Writer POV
Menjadi istri itu memiliki keistimewaan yang diberikan Allah untuk perempuan. begitu juga dengan menjadi seorang suami. Suami, dan isteri, keduanya saling berlomba untuk mendapatkan Ridlo Allah. Sehingga aktivitas keduanya pun akan senantiasa dijadikan sebagai ajang perlombaan untuk mendapatkan Ridlo-Nya. Masalah-masalah pun juga akan dikembalikan hanya kepada-Nya.
Suara khas orang memasak terdengar di dapur rumah Rio. Ya, siapa lagi kalau bukan Rara yang sedang memasak. Setelah menjadi istri, rutinitas paginya berubah. Mempersiapkan keperluan suaminya dan memasak adalah aktivitas rutin Rara kini setiap pagi. Yang patut Rara syukuri adalah keluarga suaminya sudah mempersiapkan penolong untuk membersihkan rumah, karena mereka juga dimintai tolong sekaligus untuk mengurusi konsumsi pekerja di ladang Rio.
Karena masih menjadi mahasiswa, Rara pun masih belajar untuk membagi waktunya dalam mengerjakan amanah-amanahnya. Agar amanah itu benar-benar menjadi sebuah peluang untuk memperluas Surganya. Bukan malah menjerumuskannya menjadi seseorang yang munafik karena berkhianat. Jangan ditanya, awal-awal waktu pernikahan pun Rara masih bingung untuk membagi waktunya. Waktu untuk dirinya, amanahnya di kampus, skripsinya, dan tentunya amanah dia untuk mengurusi suaminya dan keperluannya.
Sementara Rio pun juga sama, hadirnya seseorang dalam hidupnya tentunya menambah warnanya dalam hidupnya. Sebagai suami, Rio masih bealajar untuk menjadi qowwam, pemimpin rumah tangga yang terbaik. Dan bukankah, sebaik-baik laki-laki adalah yang memperlakukan istrinya dengan baik?, itu sabda Nabi yang berusaha dipegang Rio. salah satu tanda menjadi laki-laki yang terbaik adalah jika mampu memperlakukan istrinya dengan baik, sebagaimana Allah dan Rasulnya menuntun.
Flashback, malam lalu
"Lho, kok bisa gitu Mas?. Bila belajarnya ngga gitu."
"Coba lihat bukunya lagi."
Ceritanya, Rio sedang menguji istrinya dulu, sebelum istrinya itu menjalani sidang komprehensif. Padahal Rio baru balik dari menyeleseikan urusan kendala usahanya pukul 10 malam. Rio hanya istirahat dua jam, kemudian membangunkan istrinya untuk mengujinya.
Rara mengecek buku teorinya lagi. Eh, benar apa yang disampaikan oleh suaminya.
Kapan suaminya belajarnya?. Menurut Rara, urusan kendala usaha suaminya saja, sudah bikin Rara pusing. Tapi, suaminya masih bisa membagi pikirannya.
"Makanya, belajar."
Rara hanya cemberut.
"Udah lanjutin." Perintah Rio lembut.
"Lagi?. Mas Rio nggak capek?. Mas Rio istirahat dulu." Rara prihatin juga dengan suaminya.
"Mas udah istirahat Bila." Rio mengacak rambut istrinya. Rara cemberut. " Kenapa?, mau kabur dari ujian Mas?. Kalau berhasil melewati ujian dari Mas, nanti pasti gampang ujian di hadapan dosen."
Rara hanya geleng-geleng.
"Mas narsis?." Goda Rara. Sebenarnya Rara sudah mengantuk sekali. "Tapi beneran ini tak apa Mas?. Mas Rio belum istirahat banyak.." gumam Rara pelan.
"Mas udah istirahat dua jam Bila. Lagipula, sudah biasa juga. Laki-laki itu kudu tangguh. Mas ini sekarang qowwamnya Bila, yang menentukan arah rumah tangga kita kedepan ya Mas. Mas harus mastikan semuanya bisa sesuai dengan arahan yang Mas harapkan, dapat Ridlonya Allah. Makanya Bila yang enak kalau diajak kerjasama." Rio dengan santainya masih mengecek skripsi istrinya yang akan diujikan besok. Dia ingin istrinya mendapatkan nilai terbaik. Dan jika, dia bisa membantu istrinya karena dia juga berpengalaman mengajar, mengapa tidak?. Istrinya, calon pendidik generasi yang terlahir dari mereka, generasi penerus yang cemerlang. Bukankah dirinya sebagai pemimpin rumah tangga juga harus memastikan jika istrinya mampu menjadi madrasah(sekolah) terbaik bagi anak-anaknya kelak?,
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah
SpiritualSebuah cerita. Bermula dari makhluq yang bernama manusia. Laki- laki dan perempuan. Yang memiliki naluri untuk mencintai. Yang membutuhkan lawan Jenisnya. Yang ingin mencintai dan dicintai. Namun, terhambat oleh kondisi lingkungan yang membuat merek...