[ 25 ]: Cruel Summer

295 51 5
                                    

Pertandingan final Quidditch akan dilaksanakan kurang dari tiga hari.

Di pertandingan final, Slytherin bertemu dengan Gryffindor. Jelas tahun ini berbeda, para Slytherin merasa final tahun ini Gryffindor tidak akan membawa pulang piala. Bahkan Barty berani bertaruh. Para Slytherin pikir dengan lulusnya James Potter dari Hogwarts akan membuka ruang bagi kemenangan mereka. Regulus setuju akan hal itu.

Beberapa hari belakangan ini, setelah pertanyaan absurd Regulus, Audrey nilai pria tersebut lebih clingy dari biasanya. Tidak hanya ketika mereka berdua saja, tapi di depan teman-teman mereka dan juga. . .

Kala itu mereka baru saja beres kelas DADA. Kebetulan Audrey keluar sedikit lebih lama dari yang lain, tetapi tetap teman-temannya menungu di luar kelas. Tak sadar ada seseorang yang menunggunya di dalam kelas. Diggory, satu angkatan dengannya, kapten quidditch Hufflepuff. Ia berdeham membuat Audrey sadar akan kehadirannya. 

"Audrey Potter, right?" 

Audrey menjawabnya dengan sekali anggukan. Pria itu tersenyum. "Aku Dean. Dean Diggory. Kapten quidditch Hufflepuff." Audrey hanya mengangguk. "Kita berada di kelas yang sama dan well. . . aku pikir mengapa tidak berkenalan, kan?" Tapi Audrey tidak menyahuti. Ia mencoba membaca pikiran pria di hadapannya. 

Oh no. Nope. Mereka hampir lulus dan Diggory ini tertarik padanya? Ingin ia berteriak, aku punya kekasih, bodoh! Tapi tentu saja tidak mungkin. Diggory melanjutkan, "I have something for you." Cokelat. Sekarang ia ingin benaran teriak, kau pikir aku tidak mampu membelinya, huh? Tapi sekali lagi, tidak mungkin kan. Ia masih punya hati. 

Belum sempat Audrey menjawab suara derap kaki terdengar. Mereka menengok. Regulus. Melihatnya Audrey tersenyum tipis, jika saja Diggory memperhatikan maka ia tahu. "Apa Aleida mencariku?" Tanya Audrey saat Regulus tiba di sebelahnya. 

Sebelum menjawab, Regulus seakan membunuh Diggory dengan tatapan. "Aku. Makan malam akan dimulai." Jawabnya.

Audrey mengambil tasnya dari meja. "I'm ready." 

Tapi belum sempat mereka jalan sebuah tangan menahan Audrey. Sontak gadis tersebut menepis dan menatap tajam Diggory. "Don't touch me, puff." Diawal memang terdapat tatapn percaya diri di matanya, namun sekarang berubah menjadi ketakutan. "Dan tidak. Aku tidak mau cokelatmu. Kau pikir aku bodoh tidak mengetahui ada ramuan cinta dalam kandungan cokelat tersebut?"

Regulus tersenyum bangga melihat respon kekasihnya, lalu senyuman puas itu terbit melihat wajah Diggory. Tangannya melingkari pundak Audrey, berjalan keluar kelas. Ia masih menunjukkan wajah puasnya pada wajah lesu Diggory. 

Di luar kelas teman-temannya menunggu. Mata mereka sedikit membulat melihat tangan Regulus, apa lelaki ini lupa mereka tidak sendiri. Siapa pun bisa lewat. Namun penasaran mereka terjawab dengan pernyataan Regulus. "Audrey hampir memiliki dua kekasih." 

Lalu berita Diggory ditolak oleh the lost daughter of Salazar Slytherin—panggilan yang dibuat oleh Barty dan dipopulerkan oleh teman-teman seasrama untuk Audrey tersebar. Semua orang, dari para murid, profesor, bahkan para hantu dan lukisan membicarakannya. Audrey hanya bisa menahan dirinya untuk tidak mengirimkan ular untuk mereka.

Sejak itu Regulus menjadi lebih clingy. Saat ini mereka bersantai di kamar Audrey. Aleida sudah diusir ketika Regulus tiba. "Apa kau akan tetap mencitaiku besok?" Tanyanya tiba-tiba.

"What?" Audrey berhenti mengusap rambut kekasihnya, hal itu membuat Regulus cemberut dan bergumam, lanjutkan, seraya mengembalikan tangan kekasih di rambutnya. "Yes of course. Even in another life." 

Regulus tersenyum mendengarnya. Ia bangkit duduk dan mendaratkan beberapa kecupan di pipi Audrey. "Thank you. I love you too, ma chérie." Okay, that's new. Regulus tidak pernah memanggilnya selain dengan namanya atau paling hanya my Audrey. "Besok pertandinganku, kau akan nonton, kan?" 

"I always do." Jawab Audrey. "Katakan padaku kau tidak akan melamarku besok." 

Gelak tawa terdengar. "Kau memberiku ide." 

Mungkin prediksi Slytherin akan menang hanyalah prediksi. Mereka tertinggal poin. Tidak cukup jauh, namun akan lebih baik jika sang seeker mengekar golden snitch. 

Namun Regulus Black tidak ada niatan seperti itu. Ia bahkan hanya memperhatikan sekitarnya tanpa mempedulikan seeker Gryffindor yang mencari-cari golden snitch. 

Decakan terdengar dari penonton Slytherin. Memang Audrey tak mengerti, namun ia ikutan gregetan dengan kekasihnya. 

"OI BLACK! DO SOMETHING!" Teriak Aleida saat ia melihat snitch itu terbang dekat Regulus. 

Pria tersebut menatap temannya datar lalu melihat Audrey yang berada di sebelah Aleida. "I want you to tell them." Audrey mencoba mendengar suara Regulus dari teriakan dukungan di dekatnya. "I want them to know." 

Sekarang ia bingung. Apa yang lelaki ini bicarakan? Lalu Regulus membuka pikirannya agar Audrey paham maksudnya. "What about them?" Tekan Audrey—mereka dalam arti orang tua Regulus. 

"I don't care anymore. Kau mau aku menang atau tidak?" 

This man. . . Audrey menghembuskan napasnya. Nampak kekasihnya sudah memberitahu kedua temannya karena Rosier terbang ke arahnya dengan pembesar suara yang baru saja ia ambil paksa dari komentator. Audrey menerima itu. Aleida menatapnya bingung, begitu juga beberapa orang disekitarnya. 

Right. This is it. "Regulus Black." Mulainya. Beberapa pendukung mulai memperhatikannya. "I don't want to keep secrets just to keep you from myself anymore." Beberapa pemain mulai kehilangan fokus. Namun sepertinya sang seeker Gryffindor masih menjalankan tugasnya. Maka dari itu ia berteriak. "I LOVE YOU, REGULUS. ISN'T THAT THE WORST THING YOU EVER HEARD DURING A GAME?" Semua yang mendengar terkesiap. Bahkan seeker Gryffindor juga. 

Regulus looks up, grinning like a devil. "NOW CATCH THE DAMN SNITCH!" Seru Audrey, dan Regulus pun terbang dengan cepat dengan persekian detik golden snitch berada di tangannya. 

Slytherin menang. Regulus mendarat di depan Audrey, tanpa basa-basi ia mencium bibir kekasihnya di hadapan semua orang. Sorak-sorak terdengar. Audrey dapat merasakan beberapa orang yang memotret but hey, she doesn't care. They don't care anymore. 

"I love you more, my Audrey." 

Where's the trophy? He just comes running over to me.

Perbincangan mengenai hubungan Audrey dan Regulus tidak redup. Bahkan ketika mereka sampai di London. 

Dengan bangga Regulus menggenggam tangan Audrey dan mengantarkannya sampai tempat dimana Mia dan Fleamont menunggu. Kebetulan hari itu James, Lily, dan Sirius ikut. Mata mereka membulat melihat keduanya. 

Regulus menyalami keduanya. "Mr Potter. Mrs Potter." Kedua orang tua tersebut tersenyum hangat. Regulus melempar anggukan pada James dan Lily. "Sirius." Tegurnya. 

"What the—"

"Languange." Peringat Mia. 

"—Fudge." Sambung Sirius. "What are you doing? Why are you holding her hand? Where's mother and father?" Tanya Sirius bertubi-tubi. Dehaman seseorang terdengar. Alphard. Sirius mengernyit. "Uncle? What are you doing here?" 

"Sirius, how are you?" Sapa Alphard. "Aku ke sini menjemput adikmu." 

Audrey tersenyum. "Mr Black." Sapanya hangat. 

"Ah, there she is. Bagaimana perjalananmu, Miss Potter?" Tanya Alphard. 

"Can someone tell me what is happening?!" Tanya Sirius dramatis. 

Alis Alphard terangkat. "You didn't know? Adikmu akan menikah besok." 

"WHAT THE FFFF—SOMEONE PLEASE SLAP ME."

Dengan senang hati James menuruti permintaan temannya. Fleamont, Mia, dan Lily serentak memekik nama James, sedangkan Audrey, Regulus dan Alphard hanya tertawa. 

"Padfoot, aduh! Sakit!" Keluh James. 

"Rasain."

hi!

so far this is my
favorite chapter!

The Last Great Pure-blood Dynasty | Regulus BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang