"Penghargaan penulis muda berbakat?"
Hulya dan Mahi mengangguk semangat, kedua mata mereka berbinar bahagia.
Restoran hotel Janaka di lantai dua normal seperti biasa, sesekali terdengar tawa renyah dari meja-meja. Pelayan wara-wiri membawa pesanan dengan senyum ramah mereka. Semua orang tampak sumringah, kecuali Fazza yang pasang wajah tak bersahabat sejak tadi. Alisnya berkerut terus.
"Apa begitu reaksi dari kabar baik ini?" sungut Hulya. Wajah Fazza masam sekali, huh!
"Kenapa aku tidak dihubungi terlebih dahulu tentang ini?" tanya Fazza mencerna. Kabar ini memang mengejutkan untuknya.
Entah karena hal ini terlalu mendadak atau suasana hatinya sedang tidak baik, hal ini tidak menjadi menyenangkan baginya.
Sayang sekali waktunya tidak tepat. Dirinya masih dikuasai kejemuan pada Amaiya. Hatinya masih dongkol.
"Jadi," Mahi menengahi. "Kau tau acara penghargaan penulis bergengsi setiap tahun di Istanbul, kan? Istanbul Winter Writer Awards. Tahun ini sudah menyiapkan beberapa nominasi, dan kau masuk dalam salah satunya."
Fazza mengangguk, menyimak dengan seksama.
Ia tahu acara itu. Hampir semua penulis Turki, baik sastrawan, penyair, novelis, atau para penerbit besar menghadiri acara yang diselenggarakan satu tahun sekali pada musim dingin itu. Seperti awards lainnya, juga ada red carpet dan beberapa nominasi. Ajang penghargaan ini cukup terkenal di Turki. Itu mengapa banyak para penulis mengenal baik satu sama lain.
Musa Gazali termasuk salah satu penulis terpandang, Fazza ingat dulu babanya selalu menghadiri IWWA. Entah untuk menerima penghargaan ataupun sebagai tamu kehormatan. Sesekali Fazza kecil diajak kesana, lalu disorot kamera.
"Aku dihubungi pihak acara kalau mereka sudah menentukan pemenang untuk nominasi penghargaan penulis muda berbakat tahun ini. Itu kau." ucap Mahi tersenyum lebar.
"Kenapa baba tahu lebih dulu?"
"Aku yang bilang," Mahi meringis. "Kau masuk nominasi sehari setelah penerbanganmu ke Indonesia. Lalu Tuan bilang jangan mengganggu waktumu di sini untuk beberapa hari." ia memperjelas.
Sedikit canggung rasanya kalau bicara pada Fazza dengan bahasa yang tidak baku seperti sekarang, kau terdengar aneh. Mahi biasa memanggil Fazza dengan anda.
Bukan hanya itu kecanggungan yang dialami Mahi sekarang. Jujur saja sejak pengakuan cinta yang sama sekali tidak didengar Fazza itu membuat Mahi lebih keki kalau memikirkannya. Ia sadar dirinya tidak terlalu banyak bicara setelah itu, menjadi tipe perempuan yang mudah salah tingkah kalau ditatap pujaan hatinya. Kini ia sering merasa malu-malu untuk bertindak sesuatu, apalagi menyangkut Fazza.
"Seharusnya kau tetap bicara dulu padaku." Fazza menegaskan, masih belum ada titik gembira dalam matanya.
"Apa penghargaan ini tidak membuatmu senang, Asla?" kata Hulya menengahi.
Mahi terus membalas tatapan kedua mata Fazza yang kini menatap tanpa berkedip, cukup dapat dipahami oleh Mahi. Fazza tidak banyak bicara, namun sejak awal kedatangannya kesini Fazza sudah bisa terbaca kalau semua ini terlalu mendadak untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
F A Z Z A: Sekata (End)
Novela JuvenilSeri kedua dari cerita pertama: F A Z Z A "Kau bilang akan kembali saat waktunya tiba, Fazza." Kata Amaiya bernada pasrah, namun masih terdapat harapan walaupun kini terasa kecil sekali. "Ini bukan waktunya." Singkatnya. "Lalu kapan?" Amaiya tahu s...