24. Bittersweet

2.6K 254 51
                                    

Happy reading ......

Kita di biarkan hidup untuk terluka, lalu
bahagia. Itu pun jika bisa.

Antariksa Sean Mahendra —

.

.

.

.



“Banyak banget lo belinya, Bang. Lapar lo?” ucap Aksa sembari terkekeh kecil ketika selesai menunggu Gala membeli beberapa jenis makanan. Rencananya mereka memang akan makan di rumah saja. Karena Aksa mendadak sudah bosan. Padahal, acaranya belum selesai dan mereka akan segera pulang.

“Sekalian beliin buat Biru,” balasnya. Gala kemudian membuka pintu belakang mobilnya dan memasukkan dua plastik putih ke dalam sana.

“Paling tuh anak udah tidur.”

“Mungkin aja, tapi gue rasa belum sih. Belum terlalu malam juga.” Jenggala berbalik dan menghadap penuh pada Aksa yang tengah melipat kedua lengannya ke depan dada.

Rasanya aneh, baru pertama kali ini mereka membicarakan sosok itu dengan perasaan yang begitu tenang. Tidak ada api kemarahan atau kebencian sama sekali.

“Jadi, lo beli banyak makanan itu buat Biru?” tanya Aksa memperjelas.

“Buat kita juga, sih. Tapi emang benar tujuan utamanya buat Biru. Biar nggak sedih lagi anaknya.”

Kedua mata Aksa memicing. Seperti ada sesuatu yang Gala ketahui, namun tak mengatakan padanya. Begitu bukan? “Wait? Sedih kenapa? Orang tadi dia malah mau marah-marah gitu sama gue.”

Jenggala menghela napas kasar. “Hari ini pembagian hasil UTS kan?” Bukan menjawab, tapi Gala justru bertanya hal itu pada Aksa. Dengan cowok itu yang hanya mengangguk setelahnya.

“Terus, apa hubungannya?” Aksa masih bingung.

“Yang gue dengar, nilai Biru turun. Dia lagi kesal sama dirinya sendiri makanya tadi respons lo kurang enak kedengarannya.”

Pantas saja Aksa merasa aneh tadi. Seperti bukan Biru saja. “Ck! Kenapa nggak bilang dari tadi, sih? Kalau gue tahu bakal gue paksa Biru buat gue bawa ke sini.”

“Justru itu, Sa. Biarin Biru sendiri dulu,” ucap Gala.

“Yaudah deh, buruan pulang. Gue mau cepat-cepat lihat keadaan tuh bocah.” Setelah itu Aksa buru-buru masuk ke dalam mobil.

Begitu pun dengan Gala yang mengikuti setelahnya, tak lupa ada segaris senyum di bibirnya. “Sekarang lo udah jadi kakak yang baik, Sa,” katanya sembari meledek. Gala juga mengusak sekilas surai sang adik.

“Nggak usah ngeledek lo!” ketusnya.

“Hah, kenapa kita nggak dari dulu aja kaya gini, ya? Gue ngerasa akhir-akhir ini lebih tenang, Sa.”

Kepala Aksa menoleh ke samping bersamaan dengan mobil yang Gala kemudikan melaju keluar dari halaman ini. Diam-diam, Aksa juga mempunyai pemikiran yang sama dengan sang kakak.

“Menurut lo, apa kita bisa memperbaiki semuanya, Bang? Udah terlalu banyak hal yang gue rusak dulu.”

Sesaat, Jenggala mengatupkan bibirnya. Pandangannya masih fokus ke depan. Kata-kata dari Aksa cukup mengganggu pikirannya. Namun, tidak ada yang tidak mungkin jika kita mau berusaha, ‘kan?

Please, Hug MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang