Heejin mendengus tanpa suara, membidikkan manik mata cantiknya untuk berpaling pada sebuah jendela dengan tirai rumbai disertai kaktus di sisi kiri bingkai medan. Seolah benda tembus pandang tersebut adalah satu-satunya objek menarik untuk ia pandang-mengabaikan presensi seseorang, tidak. Nyatanya yang gadis itu inginkan sebuah ilusi adalah benar, ada dua orang. Tengah berbincang lamat penuh canda tawa di atas sofa pun ditemani dua cup coffe latte yang sempat salah seorang diantara mereka keluar-dalam cuaca se-ekstrim ini, beserta sambutan meriah kadar musim dingin sedang (Otoritas minimun dari dampaknya adalah kau bisa saja terkena flu ringan) hanya untuk membeli dua benda penghangat yang jika sampai disini pun, Heejin yakin, hangatnya tidak akan bertahan lama. Hahahaha, rasakan. Umpatnya penuh gelak tawa sinis.
Masih dalam rimbunan gemerlap ketenangan, lebih jelasnya ranjau diam dengan sedikit menguping pembicaraan, gadis bermarga Jung itu membenarkan letak posisinya (Yang dirasa mampu menutupi gerakan-gerakan ganjil pun jua perihal kedua telinga dalam posisi tengah menangkap segala frekuensi suara dari mereka-mereka yang masih saja asik berbincang disana). Menghiraukan dirinya, dan gadis itu percaya situasi seperti ini memang disengaja. Ck! Kentara sekali jika ia sampai menanggapi terlalu berlebihan kendati pun Heejin benar-benar merasa kesal.Entahlah, sesuatu yang tidak ia inginkan mungkin telah tumbuh secara lepas tangan dan kendali olehnya. Tanpa adanya siasat atau rencana matang, karena perihal cinta, tidak ada yang mengetahuinya. Begitupun Heejin yang tidak mengerti secara jelas arah hidupnya kedepan. Akan seperti apa dirinya, keadaan bagaimana yang harus ia lalui, pun dengan siapa ia akan berakhir di dunia ini. Sial! Rumit sekali jika dijelaskan.
Diliriknya sejenak beberapa tangkai bunga lavender yang apik bertengger di sisi kanan brangkar ranjang nya, dalam sebuah kanvas berbentuk pipih sedikit lebar, tak lupa genangan air jernih yang pagi tadi pun ikut memasuki tempat tersebut. Menyajikan gambaran ungu muda klasik, ajang naungan sejumlah delusi untuk bisa mengukir ketenangan.
Jungkook membelinya-tadi. Sebelum kedatangan makhluk mengejutkan hingga kedua pupil Heejin rasanya ingin keluar saja saking terkejutnya. Tidak hanya itu, yang lebih membuatnya kesal lagi adalah, si lelaki Jeon itu mengatakan dengan wajah polos imutnya yang ingin sekali Heejin gigit, bahwa wangi bunga lavender sangat cocok untuk dirinya.
Dibodohi bocah mesum. Dia kira Heejin nyamuk apa? Atau, memang sebutan itu berlaku untuknya sekarang? Detik ini, di jam ini, tempat mereka berada. Sungguh ... Heejin kesal setengah mati dengan Jungkook.
Memang pepatah itu terkadang ada benarnya. Seperti pada untaian kalimat 'Seorang manusia, akan tanpa sadar meninggalkan sesuatu untuk sesuatu yang baru', contohnya saja teman. Kau baru saja memasuki perguruan tinggi atau paling tidak sekolah menengah atas, kau pasti mendapat teman sepergaulan yang baru bukan? Lalu teman yang lama? Huft! Tanpa sadar kau lupakan. Jarang memberinya kabar, menanyakan keadaannya, atau paling kecil percakapan yang ideal adalah untuk sekedar berbasa-basi.
Sebenarnya tidak semua manusia melalukan hal demikian, tetapi kebanyakan prioritas yang Heejin temui memang berlatar belakang pada apa yang ia sebutkan tadi. Sebagian temannya dimasa lampau, maupun dirinya sendiripun pernah melalukan hal tersebut. So, we can tell this is fact? Sebut saja begitu.
Perlu juga diketahui, atau paling tidak resapilah dengan benar, jika hal seperti ini lah salah satu problematika dalam kehidupan bermasyarakat. Sering terlena dan meninggalkan. Berujung duka mendalam atau bahkan sebuah bencana yang sebenarnya tidak sama sekali diinginkan.
Heejin membenci kalimat ditinggalkan, gadis itu rasa, siapapun juga akan membencinya. Jika tidak, mungkin mereka memiliki prinsip lain dengan makna yang sama seperti 'Benci terikat pada sebuah hubungan' Memang ada yang seperti itu, tetapi Heejin bukan salah satu diantara mereka-setidaknya untuk sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
HYPIUM
FanfictionJeon Jungkook Dia benar, aku yang memulai semuanya. Aku yang mengencarkan segala hal untuk menuntut keadilan adikku. Tapi urusan jatuh cinta yang kami rasakan. Semua tidak pada rencana. Aku yang membutuhkan dia, dan dia yang menginginkan aku.