34. Survive

1.9K 213 36
                                    

Happy reading ......

Lebih baik bertahan sekali lagi, dari
pada pergi seorang diri.

— Xabiru Mahendra –

.

.

.

.



Aksa menutup pintu kamar Biru dengan pelan. Kedua netranya kemudian menatap ke sekitar. Sampai akhirnya ia menemukan sang adik yang tengah duduk di kursi dengan kepalanya yang bertumpu pada meja belajar.

Perlahan, Aksa mendekat dan mengelus kepala Biru lembut sampai membuat anak itu mengangkat kepalanya.

“Capek ya, istirahat aja. Gue udah bicara sama Papa. Lo nggak akan pindah sekolah,” katanya.

Benarkan itu? “Beneran Kak?”

Aksa mengangguk dengan senyum yang mengembang di wajahnya. “Iya, udah lo nggak usah pikirin hal itu lagi.” Aksa menarik Biru untuk berdiri.

“Sekarang istirahat gih, lo kelihatan capek banget.”

Memang benar, Biru tak bisa menyangkal itu semua. Baik hati dan fisiknya sama-sama membuatnya patah. Biru lelah, tapi jujur saja ia tak tahu harus melakukan apa.

Aksa sungguh memaksa Biru untuk berbaring di ranjang. Sementara dirinya malah menyibukkan diri untuk merapikan buku-buku Biru yang berserakan di atas meja belajar.

Sampai Aksa menyadari sesuatu, ada banyak goresan tak semestinya yang ada di atas buku. Sekilas, Aksa menoleh ke belakang dengan adiknya itu yang hanya menatap langit-langit kamar. Kemudian Aksa menghela napas dan menutup buku itu. Menyusunnya menjadi satu di antara tumpukan buku lain.

Tak lama setelah itu, Aksa merasakan getaran ponsel Biru di atas meja belajar. Cowok itu mengambilnya dan untuk kemudian ia serahkan pada Biru.

“Ada yang chat, siapa tahu penting,” katanya.

Biru menerimanya kemudian. Membuka chat itu dengan jantung yang berdebar. Bukan apa-apa, ini adalah pesan dari ibunya. Apa tadi Aksa sudah membaca nama kontak ini?

 Apa tadi Aksa sudah membaca nama kontak ini?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Dari siapa?”

Biru mematikan ponselnya saat suara Aksa terdengar. Ia kemudian bangkit dan menggeleng pelan. “Cuma chat biasa di grup les.”

Aksa mengangguk mengerti. “Terus, lo mau ke mana?” tanyanya lagi ketika Biru sudah berdiri dan seperti ingin pergi dari ini. Bukankah tadi Aksa menyuruhnya untuk istirahat saja?

“Em, gue haus Kak, mau ambil minum,” alibinya. Tanpa menunggu balasan dari sang kakak, Biru kemudian melangkah pergi begitu saja dari sini dengan buru-buru yang lantas mengundang rasa curiga dari Aksa.

Please, Hug MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang