang sangat ingin ia dapatkan? Jungkook tidak bisa mempercayai semua orang kecuali Yoongi, dan soal ini-Keselamatan Heejin. Jungkook akan turun tangan sendiri mencari akar masalahnya. Ia berjanji akan membunuh orang tersebut tidak peduli apapun, siapapun.
Bahkan di menit ini, terhitung dua jam sudah noona nya berada di dalam. Tidak memungkiri kekhawatiran Jungkook semakin membesar, menguasai seluruh emosi dan kebingungannya. ia sangat ingin pergi untuk membinasakan pelaku bajingan tersebut, Jungkook tidak terima noona nya seperti ini. Jika memang ia adalah sasaran, maka sepenuhnya lelaki Jeon itu tidak akan tinggal diam jika Jung Heejin diikutsertakan.
Semua permasalahan ini menjadikan satu pikiran negative yang terus saja berkeliaran bebas di pikirannya. Jungkook mengerang tertahan, sedari tiga puluh menit lalu, hantaman menyakitkan terus saja menyerang kepalanya. Pusing tak tertahan. Hingga nampak keadaan lelaki itu yang pucat pasih menahan kesakitan. Jungkook tidak bodoh untuk menyadari ada suatu hal berbeda dalam dirinya, sesuatu yang pernah ia alami dua kali seumur hidup-Saat Jeon dan Jeykey muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
HYPIUM
FanfictionJeon Jungkook Dia benar, aku yang memulai semuanya. Aku yang mengencarkan segala hal untuk menuntut keadilan adikku. Tapi urusan jatuh cinta yang kami rasakan. Semua tidak pada rencana. Aku yang membutuhkan dia, dan dia yang menginginkan aku.