Nikmati hidup, Jangan bikin Redup

19.1K 553 6
                                    

Adzan jam 3 berkumandang. Ini memang bukan waktu shubuh, tetapi di sekitar wilayah kontrakan Rara itu pertanda ajakan sholat malam. Maklum, meskipun wilayah kontrakan mahasiswa, tapi tempatnya adalah kampung pemukiman warga yang masih menjaga rutinitas ibadah wajib. Jadi, suasana keislaman sangat terasa.

Rara masih menekuni revisi skripsinya. Mengedit sana-sini. Buka buku tebal-tebal. Dari jam 2 dia sudah bangun. Aktivitas paginya dimulai dengan sholat malam sebagai penenang jiwanya dengan bertemu Pencipta Yang Maha Penyayang. Disusul dengan tilawah 10 menit. Lalu lanjut mengerjakan revisinya. 3 hari lagi dia harus konsultasi, jadwalnya konsultasi dengan Pak Dosen tercinta, begitu Rara menyebutnya, untuk menghiburnya mengerjakan skripsinya.

"Mba,,wes bangun a?" Tanya Ami, adik se kontrakannya. Anak pertanian, yang kuliahnya sudah kayak orang kerja, pergi pagi pulang petang bahkan sering ga pulang-pulang. Ups, bukan begitu deh.

"Ya dek. Kok tumben udah bangun. Biasae baru tidur?". Rara beralih dari leptonya sebentar untuk bertemu pandang dengan Ami.

"Iyo Mba, kalo senin kayak gini longgar. Besok mulai kerja rodi lagi. Aku ke kamar mandi sek yo Mba.."

"Belum sholat tah?"

Dari balik pintu KM, Ami menyembulkan kepalanya, "Belum Mb. Malah belum sholat isya iki. Kemarin aku datang langsung balas dendam. Tidur"

Rara hanya tersenyum kecil. Maklum, anak itu kemaren baru sampai rumah habis magrib dan dia naik sepeda, menempuh perjalanan 20 menit. Itupun dengan mengebut, begitu memang bagaimana Ami naik sepeda.

1 jam berlalu, adzan berkumandang. Kalo kali ini menandakan adzan shubuh. Satu persatu penghuni kontrakan Rara mulai keluar untuk bangun, sholat shubuh berjamaah.

Di kamar depan, ada Rani, anak semester 5 yang medhok dengan bahasa jawa Madiun-nya. Ada Reisa, teman sekamar Rani. Yang namanya sering diplesetkan dengan penyanyi Raisa, yang bikin dia kadang kalo tanduknya sedang muncul, bisa ngomel-ngomel ngalahin rel kereta api. Tapi anak ini yang paling rajin masak. Katanya sih ibunya orang catering. Dia juga yang paling kaya penghuni kontrakan Rara, bapaknya jadi manajer di perusahaan semen ternama.

Kamar kedua, dihuni Sasa dan Anggi. Kakak beradik yang hebohnya kalo lagi kambuh bisa buat Rara sebagai senior di rumah tersebut hanya bisa geleng-geleng sembari beristighfar. Kamar ketiga dihuni dirinya dan Ami. Kamar terakhir paling pojok dan paling kecil, dihuni Fafa. Anak Kimia yang hobinya berekspresi cari Penyedap Rasa non MSG.

Satu persatu penghuni kontrkan, berbaris untuk menunaikan sholat jamaah.

Karena gilirannya Ami dan Rara yang sedang berhalangan, jamaah hanya ada 5 orang saja. sepuluh menit kemudian, bertujuh, Rara dan Ami juga ikut, mereka menyimak kajian keislaman pagi yang disampaikan oleh Sasa. Membahas tentang kepribadian seorang muslim.

" Lha tapi Mba, orang kan kepribadiannya gak bisa dipaksakan. Kalo aku nih ya," Tanya Anggi. "Kan wes dari sononya orang Surabaya itu keras-keras. Ya gak bisa dipaksa gitu kan Mb...", lanjut Anggi dengan bahasa khas Suroboyo-annya.

"Lheh,,, yo ga gitu kan Nggi. Aku yo Wong Suroboyo lho. Sebagai seorang muslim kita kembalikan kepada piye sih,,Allah itu menciptakan manusia. Opo tujuannya Allah menciptakan manusia. Nek definisi manusia dibuat-buat itu kan malah definisi-ne manusia. Padahal nah itu, membuat nyawa bertahna aja nda bisa pilih, apalagi tahu kehidupannya. So, sudah wajar donk Allah mengatur kehidupan manusia dan menunjukkan jalan yang benar pada mereka. Makanya ya, manusia sekarang itu makhluq paling sempurna tapi juga paling sok didunia. Sok tahu kehidupan. Padahal Allah sudah atur. Katanya Alqur'an bener, eh..giliran Alqur'an tunjukkan jalan ditolak mentah-mentah". Sasa menjelaskan ke adiknya.

MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang