Regulus Black sampai di peron 9 ¾ bersama kedua orang tuanya. Ia meneliti sekitar, berharap menemukan teman-temannya. Lalu pandangannya berhenti setelah melihat gadis Potter. Gadis yang kata Crouch Jr dan Rosier membuatnya menjadi ceroboh. Damn her.
"Earth to Regulus!" Desis Ibunya.
Regulus mengerjapkan matanya beberapa kali. Orion yang melihat anaknya terpana menatap sesuatu membuatnya mengikuti arah pandangan. Siapakah gadis itu? Ia seperti yang sudah pernah melihatnya. Lalu matanya mengikuti lawan bicara gadis tersebut. Oh. Seorang Potter. "Who is she?" Tanyanya.
Pertanyaan ayahnya membuat Regulus mau tak mau menjawab. "Potter." Jawabnya singkat.
Alis Walburga terangkat, "another blood traitor? Do you know her, Regulus?"
Lelaki tampan itu tampak menarik napasnya dalam. "Yes. I know her. Dia berada ditahun yang sama denganku."
"Kau berteman dengannya?" Tanya Walburga lagi. Kali ini Regulus diam. Walburga menajamkan tatapan matanya. "Answer me, boy!"
"Dia masuk Slytherin."
Walburga menatapnya tak percaya. Seorang Potter di Slytherin?! "Don't you dare to lie!"
"Apakah dia Potter yang terkenal itu? Dia yang bisa berbicara bahasa ular?" Tanya Orion mencoba mengingat.
Mata Walburga melebar kaget, "benarkah itu, Regulus?"
Akhirnya Regulus menatap mereka berdua. "Ya, itu benar."
"Salazar." Bisik Walburga. "Berteman dengannya, Regulus. Dia cucu buyut Salazar. Darah Slytherin dan Gaunt mengalir di dalamnya." Kedua lelaki di samping Walburga menatapnya bingung. "Go." Lalu Regulus masuk ke dalam kereta.
"What was that?" Tanya suaminya ketika mereka di rumah.
"Kau ingat, Orion? Lelaki ikal yang dulu berada di tahun kita? Tom Riddle. Ia adalah parselmouth. He was the heir of Slytherin."
"He's a half-bood." Peringat Orion.
"He's a Gaunt!" Desis Walburga. "House of Gaunt mempunyai darah Salazar Slytherin. Mereka mempunyai kemampuan berbahasa ular."
"House of Gaunt sudah punah, Walburga."
"Not yet. She's the last great Slytherin dynasty." Bisik Walburga menatap pohon keluarganya dengan mata berbinar. "Bayangkan Orion, keturunan Black adalah seorang parselmouth."
Orion menatap istrinya tak percaya, "kau gila, Walburga! Gaunt ataupun Slytherin she's a half-blood! She's not pure! Not to mention she's a Potter now. Aku tidak akan mengizinkannya menginjakkan kaki di rumah atau keluarga ini. Toujours Pur, Walburga. Ingat itu." Ia meninggalkan Walburga untuk menulis surat pada anaknya.
Walburga terdiam. Toujours Pur. Semua yang Orion bilang benar. Gaunt ataupun keturunan Slytherin she's a half.
But half blood or not the blood of a Gaunt is power. Dan Walburga akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan darah Gaunt.
◐
Sebelum Barty dapat duduk, Regulus sudah menempatinya terlebih dahulu. Tepat di sebelah Audrey. Kali ini mereka bersantai di depan api unggun. Tahun terakhir membuat mereka lebih leluasa menguasai Common Room.
Sebenarnya bukan bersantai, tetapi lebih mendengarkan ocehan Aleida. "Maksudku bagaimana bisa Dumb-ledore tidak menunjukku sebagai Head Girl?! Aku!" Aleida menyingkap rambutnya dramatis.
"Kau tahu bagaimana dia pada Gryffindork." Sahut Rosier.
"Yeah. Tapi. . ."
Sepertinya pikiran Audrey jauh dari sekitarnya. Ia bahkan tidak sadar Regulus duduk tepat di sebelahnya. "Penny for your thoughts?"
Seketika Audrey menoleh. Ia memperhatikan lelaki itu. Rahangnya tampak tegas, rambutnya yang ikal sedikit memanjang hingga menutupi dahinya—hampir menutupi mata abunya yang indah. "You look like Sirius." Ucapnya tiba-tiba.
Alis Regulus terangkat, "In a good way, I hope. Aku biasanya menganggap itu sebagai—insult."
Audrey tersenyum tipis. "Biasanya. Sekarang tidak?"
"No." If it's you, sambungnya dalam hati. "Mood ku sedang baik."
Tapi Regulus Black tidak tahu jika gadis di sampingnya ini dapat mendengar dengan jelas pikirannya. "Sure, Black."
◐
Audrey memilih untuk bolos. Hanya karena langit di sore ini indah dan ia tidak bisa melewatkan itu. Cuaca Scotland tidak dapat dipredeksi. Ia duduk di atas rumput beralaskan jubahnya. Tangan kirinya ia celupkan pada air di Danau Hitam.
"Kau bolos." Suara yang sudah sangat ia kenali terdengar.
Pandangan Audrey tetap pada langit yang berwarna jingga. Ia merasakan lelaki itu duduk di sebelahnya. "And so are you."
"Nope. Aku hadir lima belas menit di kelas. Lalu keluar." Menyadari kau tidak ada di kel—
"Menyadari aku tidak ada di kelas?" Selesai Audrey. Gadis itu merasakan tatapan mata Regulus. Ia menatap balik. "What?"
"Kenapa kau bolos?" Regulus mencoba mengalihkan topik.
"This." Audrey kembali menatap langit. "Aku tidak rela masuk kelas dan melewatkan keindahan ini. Sangat cantik."
"Yeah." Setuju Regulus. Dengan tatapan yang belum beralih dari Audrey. Matanya seolah menolak perintah pikirannya untuk berhenti menatap gadis itu.
Audrey tiba-tiba berdiri. Ia melepas sepatu dan kaos kakinya. "Mau kemana?" Tapi pertanyaan Regulus tak ia jawab. Lalu bunyi air ricuh terdengar dan Audrey sudah berada di dalamnya. "Potter!" Seru Regulus.
Gelak tawa terdengar. Audrey muncul dipermukaan air. "Kemari." Ajaknya. Regulus menolak tapi Audrey memaksa, "c'mon! Jangan bilang kau tidak bisa berenang." Goda Audrey.
Mendengar itu Regulus membuka jubah, sepatu dan kaos kakinya. Mulutnya komat-kamit seperti berdoa. Lalu hitungan ketiga air kembali ricuh pertanda Regulus masuk ke dalamnya. Audrey tertawa, gampang juga merayu Regulus. "Okay, kau bisa muncul, Black."
Tapi Regulus tidak muncul. "Black." Audrey mendekati tempat dimana Regulus menyebur. "Black!" Suaranya mulai khawatir. "Regulus Black, kau bisa berenang kan?" Tiga detik berlalu tapi lelaki yang dipanggil tidak muncul juga. Dengan cepat Audrey mengambil napas panjang dan mencari Regulus. Penglihatan memburam dan Audrey melihatnya semakin tenggelam. Shit, lelaki itu tidak bisa berenang. Ia dengan cepat berenang dan melingkarkan tangannya pada tubuh Regulus dan membawa mereka berdua ke permukaan.
Saat dipermukaan wajah Regulus jatuh dipundak Audrey. Lelaki itu belum sadar. Audrey membawanya ke tepi danau. "Fuck, fuck, fuck." Ia memukul punggung Regulus keras agar sadar. "Shit. Please, please open your eyes!" Paniknya. Ia semakin kencang memukul dan Regulus bangun terbatuk mengeluarkan air yang tanpa sengaja ia minum.
Audrey bernapas lega. Ia tanpa memberi Regulus waktu berpikir langsung memeluknya tanpa pikir panjang. "Oh! Thank Merlin!" Syukurnya.
Regulus yang mendapatkan kontak fisik seperti itu hanya membeku bingung. Terakhir ia mendapatkan pelukan ketika Sirius berangkat ke Hogwarts untuk pertama kalinya. Lalu setelah itu ia tidak pernah merasakan kehangatan pelukan kembali.
"Mister Black! Miss Potter!" Seru McGonagall melihat keduanya. Mereka segera memisahkan diri. "Apa yang kalian berdua pikirkan?! Bolos bersama?!" McGonagall pikir keduanya akan berbeda dengan James dan Sirius. Tapi sepertinya semesta tidak berpihak padanya. "Detensi mulai besok di ruanganku." Lalu ia pergi meninggalkan kedua remaja yang basah kuyup.
Black dan Potter berpandangan beberapa detik. Lalu keduanya tertawa. Yup, keduanya. Regulus Black tertawa, dan itu membuat Audrey terpana. Regulus berhenti melihat Audrey yang juga berhenti. Audrey yang sadar langsung berbicara, "You need a swimming lesson." Regulus tertawa kecil mendengar itu.
"Oi! Sedang apa tuh?!" Suara yang sangat mereka kenali terdengar. Barty Crouch Jr.
◐
hi!
I can't waitttt to listen
the tortured poets departement
(^o^)/(^o^)/(^o^)/
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Great Pure-blood Dynasty | Regulus Black
Fanfiction"There goes the last great pure-blood dynasty. The maddest woman this world has ever seen." - in which regulus black intrigued with the maddest woman at wizarding world. or - in which regulus has a weird feeling for a potter.