26. It's (Not) One Fine Day

2.6K 301 28
                                    

Sebelum baca, tap bintang di bawah dulu yuk. Yang vote nggak ada setengah dari yang baca😌 ayo hargai yang udah luangin waktu buat ngetik ini.
.

Happy reading .......

Ku pikir, rindu itu yang memaksa bertemu.
Tapi rupanya, bukan sepenuhnya
begitu.

— Xabiru Mahendra —

.

.

.

.






Rutinitas Biru dua Minggu terakhir hanya, berangkat ke sekolah, lalu ke tempat les, sampai rumah, les lagi dengan Nero. Lalu setalah itu Biru baru bisa mengerjakan tugas sekolah yang sudah menumpuk. Tak jarang ia sampai tak tidur karena tugas sekolahnya teramat banyak.

Semuanya Biru jalani agar ia tak lagi mengecewakan sang ayah. Biru kesepian akhir-akhir ini karena ia selalu tak bisa menerima ajakan Aksa untuk pergi.

Pun dengan Gala yang tengah sibuk-sibuknya kuliah. Biru jadi merasa jika rumah besar ini kembali sepi. Tapi sepertinya hari Minggu yang cerah ini cukup membuat Biru tersenyum bahagia karena saat weekend jadwalnya tak sepadat itu.

Biru bisa mengistirahatkan tubuh juga otaknya sejenak. Meski pun ia harus tetap berangkat ke tempat les. Kaki jenjangnya ia langkahkan untuk menuruni tangga. Masih terlalu pagi untuk beraktivitas dan Biru memilih turun untuk menyapa kakaknya yang tengah tiduran di sofa sembari berbicara dengan ponsel yang ada di depannya.

Sepertinya, Aksa tengah menerima telfon.

“Kamu mau minta oleh-oleh apa, sayang?” Suara lembut seorang wanita dari seberang sana turut menepi di telinga Biru.

“Sepatu itu, Ma. Yang kemarin aku bilang sama Mama.”

“Oh itu, nanti Mama beliin. Tanya juga sama kakak kamu mau apa. Dia susah sekali mama hubungi.”

“Bang Gala, nggak tahu tuh, Ma. Jarang pulang, katanya nugas tapi emang nggak pernah kelihatan seminggu ini,” keluh Aksa. Apa menjadi anak kuliahan memang sesibuk itu?

“Aduh, kamu cek deh kakak kamu, Sa. Takutnya nanti kecapekan ngerjain tugasnya. Mama takut dia kenapa-napa.”

Aksa tersenyum ke arah kamera yang tengah menampilkan wajah cantik sang mama. “Iya nanti aku teror biar dia pulang.”

“Yaudah, Mama percayain Gala sama kamu. Eh, ini ada yang telfon Mama. Mama tutup dulu telfon kamu ya, sayang.”

“Iya, tapi jangan lupa ya, Ma yang tadi,” ucap Aksa sambil menyengir lebar. “Beliin dua pasang ya, Ma.”

“Iya, bye sayang.”

bye, Ma.”

Tut.

Aksa tersenyum sumringah setelah mengakhiri panggilan vidio dengan mamanya. Tentu yang membuatnya begitu senang iyalah sepatu yang sudah lama ia nantikan.

“Lagi senang banget ya, Kak. Emangnya, Mama udah mau pulang?” tanya Biru, anak itu juga duduk di sofa yang sama dengan tempat Aksa berbaring.

Melihat kehadiran Biru, Aksa langsung memposisikan dirinya untuk duduk. “Eh, lo dengar obrolan gue sama, Mama? Dari kapan lo ada di sini?”

Please, Hug MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang