⠀⠀II.
⠀⠀Blade melonjak, ikut terkejut. Hampir saja ia terpelanting dari kursi kayu tempatnya duduk. Tubuh sang koki membeku, pandangan terpancang pada dua iris berwarna magenta.⠀⠀Sepasang mata itu membelalak, sebelum tiba-tiba meredup. Ia mengerjap-ngerjap, lalu memperhatikan Blade dari atas ke bawah.
⠀⠀“Ah!” si mermaid berseru, menunjuk pria itu dengan binar baru. Ia mengatakan sesuatu dalam Sirenis, sebelum tiba-tiba meringis dan memegangi ekor yang dibebat perban.
⠀⠀Refleks, Blade mencondongkan tubuh ke depan. “Hati-hati, lukamu belum sembuh.”
⠀⠀Mermaid itu mengangkat kepala, menatap Blade seolah terpana.
⠀⠀“Apakah ada bagian lain yang sakit?” tanya Blade perlahan, “perlukah aku memanggil Carina?”
⠀⠀“Ca… rina?” Mata magenta si mermaid kembali melebar, rasa ngeri terlintas sejenak pada ekspresinya. “Ssssiren?”
⠀⠀“Ya, Carina. Ssiren.” Blade berusaha meniru desis khas logat bangsa Mer, walau terdengar payah. Kemudian, ia menunjuk perban di ekor si mermaid. “Carina yang mengobati lukamu.”
⠀⠀Si mermaid mengucapkan sesuatu lagi, dan tentu saja Blade tak mengerti. Daripada semakin bingung, akhirnya laki-laki itu memutuskan untuk memanggil Medik yang bertanggung jawab.
⠀⠀“Tunggu sebentar di sini, aku akan mencari Carina.”
⠀⠀Ketika Blade berbalik untuk beranjak, sesuatu menahan lengannya. Langkah sang koki terhenti, menunduk pada satu tangan yang melingkari pergelangan. Tangan dengan jari-jari lentik dan pucat, milik si mermaid ungu.
⠀⠀Tatapan Blade terangkat pada wajah si mermaid, yang menunjukkan kesedihan. Hati sang pria melembut, dan ia meletakkan tangan di atas tangan mermaid itu sambil tersenyum tipis. “Aku hanya pergi sebentar. Hanya untuk memanggil Carina, oke? Ca-ri-na. Dia yang akan menyembuhkanmu.”
⠀⠀Meski keengganannya terlihat jelas, sang mermaid akhirnya melepas Blade dan membiarkan pria itu menghilang ke bagian dalam rumah.
—
⠀⠀“Lukanya akan sembuh dengan baik,” ujar Carina, membebat kembali luka si mermaid menggunakan lembaran ganggang. Perban kain yang sebelumnya—hanya perban sementara, sudah teronggok di lantai. “Sepertinya tidak akan terjadi in-fek-si.”
⠀⠀“Syukurlah.” Blade manggut-manggut. Ia kembali bertatapan dengan si mermaid, yang berbaring sambil sesekali melirik Carina waswas. “Ng… siapa nama mermaid ini?”
⠀⠀Si siren berdesis-desis pada si mermaid, dan dijawab dengan takut-takut, “Thalia.”
⠀⠀“Thalia,” ulang Blade, “nama yang indah.”
⠀⠀Sepertinya Carina meneruskan perkataan Blade pada si mermaid—Thalia. Thalia menundukkan kepala dengan pipi bersemu, malu-malu. Melihat itu, Carina hanya memutar bola mata.
⠀⠀Sepertinya, siren dan mermaid memang tidak pernah akur.
⠀⠀Blade membiarkan saja dua spesies bangsa Mer itu dengan permasalahan mereka. Ia lebih tertarik pada penyebab kondisi Thalia hingga terdampar seperti ini. “Apa yang terjadi padanya, sampai terluka?”
⠀⠀Sang Medik melanjutkan pertanyaan itu acuh tak acuh, sambil mengikat perban ganggang. Namun, ketika Thalia akhirnya menjawab, gerakan Carina terhenti. Warna menghilang dari wajahnya yang sudah pucat, menyisakan pias. Ia mendesiskan sesuatu lagi, kali ini dengan nada lebih agresif.
KAMU SEDANG MEMBACA
Of Sand and Shadows
FantasySetiap mata Hawk terpejam, ia memimpikan darah dan bayangan. Ada yang salah dalam dirinya, suatu kekuatan gelap mengintai. Tapi ketika keluarga Kerajaan Hebra membutuhkan Hawk, ia tak bisa menarik janji pengabdian yang telah terucap. Walau itu artin...