Raya Pertama, Mengertimu

8.7K 348 22
                                    

Writer POV

Takbir Raya masih berkumandang. Matahari sduah tergelincir sedikit ke arah barat. Rio baru saja pulang dari masjid. Sedang keluarga besarnya masih berkumpul dirumahnya. Eyangnya tentu masih disitu. Dan sungguh, Rio sama sekali tak nyaman dengan hal itu.

Tapi, keluarga adalah salah satu harga yang berharga yang harus kita jaga. Sebagaimana Allah juga telah menyampaikan dalam At-Tahrim ayat enam untuk menjaga mereka dari api neraka. Dan demi menghormati mereka, Rio memang harus bersabar.

"Om, sudah sholat?." Tanya Rio pada salah satu Omnya.

"Nanti aja Yo. Masih capek ini."

Dan itulah salah satu yang membuat Rio kurang sreg dengan keluarga besarnya . keluarga besarnya yang katanya 'ningrat' dan kaya itu, tak mengedepankan kewajiban sebagai Hamba Allah SWT. Justru yang malah terjadi adalah mereka terlena dengan harta yang Allah beri. Padahal, sungguh mudah bagi Allah untuk mencabut apa yang mereka miliki.

"Rio masuk dulu ya Om."

Rio menemui papanya yang sedang ada di kolam ikan. Mengajak bercanda keponakan yang lainnya.

"Pa, Rio mau bicara sebentar, boleh?."

Papa Rio mengangguk. Sepertinya mengerti arah pembicaraan putranya bakal kemana.

"Rio, ke tempat Rara nanti atau besok bagaimana Pa?."

Papanya hanya diam.

Bagaimanapun Rio perlu pamit pada Papanya. Karena Rio memiliki kewajiban untuk taat pada orang tuanya.

"Kenapa tidak 2 hari lagi?. Nunggu keluarga dari Jogja balik dulu Rio. kita juga belum berkunjung ke keluarga besar Papa kan?."

"Keluarga Mbah Min (Keluarga papanya Rio) kan disini aja Pa. dekat. Bentar aja udah selesei."

"Iya, kenapa buru-buru?. Rara pengin balik?."

Istrinya itu malah diam saja. Tidak meminta balik, masih ceria seperti biasanya. Batin Rio.

"Gak Pa. ini murni Rio yang ingin. Rio gak betah sama Eyang. dari dulu Eyang itu seperti itu. Menghargai Rio tapi tak pernah menerima pendapatnya Rio."

"Nah itu, bukannya karena udah terbiasa, jadi biasa aja kan?." Goda Papa Rio.

Rio hanya terdiam. Harusnya begitu.

"Tapi, kata-kata Eyang pada Rara tadi kemarin, benar-benar keterlaluan Pa. anak mana yang rela dihina, apalagi juga orang tuanya. Kalau Mama dan Papa dihina, Rio juga gak bakal rela Pa."

Papa Rio hanya tersenyum bijak. Beliau seperti melihat Rio kanak-kanak yang mengadu.

"Memang, Eyangmu itu dari dulu Papa menikah dengan Mamamu sudah seperti itu. Untung Mamamu berbeda dengan Beliau. Makanya, Papa memilih Mamamu."

Papa Rio mengambil nafas sejenak.

"Papa kagum sama kamu yang tidak meledak marah kemarin. Pertahankan itu Rio. Tunjukkan ke Eyang sama keluarga besar Mama kalau dengan pilihanmu yang sekarang dan dengan Rara kamu bisa lebih bijak menyikapi sesuatu. Tunjukkan akhlaq yang harus ditunjukkan kepada mereka, sembari juga ingatkan mereka. Agar mereka tak terlena dengan perbuatan mereka. Kalau kamu nanti nunjukkan marah kamu, malah bikin kamu sama Rara kayak mereka. Marah-marah. Tunjukkan bedanya kita dengan mereka. Tapi juga jangan sampai mereka memandang rendah kita. Kita tunjukkan kewibawaan kita Yo."

Astaghfirullah. Rio tertohok. Memang sungguh benar apa yang dikatakan Papa Rio.

Kadang kita membenci sikap seseorang, tapi justru kita melakukan hal yang kita benci tsb.

MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang