19. Tak Datang

2.9K 272 20
                                    

Happy reading ......

Aku sudah menelan beribu kata kecewa.
Namun, mengapa rasanya aku tetap
tak terbiasa?

— Xabiru Mahendra —

.

.

.

.


Jenggala menghempaskan tubuhnya ke atas sofa seusai ia pulang dari kampus. Hari yang melelahkan, karena selain ada kelas, ia juga baru selesai mengerjakan tugas-tugas kampusnya dengan teman-temannya.

Berdiam diri di perpustakaan sungguh membuat semua tubuhnya pegal. Juga netranya yang terasa perih karena begitu banyak membaca buku juga mengantuk.

Sebelum Jenggala berhasil menutup matanya, ia justru menangkap kehadiran Antariksa yang sepertinya juga baru pulang sekolah. Adiknya itu masih mengenakan seragam basketnya. Dia juga turut menghempaskan tubuhnya di samping Jenggala.

“Tubuh gue mau remuk rasanya,” keluhnya. Seperti biasa, akan ada turnamen basket satu bulan lagi dan mulai hari ini anggota tim basket berlatih dengan serius.

“Salah sendiri, ngapain ikut tim basket.”

Mendengar ucapan kakaknya, Aksa mendengkus kesal. “Selama dua tahun, gue baru hari ini ngeluhnya.”

Jenggala tak menjawab lagi. Setelahnya, ia justru lebih memilih untuk mengganti topik pembicaraan. “Lo udah minta maaf?” tanyanya ambigu.

Namun, Aksa jelas sudah paham ke mana arah pembicaraan mereka saat ini. “Udah.”

“Terus? Biru belum mau maafin lo?”

Aksa berdecak, rasanya ia betul-betul terlihat seperti orang jahat. Padahal, apa yang ia lakukan pada Biru juga tidak sefatal itu. “Tahulah, gue malas banget bahas dia. Gue coba baikin malah ngelunjak. Nggak tahu diri banget dia.”

“Lo mikirin dia, Sa?” Jenggala terkekeh samar. Untuk pertama kalinya, Jenggala rasa, adiknya itu memikirkan Biru. Aksa, ternyata sudah mempunyai rasa empati yang sebelum-sebelumnya tak pernah Jenggala rasakan ada dalam diri Aksa.

“Siapa yang bilang?” Cowok itu tak terima. Tak lupa, ia juga menatap tajam sang kakak.

“Gue barusan. Gue lihat-lihat sih, kali ini lo emang sungguh-sungguh.”

“Nggak dapat maaf dari dia juga nggak peduli gue,” sarkasnya.

Jenggala terkekeh lagi, namun ia tak jadi melontarkan ledekan selanjutnya karena ia melihat Biru yang tengah berjalan memasuki rumah. Jenggala mengernyit dan berdiri dari duduknya ketika melihat sudut bibir Biru yang terluka.

“Biru,” panggilannya.

Yang di panggil langsung menghentikan langkahnya dan menatap penuh tanya pada Jenggala. Namun, Biru sama sekali tak bersuara.

“Itu bibir lo kenapa bisa sobek? Lo berantem?” tanyanya dengan sosok Gala yang mendekat ke arah Biru. Sementara, Aksa masih duduk manis di tempatnya sembari melipat kedua lengannya di depan dada.

“Jatuh tadi. Nggak papa kok, cuma luka kecil doang,” balasnya. Biru, sudah tak mau lagi berekspektasi tinggi. Meski ia juga bersyukur karena sekarang, Gala memang lebih sering bertanya tentang keadaannya. Jauh dari dulu yang tak pernah mau berbicara dengannya.

Jenggala mengangguk, meski dalam hati ia tahu jika Biru tengah berbohong. Lagi pula, ia tak sedekat itu dengan Biru hingga bisa memaksanya untuk bercerita. “Udah di obati?”

Please, Hug MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang