XIX. Cras Amet Qui Nunquam Amavit

1.5K 276 41
                                    

⠀⠀Carina berdendang lirih, meraih botol berisi air ajaib dari ceruk yang ada di guanya. Air tersebut adalah kunci bagi para Diviner untuk meracik ramuan, kombinasi dari sihir siren dan fenomena alam. Cekungan tempat air ajaib Carina berada terhubung dengan gunung api bawah laut, mengalirkan energinya sebagai penyokong sihir sang Diviner.

⠀⠀Ketika bepergian seperti saat ini, Carina selalu membawa air ajaibnya dengan botol yang ia temukan di kapal karam. Cukup menggunakan satu-dua tetes saja, Carina bisa meramu tanpa perlu menyihir air ajaib lagi.

⠀⠀Sekarang, satu-dua tetes itu jatuh ke dalam mangkuk berisi air laut yang sudah ia siapkan. Carina terus berdendang, membujuk semua bahan-bahan agar tunduk pada keinginannya. Agar mereka menjadi ramuan yang memang ia butuhkan.

⠀⠀Selanjutnya, Carina mencelupkan tangan ke dalam mangkuk sehingga air laut mengubah jemari manusianya kembali menjadi cakar. Dengan kuku-kuku tajam, ia mengambil jamur paquata dan merobek-robeknya menjadi potongan kecil. Ia bisa merasakan kekuatan dari si jamur, energi apa yang ditawarkan untuk sang Diviner.

⠀⠀Diremasnya potongan jamur beberapa kali, lalu dilemparkan ke dalam mangkuk. Ia mengganti nada nyanyian, lebih mendesak agar bahan-bahan ramuannya segera menyatukan diri.

⠀⠀"…Abyssus abyssum invocat—uh!"

⠀⠀Si siren tersentak, memegangi dada kiri. Ada sengatan di sana, mirip capitan kepiting kecil. Carina meringis, meletakkan pipi di atas meja dapur. Sejak hari itu, memang ada yang aneh dengan dirinya. Seperti ada tinta gurita menyebar lamat-lamat ke seluruh tubuh, selubung tipis yang menutupi sihir Carina. Membuat badan siren itu terasa tak enak. Memang tidak terlalu parah, tapi cukup mengganggu.

⠀⠀Kemungkinan besar, ini memang kekuatan yang sama dengan yang menghantui Hawk. Bedanya, kekuatan itu tidak benar-benar mengendap di tubuh Carina—lebih seperti suatu penyakit yang berangsur-angsur menghilang. Mungkin baru akan raib sepenuhnya setelah satu fase bulan.

⠀⠀Carina menyeka butir-butir keringat di dahi, tubuh terasa panas dan dingin dalam satu waktu. Jika ia membuka mata, kepalanya berputar. Maka, Carina mengistirahatkan diri untuk beberapa jenak sebelum kembali duduk tegak. Melanjutkan kegiatan yang tertunda, menyanyikan mantra dengan lebih hati-hati.

⠀⠀Pintu dapur mengayun terbuka, dan Blade masuk dengan seember ikan segar. "Selamat pagi, Carina."

⠀⠀"Selamat pagi, Blade," angguk si siren, lalu menunjuk ikan di ember, "minta satu?"

⠀⠀"Tentu saja boleh. Tunggu sebentar, ya." Blade membuka tong penyimpanan dan menuang semua ikan ke dalam. Setelah selesai, ia memilih satu yang paling gemuk dan memotongnya dengan belati kecil. Hasil irisan yang sudah bersih tanpa tulang diletakkan di atas meja, diambil Carina yang tersenyum.

⠀⠀"Terima kasih," ucap gadis itu sambil menggerigiti makanannya.

⠀⠀"Sama-sama." Blade membalik ikan dan memotong sisi yang lain. "Apakah kau baik-baik saja? Wajahmu sedikit pucat."

⠀⠀"Akan baik-baik saja."

⠀⠀Tentu sang koki tidak langsung percaya, tapi ia tak memiliki kemampuan untuk diagnosis kesehatan, apalagi kesehatan siren. Jadi, Blade mengalihkan topik. "Ngomong-ngomong, sebentar lagi aku akan membawa sarapan untuk kapten kita tercinta. Ada sesuatu yang ingin kau sampaikan?"

⠀⠀Diam-diam, Carina menghela napas. Sudah dua malam Hawk tidur di ruang navigasi, sengaja menghindar darinya. Bahkan saat mereka makan bersama, Hawk duduk sejauh mungkin dari Carina, memalingkan mata. Setiap kali si siren berupaya bicara, sang kapten akan mencari seribu satu alasan untuk menghindar.

Of Sand and ShadowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang