⠀⠀Ketika Hawk masih menjadi budak di Batra, ia bekerja di ladang. Dari terbit matahari hingga terbenam, ia terbungkuk-bungkuk memotong batang gandum dengan arit. Kemudian, gandum diikat dan dibawa ke tempat pengumpulan. Hawk akan mengirik gandum dengan cara dipukul-pukul hingga bulir-bulirnya keluar. Begitu terus setiap hari, berulang-ulang.
⠀⠀Setelah matahari sepenuhnya tenggelam, barulah Hawk kembali ke barak, tempat dia akan beristirahat. Tidur di satu ruangan sempit bersama belasan—atau mungkin puluhan—budak lainnya, hanya beralas tikar jerami. Setiap malam, sebelum terlelap, hidung Hawk selalu mengendus aroma-aroma yang sama. Campuran dari ruang pengap, dinding berlumut, tubuh-tubuh berkeringat, hingga kotoran dari pot di pojokan.
⠀⠀Aroma inilah yang pertama kali disadari Hawk saat terjaga. Ia mengerutkan hidung, bertanya-tanya bagaimana mungkin dia kembali ke barak di Nalareth. Kemudian, barulah benaknya mengingat apa yang terjadi—bukan Nalareth. Ia berada di La Sierra, mengambil jamur paquata sialan saat…
⠀⠀Sang kapten membuka mata, untuk menemukan langit-langit batu yang diterangi cahaya remang.
⠀⠀"Hawk! Akhirnya kau bangun!" seruan Blade terdengar dari kiri. Di kanannya, Carina mendekat dengan wajah khawatir.
⠀⠀"Hawkie!" gadis itu berseru, menyentuh pipi kaptennya sebelum mengumumkan, "Hawkie akan baik-baik saja."
⠀⠀"Syukurlah, Ya Khaliq!" Blade membalas, menepuk-nepuk lengan Hawk. "Kapten? Kau dengar aku?"
⠀⠀"Tentu saja aku mendengarmu," jawab Hawk serak, berusaha bangkit duduk sebelum berteriak refleks. Sengatan nyeri muncul di sisi perut, menjalar ke seluruh tubuh. Ia membanting punggung kembali ke lantai batu, terengah-engah.
⠀⠀"Jangan banyak ber-ge-rak dulu." Carina meletakkan tangan tepat di atas pusat nyeri Hawk. "Masih belum sembuh."
⠀⠀"Carina sudah berusaha keras untuk menyembuhkanmu, tapi kekuatannya tidak cukup," lapor Blade, "setidaknya dia menghentikan pendarahan."
⠀⠀Jemari Hawk menyentuh lengan si siren sebagai ucapan terima kasih seadanya. Carina mengangguk paham, menggumamkan sebuah lagu. Sensasi menggelitik terasa pada luka sang kapten, yang perlahan membaik walau belum sepenuhnya hilang. Saat itulah, Hawk teringat pada kejadian sebelumnya. Tentang kegelapan yang meminta dilepaskan, dan ditahan kuat-kuat oleh Hawk. Tentang dinginnya besi menembus perut, yang ia yakini sebilah belati. Tentang Georgie, berlari masuk hutan. Dan tentang dirinya sekarang, berada dalam ruangan sempit remang-remang.
⠀⠀Hawk mengerjap, memperhatikan sekeliling. Hampir seluruh sisi ruangan itu ditembok batu, dengan satu pintu kayu tebal. Ada jendela kecil berteralis pada daunnya, memberi jalan pada lampu minyak di luar untuk menerangi ke dalam. Dari bau apak yang mengingatkan pada barak di Batra, Hawk yakin tempat ini adalah penjara.
⠀⠀"Kita ditangkap," ujarnya tanpa nada. Karena itu bukan sebuah pertanyaan, melainkan pernyataan.
⠀⠀"Seperti yang kau lihat sekarang." Blade mengangkat bahu.
⠀⠀"Georgie?"
⠀⠀"Lari ke dalam hutan. Kuharap dia bisa menemukan cara untuk bertemu dengan Lyra."
⠀⠀"Kuharap juga begitu," gumam Hawk. Ia menekan titik nyeri di perut, memaksa diri untuk bangkit sekali lagi. Tanpa menghiraukan repetan Carina yang berusaha mencegah, atau sengatan rasa sakit dari lukanya. Sang kapten terhuyung sesaat, sontak bertopang pada dinding berlumut.
⠀⠀Jendela yang tadi ia lihat kini berada tepat sejajar dengan mata. Hawk tersaruk-saruk mendekat, mengintip dari sela jeruji. Sebuah lampu minyak tergantung di dinding luar, tepat di sebelah pintu—asal dari cahaya remang dalam sel. Di sebelah kanan, satu sosok tinggi besar berdiri memunggungi pintu, tombak dalam genggaman. Mungkin penjaga.

KAMU SEDANG MEMBACA
Of Sand and Shadows
FantasySetiap mata Hawk terpejam, ia memimpikan darah dan bayangan. Ada yang salah dalam dirinya, suatu kekuatan gelap mengintai. Tapi ketika keluarga Kerajaan Hebra membutuhkan Hawk, ia tak bisa menarik janji pengabdian yang telah terucap. Walau itu artin...