Kepingan Puzzle 2

9.9K 445 4
                                    

Rara POV

Dag- dig- dug..dhuer.... di kamar pojok ini aku merasakan rasa yang berbeda dari biasnya. Nervous, tegang dan apalah namanya rasa asing ini. Malam ini, Mbak Amina, seorang Ustadzah cerdas yang kukenal menyampaikan kepadaku jika ada seseorang yang mencari istri dan dia siap untuk berkenalan. Dan aku ditawarkan, apakah aku bersedia. Namun, syaratnya adalah Ikhwan ini mencari seseorang yang dia mau untuk tinggal menetap di kota ini. Karena dia anak tunggal, dan akan diajak hidup bersama orang tuanya.

Well ternyata praktek tak segampang teori. Dengan entengnya aku mengatakan akan menikah ketika ada yang melamarku. Tapi, kini ketika ada yang mengajakku untuk berta'aruf aku malah galau. Bimbang,, bingung dan ragu.

Aku pernah berdoa pada Allah, bahwa yang pertama datang berkenalan denganku adalah seseorang yang Allah pilihkan untuk menjadi imamku nantinya. Karena aku tahu hatiku sangat mudah terombang ambing masalah ini. Aku ingin menjaga.

Rencanaku ketika menikah nantinya maka aku akan mengajak suamiku untuk hidup dengan ibuku di kampung asalku. Namun, sekarang aku masih ragu. Jika dia mengajukan syarat akan diajak hidup dengan orang tuanya. Tetapi jika dikaitkan dengan mimpi-mimpiku sebelumnya mimpi itu begitu nyata, dan aku pun mendapatkan firasat baik mengenai masalah jodohku ini. Oh, Allah..aku bingung.

Sebuah deringan panggilan masuk ke Hpku. Ah, Ibu memang paling tahu disaat putrinya galau seperti ini. " AssalmualaikumWrWb. Ibu....".

Hampir setengah jam aku berbincang dengan Ibu. Mulai bertukar kabar hingga bagaimana kabar saudara-saudara yang lain di rumah. Mungkin inilah saatnya aku menyampaikan perihalku. Toh, ibu sudah kenal dengan Mb Amina. Semoga Ibu bisa memberikan keputusan terbaiknya.

"Ibu. Rara mau izin. Kan sebelumnya, Rara sudah menyampaikan ada target menikah tahun ini atau tahun depan. Nah, ini sekarang Mb Amina memberikan tawaran kepada Rara untuk menikah. Ada seseorang yang dia mau dikenalkan. Insya Allah orangnya sholih Bu. Kan itu kan yang penting. sholih orangnya"

"Masya Allah. Tahu gak Ndhuk. Ibu baru saja bermimpi kalau jodohnya Rara sudah dekat. Alhamdulillah, sepertinya ini pertanda dari Allah Ndhuk...siapa Ndhuk?"

Benarkah,?. Aku juga bermimpi Bu..

"Ya, Rara belum tahu Bu. Kan Rara belum bisa memberikan jawaban pastinya ke Mbaknya. Jadi juga biodata belum dikirim"

"Oh, ya monggo saja. Terserah sampeyan. Ibu menyerahkan sepenuhnya pada sampeyan seperti apa maunya"

"Tapi..... laki-lakinya ini pengennya nanti kedepannya dia mengajak tinggal Rara bersama orang tuanya disini Bu. Soalnya dia anak tunggal. Padahal sebenarnya Rara ingin bersama Ibu kalau sudah nikah nanti. Tinggalnya di Kampung saja biar Ibu dan saudara-saudara yang lainnya ada yang menemani"

"Ya..gak boleh berbicara seperti itu Ndhuk. Namanya perempuan itu jika sudah menikah ya harus mengikuti suami. Dimanapun berada, istri harus mendampingi suami. Ibu gapapa tinggal disini, kan nanti juga ada kakakmu dan istrinya kedepannya juga. Ada budhe-bulik juga.... Yang namanya orang menikah itu bekerja sama Ndhuk. Nikah itu tidak pada perkara yang senang-senang saja. Menjadi istri itu mendampingi suami dalam kondisi apapun. Suami tidak mampu, sedang mengalami keslitan juga harus senantiasa mendampingi. Sabar dalam bekerja sama. Apalagi namanya orang menikah nanti di awal waktu pasti masih belum mampu secara finansial dan mapan..".

Dan mengalirlah cerita perjalanan cinta Ibu dan Alm. Bapak. Mereka juga tidak melalui fase pacaran. Bahkan ibuku baru tahu bapakku ketika di KUA saja. Meski bapakku mengalami kesulitan hidup, ibuku tidak trauma. Ibu malah menasihati untuk memilih calon yang sholih yang siap menjadi Imam. Bukan yang kaya, tapi yang mau bekerja dan memiliki perilaku yang baik. Dan lampu hijau dari ibuku benar-benar memberikan ketenangan dalam diriku untuk mengiyakan tawaran dari Mbak Amina.

MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang