⠀⠀Matahari sudah menghilang di balik permukaan laut, menjadikan langit dan dunia di sekitar mereka berwarna biru. Petugas kota menghampiri satu persatu tiang di tepi jalan, menyalakan lampu.
⠀⠀Carina masih menggandeng tangan Hawk, sementara satu tangannya memeluk kantong kertas berisi rempah yang ia beli tadi. Manusia pemilik toko sangat baik, memberikan banyak bonus dan potongan harga. Dengan rempah-rempah ini, Carina bisa bereksperimen meracik berbagai ramuan baru yang tak mungkin dapat ia temui di bawah laut.
⠀⠀Meski malam mulai turun, La Mamora sama sekali tidak sepi. Toko-toko masih buka, rumah makan dan kedai minum dipenuhi orang. Sesekali, mereka akan bertemu taman atau lapangan kecil, anak-anak bermain riang di sana.
⠀⠀"Carina," panggil Hawk tiba-tiba.
⠀⠀"Hm?" Gadis itu mendongak.
⠀⠀"Sepertinya ini bukan jalan yang kita lewati tadi."
⠀⠀Carina memutar kepala, memindai sekeliling. "Sepertinya bukan."
⠀⠀"Lalu kenapa kita lewat sini?"
⠀⠀Si siren menyeringai. "Aku lupa."
⠀⠀"Kau lupa jalan kembali ke pelabuhan???" Mata Hawk melebar, tampak lucu dan menggemaskan. "Lalu kenapa tidak bilang dari tadi?"
⠀⠀Carina hanya mengangkat bahu. "Nanti juga ketemu."
⠀⠀Sang kapten menatapnya tak percaya, sebelum mengibas kepala dan mendongak pada langit. Mungkin berdoa pada Pencipta Semesta untuk memberikan kesabaran ekstra.
⠀⠀Dengan senyuman yang sama sekali tak luntur, Carina menepuk-nepuk lengan pria itu. "Tidak apa-apa, turun terus."
⠀⠀"Ah, benar juga." Lengan Hawk terangkat, menarik bahu Carina lebih dekat untuk menghindari seorang pelaut mabuk. "Kalau kita turun terus, pada akhirnya akan bertemu dengan pantai."
⠀⠀"Aku pintar," angguk gadis itu sok yakin.
⠀⠀"Ya, kau memang pintar, dan aku mengakui—"
⠀⠀Sekonyong-konyong, langkah Hawk terhenti. Hampir saja Carina terjungkal kalau ia tidak berpegangan erat pada sang kapten. Si siren mendongak untuk protes, tapi rupanya mata Hawk terpancang ke satu arah. Penasaran, Carina ikut memutar kepala, mengikuti pandangan pria itu.
⠀⠀Di antara bangunan warna-warni, terdapat satu bukaan kecil. Tembok dari rumah di sekitarnya menjadi pembatas, tumbuhan liar tumbuh dari sela-sela batu merah. Namun, Hawk bukan memandangi itu semua, melainkan satu sosok yang duduk meringkuk di sudut.
⠀⠀Seorang wanita tua, mengenakan baju compang-camping dan penutup kepala dari kain hitam. Tangan rentanya mencengkeram selimut tipis penuh tambalan, bahu berguncang seperti sedang menangis.
⠀⠀"Hawk…" Carina memanggil kaptennya ragu, "ada apa?"
⠀⠀Pria itu tak menjawab. Alih-alih, ia berderap pada sosok perempuan tua, meninggalkan Carina yang kebingungan. Si siren tergopoh mengikuti, hingga mereka berdiri tepat di hadapannya.
⠀⠀Sedekat ini, Carina dapat melihat dengan lebih jelas—sebelah matanya sudah putih oleh penyakit, tapi mata yang satu lagi memiliki iris gelap. Rambutnya juga hitam kelam, dengan sedikit abu di sana-sini. Wanita itu menyadari kehadiran mereka dan mendongak, lalu mulai meracau. Carina tak mengerti bahasanya—jelas bukan bahasa Hebra.
⠀⠀Namun, Hawk malah jatuh berlutut. Laki-laki itu menatap si wanita lekat, menjawab racauannya dengan suara bergetar,
⠀⠀"Ommi, deh Essam. Deh Essam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Of Sand and Shadows
FantasySetiap mata Hawk terpejam, ia memimpikan darah dan bayangan. Ada yang salah dalam dirinya, suatu kekuatan gelap mengintai. Tapi ketika keluarga Kerajaan Hebra membutuhkan Hawk, ia tak bisa menarik janji pengabdian yang telah terucap. Walau itu artin...