"You're stuck in my heart
And I can't get you out to."(Kau tak bisa pergi dari benakku
Dan aku tak bisa mengusirmu.)-Back to You - Selena Gomez.
•~•~•
Genangan-genangan air di pinggir jalan memantulkan cahaya lampu jalanan. Angin tidak berhenti berhembus setelah hujan reda sore tadi, membuat langit Jogja tetap dingin karenanya.
Sepanjang jalan diramaikan dengan bus-bus kota dan kendaraan umum lainnya, siluet cahaya orange ada dimana-mana, sesekali terdengar musisi jalanan menyanyikan lagu jawa dengan alat musik seadanya.
Di pinggir jalan, di bawah pohon angsana, Fazza berjongkok mengecek seekor anak kucing yang terus mengeong.
Kelihatannya tadi dia tertabrak dan kini meringkuk di bawah pohon, sakit dan kedinginan.
Fazza memandang iba, kucing itu tampak terus menggigil dan basah.
"Sakin, (tenanglah)," Fazza membawanya ke tempat yang lebih aman lantas memberikan sisa makanan dari dalam tasnya: gudeg tadi siang. Trotoar itu tidak begitu ramai oleh pejalan kaki.
Fazza mengeluarkan tisu dan sapu tangannya yang masih bersih lantas membersihkan tubuhnya dan membungkus aman. Ternyata salah satu kakinya terluka.
"Kau bisa jalan? Tidak bisa?" tanyanya dijawab sendiri. Kucing itu mengedip-kedipkan matanya pada Fazza membuat hati anak itu tersentuh.
Kurang beberapa meter lagi Fazza sudah sampai di hotelnya, ia bisa melihat dari seberang sini. Namun pandangannya beralih pada bangunan tidak jauh dari hotelnya: sebuah toko buku klasik.
"Miau." kucing itu bersuara.
•~•~•
"Kardus?"
Fazza mengangguk singkat sebagai tanggapan pada sang pemilik toko, lelaki paruh baya dengan kacamata hitam yang bulat dengan rambut putih dibiarkan panjang, mulutnya mengeluarkan asap rokok dan kini beliau duduk di teras toko.
Fazza menunjukkan kucing yang ia bungkus dengan sapu tangannya, "kucing ini butuh rumah,"
Pemilik toko melihat wajah datar Fazza yang tengah menyodorkan seekor kucing orange kebingungan --kelihatannya ingin turun.
"Kalau bisa kardusnya besar, biar dia bisa leluasa." lanjutnya jujur.
Sejenak keheningan meluap bersamaan dengan kedipan pemilik toko. Toko itu sepi dengan musik langgam jawa yang diputar dengan suara pelan dengan kepulan asap rokok darinya.
Akhirnya pemilik toko mengangguk setuju, meletakkan batang rokoknya dan berdiri.
"Boleh," katanya, "asal kamu harus beli buku dulu dari sini dulu." lanjut sang pemilik toko memberi syarat.
Fazza menyapu pandangan sekitar, rak-rak usang namun kelihatannya sering dibersihkan. Memasuki toko, ada kipas angin yang hampir tidak berfungsi.
"Mau genre apa?"
"Sastra." jawab Fazza, lalu ia menyusuri rak-rak yang sudah diinstruksikan pemilik toko.
Sembari memilih-milih buku, pemilik toko yang bernama Pak Seno itu melirik meja kasir. Fazza meletakkannya di sana dan sekarang ia tengah memilih-milih buku.
KAMU SEDANG MEMBACA
F A Z Z A: Sekata (End)
Fiksi RemajaSeri kedua dari cerita pertama: F A Z Z A "Kau bilang akan kembali saat waktunya tiba, Fazza." Kata Amaiya bernada pasrah, namun masih terdapat harapan walaupun kini terasa kecil sekali. "Ini bukan waktunya." Singkatnya. "Lalu kapan?" Amaiya tahu s...