Terbelenggu akan rasa sakit itu, sebenarnya tidak baik. Namun, dari rasa sakit itu pula, diri ini menjadi kuat. Hingga beberapa kali ketika luka menyayat itu kembali datang, jiwa dan hati ini siap untuk menerima yang lebih dari apa yang kita rasakan sebelumnya. Dengan kata lain-Belajar dari masa lalu untuk meneguhkan diri pada rintangan di depan-Sejauh mata memandang.
Keterdiaman adalah salah satu obat penenang, lamunan menjadi angan dalam pandang. Selama ini, orang-orang melampiaskan rasa sakitnya pada hiburan di depan mata, tapi ketahuilah, meski mereka berada di tengah keramaian, suatu rasa sesak itu pasti ada. Namun mereka berusaha mengelah, lebih mengutamakan pelampiasan untuk menghilangkan kenangan lampau menyakitkan.
Heejin tidak melakukan itu dulu, ia gadis yang buruk dalam hal mencari kebahagiaan diri sendiri.
Selalu Hani yang ia utamakan, selalu pula adiknya yang ia pikirkan. Heejin menyayangi Hani lebih dari apapun, satu-satunya kebahagiaan Heejin yang tersisa.
Sekejap, kenangan itu kembali mencuat. Membuatnya mengingat apa yang seharusnya ia gunakan sebagai ketangguhan.
Hani perlu keadilan. Adiknya membutuhkan sebuah pertanggung jawaban. Dan Heejin saat ini tengah gundah gulana, berbagai ekspetasi mulai bermunculan. Diluar kepala dan diluar apa yang ia pikirkan selama ini.
Teringat bergitu jelas, Hani yang mencoba membunuh dirinya sendiri. Mengakhiri hidupnya dengan sebuah tali yang sengaja gadis itu lilitkan erat di perpotongan lehernya. Heejin takut. Hingga traumatik kejadian tersebut bersarang nyaman di pikirannya.
Saat ini, gadis itu tengah berada di sebuah taman di dekat rumahnya. Suatu kebiasaan saat dirinya kembali mengingat Hani-Ia akan pergi ke taman, dimana tempat tersebut adalah salah satu kesukaan adiknya.
Hari akan menjelang sore. Terhitung, sudah lima jam Jungkook pergi dari rumah. Lelaki itu tidak ada kabar, tidak menghubunginya seperti biasa. Heejin sebenarnya tidak harus merasa bersalah, tetapi dalam hatinya, gadis itu menyadari keganjalan.
Ia seperti merindukan Jungkook-Tidak. Heejin pasti merindukan Hani, bukan lelaki Jeon itu.
Lantas, dengan segara Heejin berdiri. Meninggalkan tempat tersebut untuk kembali ke rumah, mengambil mobil Jungkook untuk menemui adiknya. Sejenak, tangan Heejin menggapai ponsel di saku kanan, nampak menghubungi seseorang.
"Ayo selesaikan ini. Jika sampai kau salah, siap saja mati di tanganku."
Heejin menutup panggilan secara sepihak. Melangkahkan kakinya lebih cepat untuk mengambil kunci mobil di dalam kamar.
Selama perjalanan, pikiran gadis itu berkelana. mencari segala kemungkinan dari yang terburuk yang pernah ia pikirkan. Meskipun begitu, Heejin tidak kehilangan fokus, masih terperinci dengan insting yang juga tidak luput gadis itu miliki.
Dengan semua itu pula, Heejin bahkan menyadari, sedari awal, tepat ketika ia kembali melajukan mobil setelah beberapa saat berhenti di lampu merah, seseorang berusaha mengikutinya.
"Siapa dia? Mata-mata Taehyung?" gumamnya sembari mempercepat laju mobil.
Jalanan yang sedikit melenggang sepi, memudahkan Heejin untuk menghindar sebisa mungkin.
"Ck! Ingin bermain-main dengan Jung Heejin? Lihat saja nanti."
Semakin lama, presensi orang tersebut kentara sekali mengikutinya. Walaupun dalam radius jauh, atau bisa dikategorikan tidak seperti mengikutinya, Heejin tahu betul mobil yang berada berpuluh-puluh meter di belakangnya itu tengah membuntuti gerak-geriknya. Heejin seorang profesional, walau sekejap mata melihat, gadis itu tahu semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HYPIUM
FanfictionJeon Jungkook Dia benar, aku yang memulai semuanya. Aku yang mengencarkan segala hal untuk menuntut keadilan adikku. Tapi urusan jatuh cinta yang kami rasakan. Semua tidak pada rencana. Aku yang membutuhkan dia, dan dia yang menginginkan aku.