XX. Usque Ad Finem

1.6K 281 35
                                    

trigger warning // tenggelam

⠀⠀Semakin mendekati batas badai, cuaca semakin tak bersahabat. Angin berhembus lebih kencang, gelombang meninggi. Seluruh awak Windrider sibuk bersiap menghadapinya—barang-barang dibawa ke palka sebagai penyeimbang, termasuk meriam. Meja dan kursi dikumpulkan di sudut  ruangan, diikat kuat-kuat dengan tambang ke gerendel pada dinding. Lubang palka ditutup jerubung dan kayu agar air tak masuk ke dalam.

⠀⠀Para awak geladak mengikatkan diri pada tiang-tiang kapal, untuk mencegah terlempar ke laut. Begitu juga dengan Hawk, yang mendepak Gunnar dari balik kemudi. Caspian berlari ke dalam, lalu muncul lagi bersama Altan di gendongan. Si bayi merengek, tampak tidak terlalu nyaman—kain gendongnya dibebat kuat-kuat agar ia tidak terpisah dari sang ayah. Kemudian, dua bapak-anak itu masuk ke dalam ruang navigasi, mengawasi lewat jendela.

⠀⠀Kedua siren juga muncul, berderap naik ke geladak antara. Lyra mengangguk singkat pada sang kapten, berdiri di satu sisi. Kancing-kancing bajunya sudah setengah terbuka, siap untuk terjun kapan saja ke laut.

⠀⠀Sementara, Carina menatap Hawk dengan sendu. Gadis itu menyempatkan diri untuk menyentuh pipi si pria, sebelum berlalu ke sisi geladak yang satu lagi. Hawk tahu ia memang keterlaluan beberapa hari ini, menghindari Carina seolah si siren membawa kusta. Tapi corak hitam di dada kiri itu akan selalu menjadi pengingat atas kesalahan Hawk, ketidakmampuannya melindungi seseorang yang ia cintai.

⠀⠀Ketika air hujan menetes ke punggung tangan Hawk, ia tahu mereka sudah melewati garis badai. Windrider langsung disambut oleh ombak tinggi—hampir saja menggulingkan kapal kalau Hawk tidak cepat-cepat memutar kemudi. Deru gelombang, angin, dan hujan tak lagi berbeda di telinga, seolah menjadi satu. Layar dan temberang ditarik kesana-kemari oleh dorongan angin kencang.

⠀⠀"Tutup layar buritan!" Hawk berseru, dan para juru kelat tergopoh-gopoh menggulung temali.

⠀⠀Di saat badai seperti ini, mereka harus mengurangi pengaruh kekuatan angin pada layar, sekaligus mengatur kecepatan. Hawk sendiri sudah sibuk mengarahkan kapalnya untuk menyongsong gelombang yang datang. Windrider mendaki punggung gelombang nan curam hingga Hawk tak perlu mendongak untuk melihat langit. Ketika sampai di puncak dan haluannya terbanting ke bawah, langit berganti menjadi permukaan laut. Laut, langit, laut, langit, terus bergantian sementara deras hujan menerpa wajah-wajah para awak.

⠀⠀"Stabil menuju selatan, Kapten!" Georgie melapor, mata tak lepas dari kompas.

⠀⠀Hawk mengangguk, tepat saat satu ombak raksasa berdebur dan menghantam geladak. Para awak berteriak panik, beberapa yang pijakannya tak cukup kuat tersapu dan terbanting ke pagar atau dinding kayu. Tapi sebagai pelaut yang telah mencicip asam-garam pelayaran, mereka segera berdiri dan kembali ke posisi masing-masing.

⠀⠀Belum sempat merasa lega, mereka kembali dihantam ombak. Tiang-tiang kapal berkeriut, dan Windrider oleng sejenak ke kiri. Kembali terdengar seruan dari para awak yang terpelanting, dan akhirnya Hawk memberi perintah lagi.

⠀⠀"Tutup layar utama!"

⠀⠀Juru-juru kelatnya merangkak dan merayap demi mencapai tiang utama, susah payah menggulung temberang. Sekarang, hanya tersisa layar depan dan jib, yang digunakan untuk mengendalikan arah laju kapal.

⠀⠀Ketika Windrider mendaki gelombang raksasa lagi, Hawk menoleh pada para siren.

⠀⠀"Badai ini terlalu besar!" geleng Lyra sebelum kaptennya mengatakan apapun, "aku tak yakin kami bisa mengendalikan."

⠀⠀"Coba saja dulu!"

⠀⠀Tanpa perlu disuruh dua kali, kedua siren melepas pakaian dan terjun ke laut bersamaan dengan datangnya gelombang lain. Gelombang kali ini cukup tinggi hingga menghantam geladak antara, melantingkan Hawk ke belakang. Punggungnya menabrak jendela ruang navigasi, tapi untunglah tali pengamannya tidak lepas. Berpegang pada tambang, Hawk kembali berdiri dan menghampiri kemudi.

Of Sand and ShadowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang