05. Salah Mengartikan

3.6K 294 42
                                    

100 vote + 25 komen langsung update♡

Happy reading  .......

Ku pikir, manusia bisa berubah seiring
berjalannya waktu. Tapi ternyata, aku
salah. Manusia hanya berubah jika
mereka tengah menginginkan
sesuatu.

— Xabiru Mahendra —

.

.

.

.





S

elayaknya arah jarum jam, seperti itulah kehidupan terus berputar. Tak hanya berada di satu tempat yang sama. Tapi terus berpindah seiring dengan detik yang mengalun tanpa henti.

Sudah satu Minggu pasca keributan besar itu kini di meja makan ini begitu hening. Tak banyak tutur kata yang Biru maupun Bima katakan. Suasana makan malam ini seperti biasanya. Hanya saja, kali ini bertambah dengan Antariksa dan Jenggala.

Hingga menambah semakin senyap tempat ini. Kedua anak itu terpaksa ke sini lagi karena Jelita, pergi ke luar negeri untuk mengurus bisnis fashionnya. Dan tidak sebentar. Dia pergi dua bulan lamanya. Hingga membuat mau tak mau Aksa dan Gala mau tinggal sementara di sini. Apalagi, Jenggala juga akan pergi camping dengan teman-temanya satu Minggu lamanya.

Maka, baik Jelita maupun Jenggala tak bisa membiarkan Aksa tinggal sendiri di dalam rumah tanpa pengawasan sama sekali. Maka, dengan segala cara mereka membujuk Aksa untuk mau tinggal sementara di sini.

Itu pun karena Bima kemarin sudah meminta maaf pada Aksa soal tamparan yang papanya itu berikan waktu itu.

Suasana malam yang sepi, semakin menambah dinginnya tempat ini. “Gimana kuliah kamu, Gala? Jadi, benar kamu mau pergi camping?” Hingga tanya itu Bima utarakan untuk putra sulungnya.

“Iya.” Sesingkat itu. Lagi pula, Jenggala tak berminat untuk menjawabnya.

Sudah tahu tabiat anak sulungnya ini, kini tatapan Bima beralih pada sosok Antariksa. “Kalau kamu Aksa? Masih main basket?”

Yang di tanya kini mengangkat kepalanya perlahan. “Kenapa emangnya? Papa mau larang aku buat main basket?”

“Emang Papa bilang gitu?”

Antariksa mendengkus mendengar kalimat dari ayahnya. Ia melengos ke arah lain. Munafik sekali, padahal dulu, Bima selalu melarangnya ketika ia bermain basket. Sedangkan mama, selalu mendukung apa yang ia suka.

“Biru, sebentar lagi kamu UTS ‘kan? Jangan lupa belajar. Papa tidak mau nilai-nilai kamu turun.” Dan kalimat itu, Bima suarakan untuk Biru.

Yang langsung di angguki cepat oleh anak itu. Tak masalah, belajar memang sudah makanannya sehari-hari. Biru itu pintar, jadi wajar jika Bima selalu menuntut nilai yang bagus. Harus menjadi yang paling unggul di kelasnya.

“Setelah ini, kalau Kak Nero udah datang, Biru belajar kok, Pa,” ucapnya.

“Bagus.”

“Dasar caper,” sinis Aksa. Ia cuek saja dan melanjutkan makannya tanpa menatap ke siapa-siapa.

“Aksa, ikut sekalian belajar sama Biru. Biar nilai kamu nggak rendah di sekolah.” Lalu setelahnya, Antariksa sudah bisa menebak jika papanya akan menyudutkannya jika ia menyenggol sedikit saja Biru. Memang tidak adil. Ini yang membuat Antariksa malas tinggal di sini.

Please, Hug MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang