12. Laku Masangin

34 5 1
                                    

Fazza mengintip dari jendela ruang tamu, salju masih turun hari ini.

Dalam diamnya ia memperhatikan butiran salju mendarat di sela kayu-kayu jendela. Matanya kemudian memandang jauh ke gerbang, bayangan dirinya dan Amaiya yang bertemu di sana samar tergambar dalam benaknya.

"Kenapa aku harus mengajakmu menderita dalam ketersesatanku?"

Kembali kemudian Fazza memikirkan penuturan baba kemarin, ketika semuanya menjadi jelas.

"Kau masih ingat bagaimana nasihat pengemis tua pada kisah Fariddudin Attar?"

"Yang menjadi alasan Attar berkelana dan memilih jalan sufi?" sahut Fazza.

Musa lalu mengangguk, "ya."

"Jangankan toko wewangianmu, bahkan meninggalkan dunia dan kemewahannya aku sanggup. Lantas, sanggupkah dirimu melakukan hal tersebut? Meninggalkan tokomu, duniamu, dan segala kemewahanmu?" jawab Fazza lancar.

Itu adalah kisah sufi favorit Fazza, Fariddudin Attar. Ia selalu meminta Selim untuk menceritakan kisah Attar atau cerita karangan Attar yang imajinatif. Sehingga sampai sekarang, Fazza mengingatnya.

Fariddudin Attar adalah pengusaha minyak wangi dan saudagar kaya pada zamannya, suatu hari datang seorang pengemis yang tertidur di depan toko minyak wangi sehingga ia hendak mengusirnya, namun jawaban pengemis itu sanggup membuat perasaan Attar terguncang hebat.

"Pengemis itu lalu terbaring dan mati di depan toko Attar. setelah mengubur pengemis itu, Attar memutuskan untuk meninggalkan segalanya. Menjadi penyair ulung dan menulis banyak cerita yang dikagumi dunia." lanjut Fazza menyempurnakan kisahnya.

"Benar sekali, Aslanim." Musa menatap putranya yang kini berekspresi bingung. Pasti bertanya-tanya apa hubungannya kisah Attar dengan semua ini?

Setelah beberapa detik Fazza memalingkan wajah menyadari sesuatu.

"Baba baru menyadarinya?"

Dengan pelan Musa mengangguk, ternyata anaknya tidak butuh waktu lama untuk mengerti sesuatu.

"Selama ini, semua yang baba miliki adalah ketakutan. Manusia takut kehilangan. Kehilangan harta, kehormatan," penjelasan Musa terhenti sejenak, "dan orang yang dikasihinya," Musa melihat surat kakek Amaiya kembali.

"Lambat laun ketakutan baba menjadi keserakahan. Mengekang Selim, melarang anne bertemu denganmu,"

Mendengarnya membuat mata Fazza kembali berkaca-kaca.

".. dan kini memisahkanmu dari Amaiya."

"Sudah jangan dibahas, baba." lirih Fazza.

"Semua kukira baba lakukan karena itulah yang terbaik, namun semuanya ilusi. Baba takut reputasi baba buruk, ego baba terluka atau baba akan tampak lebih lemah. Semuanya salah baba, nak," Musa meletakkan surat kakek di atas meja.

"Dalam perjalanan baba di Kota Suci, Allah memberikan banyak petunjuk untuk baba. Dunia hanyalah fana. Fana." suara Musa bergetar, air matanya kembali menyadari semua dosanya.

Fazza melihat Musa yang memegang pangkal hidungnya mencegah keluar air mata.

"Tidak tahu perjalanan spiritual apa yang baba alami di Makkah atau Madinah, aku bersyukur Allah melunakkan hati baba." Fazza mendekatkan diri dan menggenggam tangan Musa kemudian mengecupnya.

Musa melihat ketenangan yang dimiliki Fazza, lalu tersenyum mengangguk.

"Kini hanya kau, Aslanim. Yang baba miliki di dunia ini. Allah menitipkanmu padaku bukan untuk aku kekang."

F A Z Z A: Sekata (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang