Rara POV
Hari dimulai kembali. Matahari baru saja beranjak dai peraduannya untuk menyinari manusia. Disinilah aku, di rumahku. Di kampung tempat lahirku. Sudah lama aku tidak pulang. Kali ini aku pulang juga membawa kabar bahagia untuk keluarga besarku. Tentu ibuku yang paling merasa berbahagia. Ah, Ibu.
Masih teringat jelas dalam benakku. Tiga hari lalu, malam itu, pihak laki-laki meng-sms untuk meminta izin ke rumah untuk meresmikan khitbahnya. Saat itu aku sedang ngobrol di ruang tengah bersama penghuni kontrakan lainnya. jangan ditanya bagaimana ekspresiku. Aku langsung spechless... entah mengapa. Begitu menerima sms dari pihak laki-laki, degup jantungku berdetak lebih cepat. Keringat dingin tiba-tiba keluar dari telapak tanganku.
Laki-laki : Assalmaualaikum, Ukhti Rara. InsyaAllah saya akan segera meminta izin ke wali dan keluarga besar Anti untuk menikahi Anti.
Sms langsung pada intinya. Tidak memakai gombal. Yah, gombal jika belum halal yang ada malah menjadikan tambah dosa. Aku masih ingat saat itu kira-kira butuh waktu setengah jam untuk menenangkan degup jantungku.
Aku : Waalaikumsalamwrwb. Ya, sila sms ke Mas Rohim. Saya tanyakan dulu juga ke Ibu dan Mas Rohim kira-kira kapan enaknya.
Tak lama pihak laki-laki segera membalas
Laki-laki : Ok.
Sudah. Itu saja. Tidak ada yang lain.
Dan kini aku sedang mengunjungi makam alm. Bapak. Bersama ibuku tentunya.
Ku taburkan bunga mawar dan kenanga. Agar wangi saja aku menaburkan bunga itu. Sementara oleh tetanggaku yang memegang adat kejawen aku diminta bunga ini dan itu, aku hanya menanggapinya dengan tersenyum mengiyakan.
Ibuku cukup lama memandangi makam Bapak. Ah, Bapak. Namanya orang tua memang tak akan pernah tergantikan di sisi kita. Aku bersyukur ibu punya kerjaan sekarang, menjadi guru dan membina anak-anak tetangga. Jadi setidaknya ibu tidak kesepian di rumah.
Segera ku lafalkan doa, doa pengingat semoga pun ketika aku di wafatkan aku diwafatkan dalam kondisi yang khusnu khotimah. Dan semoga Bapak diberikan balasan Surga atas amalnya dan diampuni segala dosanya. Untuk itu jika masih ada Bapakmu disisimu, sayangilah Beliau. Sebelum semuanya terlambat..
Sekitar setengah jam kami berada di makam Bapak. Aku dan Ibuku berlanjut untuk pulang. Mempersiapkan untuk pertemuan nanti malam. Ya.. nanti malam kami akan bertemu. Aku dan calon Imamku.
Karena ini hari minggu, Mas Rohim juga pulang. Karena Beliau adalah waliku juga.
"Ra, nanti kalau kalian langsung nikah bagaimana?. Nanti malam?"
Deg. "Mas, ini nikah lo. Bukan sekedar beraqad-aqadan."
"Lha emang siapa yang mau main-main Ra?" tanya Mas Rio dengan masih memperhatikan Hpnya. "Ibu sudah setuju juga kali"
"Ha, masa iya?"
"Iya. Aku sudah menyampaikan ke Ibu jika memang Rio siap nanti malam. Eh, jika siap sih"
"Yah, Ibu ikut pilihan kalian saja Ndhuk. Lha wong, Rara yang bakal menikah" Ibu datang dengan membawakan kopi untuk Mas Rohim. Ih, dasar sudah dewasa minta buatin kopi.
"Terima kasih kopinya Bu." Itulah hebatnya Mas Rohim. beliau sangat menghargai Ibu. Dan semoga calonku juga seperti itu.
Ibu berlalu pergi, disusul Mas Rohim. Aku masih tercenung, memikirkan jika memang nanti malam aku harus menjadi pengantin dadakan. Bagaimana jika nanti malam?
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah
SpiritualSebuah cerita. Bermula dari makhluq yang bernama manusia. Laki- laki dan perempuan. Yang memiliki naluri untuk mencintai. Yang membutuhkan lawan Jenisnya. Yang ingin mencintai dan dicintai. Namun, terhambat oleh kondisi lingkungan yang membuat merek...