07. Unexpected

3.4K 264 42
                                    

Happy reading .....

Manusia punya porsinya masing-masing
untuk sebuah kehidupan. Pun dengan
perasaan ataupun kebahagiaan.

- Xabiru Mahendra -

.

.

.

.



"Ada Aksa juga di sini? Udah lama nggak lihat kamu, makin tinggi aja, Sa."

Aksa yang semula tengah rebahan di sofa sambil memainkan ponselnya kini, tubuhnya seketika menegak dengan sempurna. Ketika mendapati kakak dari sahabatnya pulang.

"Kak Jev. Baru pulang, Kak?" balasnya balik bertanya dengan basa-basi. Kebetulan, Brivan tengah mandi. Jadi, hanya ia dan sosok cowok yang di panggil Kak Jev itu di sini.

Namanya, Javier Bagaskara. Kakak kandung dari Brivan Bagaskara, sahabat baik Antariksa. Orang-orang terdekatnya lebih akrab memanggilnya dengan panggilan Jev. Katanya agar lebih mudah dan pendek saja saat memanggil namanya.

Dia adalah dokter muda di salah satu rumah sakit terbesar di kota ini. Sekaligus, Javier juga seorang psikiater. Usianya baru 27 tahun, dan yang paling penting, laki-laki tampan itu masih single.

Dia tinggal di sini hanya bersama adik satu-satunya, Brivan. Kedua orang tua mereka tinggal di luar negeri untuk mengurus bisnis mereka. Satu tahun sekali pulang saja, itu belum tentu.

Labelnya saja tinggal di apartemen sedang ini. Tapi kenyataannya, Javier lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit. Dan yang mengisi tempat ini sering kali Brivan dan Aksa saja.

Maka jangan heran jika saat di sini Antariksa sudah seperti berada di rumah sendiri.

"Iya nih, kamu sama Brivan udah makan?" katanya balik bertanya.

"Belum sih, ini mau order tapi nunggu Brivan dulu. Tahu sendiri dia suka misuh-misuh kalau aku pilihin makanan. Maunya pilih sendiri."

Javier mengangguk pertanda mengerti. "Nggak usah order kalian. Kakak masakin. Tapi tunggu kakak bersih-bersih dulu, ya."

Sangat langka sekali Javier mau repot-repot masak buat mereka. Maka, Antariksa tentu tak akan menolak. "Gitu ya? Yaudah kalau Kak Jev maksa."

Javier tertawa, ia senang jika ada Aksa di sini. Karena suasana apartemen ini lebih hidup. Jika hanya ia dan Brivan pasti tak akan seramai ini.

"Btw, Aku dari kemarin ada di sini tapi baru kali ini lihat Kak Jev pulang."

"Kan emang nggak pernah punya waktu buat pulang." Bukan, kalimat penuh nada sindiran itu bukan berasal dari dua orang yang tengah berada di ruang tamu. Melainkan dari sosok cowok yang baru saja keluar dari kamarnya. Dengan kedua lengannya yang terlipat di depan dada.

Hening sejenak sampai Brivan ada di hadapan mereka. Javier hanya memandang adiknya itu penuh arti.

"Yaudah, kakak mau ke taruh ini di kamar."

Selepas kepergian Javier, Antariksa juga Brivan duduk berdampingan di atas sofa. "Kenapa lo masih aja sensi sama, Kak Jev?" ucap Antariksa memancing keributan.

"Yang penting gue nggak sampai lukain saudara sendiri kaya lo!" sarkasnya. Yang membuat Aksa terdiam seketika. Memang salah ia memancing keributan dengan Brivan. Dia selalu mempunyai banyak kata untuk membalikkan keadaan.

Please, Hug MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang