Mentari kian beranjak mendatangi dan melihat bumi yang masih saja sama setiap harinya. Menyinarkan kilauan cahaya penuh kehangatan diantara hawa dingin yang siap menembus persendian kapan saja. Daun bergejolak bergerak seirama---Seiring dengan hembusan angin seilir menyejukkan hati mana kala diri di liputi kegelisahan.
Merenung adalah salah satu buana pikiran, mengelagat jiwa penuh keresahan. Salah satu ciri manusia yang gundah gulana.
Jika biasanya hal seperti itu di karenakan permasalahan cinta, lain hal dengan apa yang dialami Heejin. Ia tengah berfikir. Kedepannya, apa yang harus ia lakukan---Ia perbuat mengingat semua rencana A, B, atau C tidaklah sesuai dengan keadaan sekarang. Sangat bertolak belakang.
Satu sapuan lembut berhasil menyadarkan gadis itu, mengantarkan jiwa kelananya pada sebuah realita membingungkan yang sangat menguras isi otaknya.
"Memikirkan ku?" perkataan Jungkook selalu seperti biasanya, mengalihkan fokus Heejin.
"Kau menyembunyikan semuanya selama ini?" ujar gadis cantik itu sembari menyandarkan diri pada dashboard ranjang. Menatap Jungkook yang terlentang sembari menggenggam jemarinya---Memainkannya acak.
"Apa---Kau takut padaku noona?" tanya lelaki itu sembari menyunggingkan senyuman kelewat tipis, hampir tidak di sadari oleh Heejin.
Gadis cantik itu diam, entah harus menjawab apa, namun ia benar-benar tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Hingga keterdiamannya itu terbuyar saat sosok Jungkook bangkit, mendekat kearahnya yang mau tidak mau melihat tubuh atas suaminya yang entah dari kapan sudah tak berbusana.
Mereka berdua hanya diam, saling memandang satu sama lain. Heejin sendiri merasa sesuatu berbeda sekarang, seolah Jungkook memang benar-benar miliknya. Hanya miliknya. Dan entah kenapa ia menyukai hal tersebut.
"Tidak-tidak. Meskipun kau takut sekalipun, aku tidak akan membiarkan mu meninggalkan ku noona." perkataan Jungkook sempurna mematut pandangan Heejin pada titik terdalam kebingungannya.
"Jika aku tidak mau, Apa yang akan kau lakukan?" tanya gadis bermarga Jung itu melukis sedikit seringai. Ia menyukai bagaimana sikap Jungkook yang sangat menegaskan jika Heejin adalah gadisnya, satu-satunya milik lelaki itu.
"Aku bisa membuat noona bunting dalam waktu seminggu jika noona nekat melakukannya." ujar lelaki itu sembari lebih mendekatkan diri pada presensi Heejin di dashboard ranjang.
"Jungkook, aku sebenarnya tidak takut. Tapi aku baru saja ketakutan dengan kata-kata mu."
Heejin memandang lelaki itu penuh was-was, sesekali matanya melihat kembali apa yang seharusnya tidak ia lihat. Tubuh bagian atas suaminya, yang bagaimana bisa---Seindah itu?
Ia Memilih mengalihkan pandangan dan sialnya apa yang di hindari Heejin di ketahui oleh Jungkook.
Ia gugup tanpa sebab, benar-benar memalukan. Hingga lengan lembut menggapai pinggang nya, memaksanya untuk bangkit dan terduduk di pangkuan sang suami.
"Jungkook, kau tidak benar-benar akan melakukannya kan? Lepaskan." ronta gadis itu manakala Jungkook semakin mendekatkan tubuh mereka.
"Dimana lelaki itu mencium mu?"
Pertanyaan itu terlontar begitu saja, membuat Heejin berhenti meronta dan melihat pandangan penuh teliti Jungkook yang mengamati setiap lekuk wajahnya. Ia mengerti apa yang di bicarakan lelaki Jeon itu, bahkan hanya melalui tatapannya saja, Heejin bisa merasakan jika Jungkook tengah mempertanyakan sosok 'Jeykey'---Pribadi lain sang suami yang sangat bertolak belakang dengannya.
"Lelaki apa? Kau yang mencium ku." elaknya berharap Jungkook mengerti.
"Aku? Bisa ulangi sekali lagi noona." ujar lelaki itu membuat Heejin memutar kedua bola matanya malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
HYPIUM
FanfictionJeon Jungkook Dia benar, aku yang memulai semuanya. Aku yang mengencarkan segala hal untuk menuntut keadilan adikku. Tapi urusan jatuh cinta yang kami rasakan. Semua tidak pada rencana. Aku yang membutuhkan dia, dan dia yang menginginkan aku.