Februari datang dengan cepat.
Disinilah Audrey sekarang. Berdiri di depan ruangan Slughorn dengan Regulus yang merangkul Barty.
Horace Slughorn keluar dengan wajah terkejut. "My, my! What ever happened to him?" Tanyanya sekaligus mempersilakan ketiganya masuk.
"Love potion. A very strong one." Jawab Audrey. "Maaf menganggumu, Profesor. But we need your help."
Kepala asrama mereka tampak menuangkan air ke beberapa gelas. "Well, well. Love potion, huh? Tidak adakah dari kalian yang dapat mengobatinya di asrama?" Ia memberikan masing-masing gelas.
"We wouldn't take a risk, Profesor." Audrey mengambil gelas tersebut.
Slughorn tersenyum, ia mengambil lagi gelas untuk dirinya dan Regulus. Tangan Audrey dengan cepat bergerak melakukan sihir tanpa tongkat. Ia mengganti isi dari gelas Barty dan dirinya. "Here you go, Regulus." Beri Slughorn.
Barty tersenyum lebar. "Cheers?" Ajaknya dengan senyuman limbung.
Ketiganya—Regulus, Audrey, dan Slughorn bertatap-tatapan lalu menyulungkan gelas hingga berbunyi, ting! Dengan cepat Barty meminum air tersebut, begitu juga dengan Audrey yang disusul oleh Slughorn. Sedangkan Regulus hanya menempelkan bibirnya pada gelas saja. Jelang beberapa detik mata Slughorn berubah menjadi kosong, begitu pula dengan ekspresinya.
"Profesor?" Panggil Audrey memastikan. "Siapa namamu?" Tanya Audrey. Barty sudah keluar dari karakternya. Tangan sekarang siap memegang tongkat sewaktu-waktu Slughorn masih sadar.
"Slughorn, Horace." Jawabnya.
"Kegiatan apa yang telah kau lakukan siang tadi?"
"Siang tadi aku mengajar ramuan untuk tahun ke enam. Materi mengenai ramuan cinta dan felix felicis."
Regulus mengangguk pada Audrey, Horace Slughorn dibawah kendali veritaserum. "Baik. Profesor, what do you know about—Tom Riddle's death?"
Hening. Barty menyodorkan tongkat pada Slughorn, berjaga sewaktu-waktu ia pulih dari ramuan. "It's all my fault." Katanya tiba-tiba. Wajah Slughorn berubah menjadi sendu. "I taught him that. I'm so sorry. Aku bersumpah, aku tidak tahu kalau ia nekat melakukan itu."
Regulus mendekati Audrey. Tangannya menggenggam erat kekasihnya seakan memberi tahu bahwa ia juga akan mendengarkan informasi buruk dari Slughorn. "What is it exactly, Profesor?"
"Kau sudah tahu itu, Miss Potter." Horace tersenyum sendu.
"Horcrux." Jawab Audrey cepat. "Tapi yang aku ingin tahu berapa banyak, Profesor?"
". . . There's—5 of them."
Lima. Tom Riddle membelah jiwanya menjadi lima dan menaruhnya di lima barang yang mungkin bersebaran di seluruh Inggris Raya.
"Dimana saja ia meletakkannya?"
"I don't know." Well, shit. "Tapi. . . Tom Riddle pernah kerja di Borgin and Burkes antique shop. Tempat dimana kau menemukan barang antik dan kemungkinan banyak sihir gelap di dalamnya."
"Such as?"
"Ibu dari Tom Riddle dan Rosemary adalah seorang Gaunt. Sebelum melahirkan ia mempunyai kalung—bukan sembarang kalung. Kalung itu milik Salazar Slytherin, barang seperti itu dapat menyimpan jiwa di dalamnya." Informasi Slughorn.
Audrey menengok ke samping mendengar gumaman Regulus. "Salazar Slytherin's locket."
Baru saja Audrey ingin melayangkan pertanyaan lagi ketukan pintu terdengar. "Shit." Ucap mereka bertiga bersamaan. Sontak Barty memantrai Slughorn dengan Stupefy hingga ia tak sadarkan diri. Audrey dengan cepat membuka perkarmen kosong. "I solemny swear that I am up to no good." Peta itu terkuak dan nama Dumbledore terpampang jelas di depan pintu ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Great Pure-blood Dynasty | Regulus Black
Fanfiction"There goes the last great pure-blood dynasty. The maddest woman this world has ever seen." - in which regulus black intrigued with the maddest woman at wizarding world. or - in which regulus has a weird feeling for a potter.