30. Berpisah Untuk Sementara?

2.1K 236 31
                                    

Happy reading  .......

Terlalu berlebihan jika mengatakan tak ingin
kebersamaan ini usai. Karena pada dasarnya,
sebanyak apa pun kenangan yang di buat
oleh manusia, pada akhirnya memang
tak akan bertahan ada yang
bertahan selamanya.

— Xabiru Mahendra —

.

.

.

.





Nathan langsung menyeret Biru keluar dari kelas saat bel pulang sekolah terdengar. Cowok itu memojokkan Biru di depan toilet sekolah yang memang tengah sepi. Tak ada siapa pun di sini selain mereka berdua.

“Lo kenapa sih, Nat?” Biru mencoba melepaskan diri dari Nathan, namun ia kalah kuat. Hingga ia masih saja tertahan di posisi yang sama.

“Lo masih nanya kenapa, hah? Apa peringatan gue waktu itu nggak cukup, hah?!” marahnya lagi. Kedua matanya memerah dengan rahangnya yang mengeras. Ingin sekali ia menghajar anak sok polos di depannya ini. Sayangnya ia masih ada di lingkungan sekolah.

Harusnya, ia bawa Biru keluar dari sini. Sepertinya akan lebih seru. Nathan begitu jengkel karena peringatannya waktu itu di abaikan oleh Biru.

“Gue nggak ngerti apa maksud lo. Lepasin gue, gue mau balik,” kata Biru dengan tenang. Lagi pula, ia tak ingin membuang tenangnya hanya untuk menghadapi sosok Nathan. Itu sama sekali tidak penting.

“Bodoh! Gue bilang turuti apa yang gue bilang, sialan!” Nathan yang sudah kehilangan kesabaran pun mencengkeram kuat dagu Biru. “Lo harus selalu ada di bawah gue! Atau lo mau rahasia lo sebagai anak haram kebongkar, hah?”

Ternyata tentang hal itu lagi. Biru membalas tatap tajam Nathan. Bohong jika ia tak tersulut emosi. Kenyataannya, apa yang di katakan Nathan sukses membuatnya marah.

Stop buat ancam gue pakai cara murahan kaya gini, Nat. Gue nggak takut sama ancaman lo. Dan, apa pun yang terjadi, gue nggak akan ngalah sama lo!” balas Biru menggebu-gebu. Entah dari mana keberanian itu ada. Yang jelas, ia tak mau selalu di ancam oleh cowok itu.

Meski dalam hatinya, ia juga merasa tak tenang oleh ancaman Nathan. Bagaimana jika dia menyebarkan rahasianya? Tapi tidak, Biru yakin Nathan tak akan gegabah menyebarkan itu semua di saat dia masih butuh kartu itu untuk mengancamnya.

Yang jelas, untuk sekarang Biru tak boleh terlihat lemah dan kalah. Hingga Nathan tak bisa semena-mena padanya lagi.

Cowok itu melepaskan cengkeramannya dengan kasar dan terkekeh setelahnya. “Jadi, lo udah mau berani sama gue sekarang? Jadi, nggak papa kalau gue sebarin rahasia lo?”

Biru membuang muka. “Soal lo yang sabotase nilai ujian gue, gue bahkan nggak lapoin lo ke guru. Karena gue masih menganggap lo sebagai teman sekelas gue. Tapi Nat, kalau untuk nilai, gue nggak akan mau kalah sama lo. Karena sama kayak apa yang lo rasakan, nilai-nilai itu penting buat gue.”

Biru beralih menatap Nathan yang kini masih bungkam. Tapi dari tatapannya, cowok itu seperti ingin menghajarnya saat ini juga. “Jadi terserah lo, mau lo ancam gue seribu kali pun, gue nggak akan mundur. Jadi, percuma aja lo buang-buang tenaga lo untuk itu.”

“Brengsek!” desis Nathan. Ia bergerak maju dan memukul Biru tiba-tiba setelahnya.

Bugh!

Okay, kalau itu mau lo. Gue bakal sebar ke semuanya kalau lo tuh cuma anak haram!”

Please, Hug MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang