08. Why me?

3.2K 268 42
                                    

Happy reading ......

Mungkin, ada banyak hal yang tidak di
sadari manusia. Salah satunya tanpa
sengaja menyakiti orang lain
dengan ucapannya sendiri.

Xabiru Mahendra —

.

.

.

.


“Lo apaan sih? Kenapa udah pakai seragam sekolah?”

Pagi harinya, Jenggala marah-marah. Berhubung hanya ada mereka berdua saja di rumah ini. Ia jadi leluasa meluapkan amarahnya. Meski masih ada pelayan-pelayan lain, namun tentu mereka semua tak ada yang berani mendekat.

Ia geram ketika di meja makan, sudah ada Biru di sini lengkap dengan pakaian seragam sekolahnya. Padahal, wajah anak itu masih begitu pucat.

Singkatnya, Biru jadi sakit setelah kembali dari tempat itu. Bahkan Gala tahu jika demamnya belum turun.

“Bang Gala .... ” Biru tersenyum ketika mendapati Jenggala di sampingnya. Pagi ini, ia tak akan sarapan seorang diri. Itu adalah hal yang begitu Biru inginkan sejak dulu.

Meskipun Jenggala sering banyak marahnya. Namun entah mengapa hati Biru jadi menghangat. Baginya, itu bukan murni atas dasar kemarahan. Namun, itu terdengar seperti bentuk kepedulian.

“Lo kalau sekolah, terus nanti bisa pingsan di sana. Siapa lagi yang repot, hah? Gue lagi yang repot ngurusin lo!” Memang terdengar kasar, namun Biru tetap menyunggingkan senyumannya.

“Aku udah nggak papa kok, bang. Boleh ya, sekolah?” pintanya.

Jenggala menyeret kursi di samping Biru dan duduk di sana. “Enggak! Nggak ada keluar rumah hari ini! Lo harus ada di rumah sampai sembuh!”

Biru menghela napas, ia baru tahu ternyata Jenggala sekeras kepala ini. Namun, memang benar Biru masih merasakan pusing, demamnya belum turun, juga tubuhnya yang terasa sakit semuanya.

“Tapi aku pingin sekolah.” Karena, sejatinya Biru tak ingin melewatkan pelajaran. Ia tak mau tertinggal.

“Lo bisa nurut nggak sih sama gue?” kesalnya. Jenggala juga turut menatap Biru tajam menusuk hingga membuat anak itu menunduk takut.

Perlahan tapi pasti, Biru mengangguk ragu. Hingga membuat senyum samar dari bibir Jenggala.

Good, kalau gitu di rumah yang benar. Jangan keluyuran! Gue mau ke kampus.”

Pada akhirnya, Rabu pagi ini di isi oleh kedua anak laki-laki yang tengah sarapan bersama di meja makan. Well, ini mungkin kali pertama mereka sarapan bersama berdua. Jika biasanya ada Bima atau pun Aksa di sini. Tapi kali ini mereka benar-benar berdua.

Walau sejak tadi hanya di temani oleh keheningan, namun Biru senang. Karena ia tak lagi kesepian.

***


“Aksa!”

Teriakan dari seseorang di depan gerbang sekolahnya membuat Antariksa yang awalnya ingin menaiki motornya, kini urung. Bersama dengan Brivan, ia mendekat pada satu mobil yang begitu ia hafal.

“Bang, ngapain di sini? Perasaan gue nggak minta lo jemput, deh.” Baik Antariksa ataupun Brivan, ia sama-sama berdiri di samping pintu mobil dengan kaca yang terbuka lebar menampilkan sosok Jenggala.

Please, Hug MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang